Khania menangis sejadi-jadinya, ia memukul-mukul dada Efgan. "Kamu jahat Mas! Aku gak nyangka kamu bisa seperti itu. Kamu pembohong! Aku benci sama kamu Mas.""Sayang! Aku mohon dengarkan penjelasan aku dulu. Ini semua hanya salah paham," ujar Efgan sambil menggenggam tangan Khania yang terus memukul dadanya. "Apa? Kamu mau jelaskan apa lagi Mas?! Semua itu sudah cukup jelas!" ucap Khania dengan napas yang berat. Dadanya naik turun menahan amarah yang kini memuncak. Ia menepis tangan Efgan yang kini mengenggam tangannya "Sayang! Sumpah demi apapun aku gak melakukan hal aneh! Aku hanya menolongnya yang gak sengaja aku tabrak!" Efgan mencoba menjelaskan yang sebenarnya pada istrinya."Heh! Kamu bilang kamu hanya menolongnya?" tanya Khania dengan senyum kecut. Ia menatap suaminya dengan tajam. "Kalau kamu memang menolongnya, harusnya kamu itu bawa dia ke rumah sakit bukan ke hotel, Mas! Emangnya sekarang hotel itu sudah beralih fungsi jadi tempat pelayanan kesehatan?!" "Sayang! Aku han
Glen mengejar Efgan yang sudah menjauh dari hadapannya. Ia akan memberitahukan hal penting yang bisa saja mengancam rumah tangga bosnya dan juga nyawanya sendiri, karena tidak memberitahukan masalah ini."Pak Bos!" seru Glen sambil terus mengejar Efgan.Efgan tak menghiraukan Glen dan terus berjalan."Di ruangan bu bos ada pak Rizal," teriak Glen yang sukses membuat langkah Efgan terhenti. Efgan membalikan badannya dan menatap Glen dengan tajam, "Kenapa kamu gak bilang dari tadi?!"Glen hendak menjawab namun Efgan lebih dulu pergi meninggalkannya sendiri di sana. Ia pun menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah posesif bosnya yang sudah mulai on.Efgan berlari menuju ruangan istrinya. Darahnya mendidik kala ia membayangkan jika sekarang Khania dan Rizal hanya berdua saja di ruangan itu.Tiba di depan pintu Efgan membuka pintu itu dengan keras.BRAAAKKK!Orang-orang yang ada di dalam ruangan itu terkejut dan menatap Efgan dengan sengit."Apa-apaan kamu itu! Datang-datang langsung ba
"Sa-sayang," Efgan panik saat melihat Khania yang sedang menangis.Khania terjengkit kaget mendengar pintu dibuka dengan keras."Mas! Kamu itu dari mana aja sih? Kenapa baru dateng?" tanya Khania dengan mata yang menyipit.Efgan segera menghampiri istrinya, "Maaf sayang! Tadi aku ketiduran? Ada apa kenapa kalian menghubungiku sampai sebanyak itu?!" Efgan membawa Khania ke dalam dekapannya. Ia menoleh ke arah nenek dan kakak ya."Itu, tadi Khania minta dicarikan buah delima merah," ucap Monic dengan wajah lelahnya."Ya tinggal beli aja, kenapa repot banget sih!" sahut Efgan dengan santainya."Itu dia masalahnya. Khania gak mau beli. Dia maunya delima yang langsung dipetik dari pohonnya. Aku sama Glen udah ngubek-ngubek nih kota tapi, gak ada yang menanam buah itu. Bahkan aku sama Glen sampe berburu ke kota Bogor. Gak ada. Kita gak nemu!" jawab Monic."Padahal dulu ada di depan rumah pak Mamat Mas. Itu rumah yang warna merah di belokan dekat kontakan aku dulu." Khania mendongakkan kepal
Efgan tiba di depan rumah kontrakan Khania yang dulu. Ia menengok kiri kanan sebelum keluar dari mobil. Ia lalu tersenyum kala melihat pohon delima di depan rumah yang tadi istrinya itu sebutkan. Ia lalu melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul 23.45.Efgan berpikir dengan keras. Ia tak mungkin mangganggu penghuni rumah itu dengan ia bertamu tengah malam begini. Ia pun memutuskan untuk diam sebentar di sana sambil melihat sekitar yang cukup sepi.Efgan terkejut kala seseorang mengetuk kaca pintu mobilnya. Efgan membuka kaca jendelanya."Anda siapa? Kenapa tengah malam begini anda berada di sini?!" tanya seorang lelaki paruh baya itu pada Efgan."Maaf Pak! Saya sebenarnya ingin menukar buah delima yang ada di depan rumah itu. Istri saya tengah hamil muda dan ia ingin buah delima yang dipetik dari pohonnya," jelas Efgan pada bapak tersebut. Bapak itu menoleh ke aeah rumah yang ditunjuk Efgan. Ia lalu tersenyum. "Oh! Kalau begitu anda bisa ikut saya."Bapak itu lalu pergi ter
Seorang wanita cantik masuk de dalam ruangan Khania. Ia tersenyum dengan cerah saat memasuki ruangan Khania. Senyumannya luntur kala melihat banyaknya irang di dalam ruangan itu. Ia pun diam memandang semua orang."Maaf aku ganggu kalian ya?" ucapnya. Ia hendak berbalik namun Khania lebih dulu mempersilakan dia masuk dan menyuruhnya untuk bergabung.Efgan, Sonia dan Farid hanya diam memandang wanita itu. Tatapan mereka pada wanita itu berbeda-beda. Efgan lalu beranjak dari duduknya."Mas mau kemana?!" tanya Khania saat melihat suaminya hendak pergi dari sana.Efgan menoleh pada istrinya dan tersenyum."Mas mau keluar sebentar!" Setelahnya Efgan pun keluar dari kamar rawat istrinya.Farid pun ikit menyusul Efgan keluar dari sana.Kini hanya tinggal para wanita saja yang berada di ruangan itu.Sonia menatap pada wanita yang baru saja datang itu."Kamu ngapain ke sini?" tanya Sonia dengan ketus pada wanita itu."Aku hanya mau menjenguk Khania aja! Apa salah jika aku menjenguk teman?" jaw
Efgan dan Farid memutuskan untuk kembali ke dalam ruangan Khania saat dirasa mereka sudah cukup lama pergi meninggalkan istri-istri mereka. Tiba di dalam ruangan, Efgan tersenyum melihat Khania yang tertidur. Ia lalu menghampiri istrinya dan mencium keningnya. Ia pun membisikan kata-kata cinta untuk sang istri.Sonia dan Farid tersenyum saat mereka melihat Efgan yang memperlakukan Khania dengan manis."Gan! Kita cabut dulu ya! Kasihan nenek pasti dari tadi dia kerepotan ngusrusin Zio yang super aktif!" Farid dan Sonia pun berpamitan pada Efgan untuk pulang. Dan sebelum pulang ia akan membawa terlebih dahulu anak mereka yang dibawa oleh nenek Efgan ke rumahnya.Efgan menganggukan kepalanya."Thanks ya, kalian udah mau mampir ke sini. Sering-sering kalian mampir! Mumpung kalian di sini, besok juga Khania akan pulang. Kalian main ke rumah!" ajak Efgan pada kedua sahabatnya itu.Farid dan Sonia menganggukan kepalanya."Pasti! Kalau gitu, gue sama Sonia balik dulu ya, semoga Khania cepat s
Efgan datang dengan menenteng banyak paper bag di tangannya. Ia sepertinya membeli semua makanan kesukaan sang istri. Ia lalu masuk ke dalam ruangan Khania sambil tersenyum cerah. Ia sangat senang jika istrinya itu meminta sesuatu padanya. Ia merasa berguna sebagai suami dan juga calon ayah."Sayaaang! I'm coming!" seru Efgan dengan senang.Khania hanya tersenyum saat melihat suaminya sudah kembali.Efgan segera menyimpan paper bag itu di atas meja."Sayang! Kamu mau makan apa? Mas udah beli semua kesukaan kamu!" tanya Efgan."Emm! Apa aja Mas! Terserah kamu!" jawab Khania."Hmm! Ya udah, kamu makan ini aja ya!" ucap Efgan sambil membawa semangkuk sup iga dengan nasi."Mas ada bakso gak?!" tanya Khania dengan wajah berbinar saat Efgan sudah duduk di sisi ranjang.Efgan menghentikan gerakan tangannya kala ia akan menyendok nasi. Ia menatap manik mata sang istri dengan dalam."Kamu tadi gak bilang mau bakso!" ujar Efgan sambil menyodorkan nasi ke mulut istrinya. Namun, Khania dengan cepa
"Mas, kenapa kamu diam aja? Benar ada yang kamu sembunyiin dari aku, Mas?" Khania bertanya sambil menghampiri suaminya. Ia inhin tau jawaban apa yang akan Efgan berikan.Efgan mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Ia tak berani menatap mata Khania."Mas, tatap mataku! Apa yang sudah kamu sembunyikan dariku, Mas?" Efgan tidak menjawab dan hanya diam mematung. Ia lalu memberanikan diri menatap sang iatri."Mas!" seru Khania lagi yang sudah tak sabar ingin mendengar jawaban dari mulut suaminya ini."Emm! Bukannya kamu tadi bilang mau es cincau sama es dawet. Ini Mas udah bawa, ayo kamu makan dulu es nya. Nanti keburu cair, gak enak!" Efgan bukannya menjawab pertanyaan Khania. Ia malah mengalihkan pembicaraan. Lalu ia pun membawa Khania untuk duduk di sofa.Khania dengan segera menepis tangan Efgan dan menatap tajam suaminya."Jadi benar, ada rahasia yang kamu sembunyikan dariku, Mas?!" ucap Khania dengan raut wajah kecewa. "Sayang! Aku ... aku pasti akan cerita sama kamu! Tapi gak