Nenek keluar dari kamar Efgan dengan wajah yang sedih. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia juga tidak tau apa yang salah, kenapa sekarang rumah ini selalu ada pertengkaran. Nenek melangkah dengan langkah gontai.
Tring.Satu pesan masuk ke dalam ponsel nenek. Ia segera membuka pesan itu dan terkejut luar biasa saat melihat apa sebuah vidio yang membuat jantungnya berdeyak dengan cepet. Ia yang bermaksud untuk turun kembali lagi menghampiri kamar Efgan.Efgan yang kebetulan akan keluar berpapasan dengan nenek."Apa maksud dari vidio ini Gan?!" tanya nenek sambil memberikan ponselnya pada Efgan.Efgan yang tidak mengerti segera mengambil ponsel itu dan terkejut saat melihat isinya."Nenek dapat vidio ini dari siapa?!" tanya Efgan.Nenek menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Gak tau, itu dari no tak dikenal.""Sekarang Nenek sudah tau kan, apa yang membuat Khania pergi dari rumah ini. Vidio itu jawaban atas pertanyaan Nenek pada Efgan. Sekarang Nenek"Nenek!" Monic dan Glen berlari saat ia melihat nenek yang kini sudah terpojok dan Asri yang mendekati nenek dengan tangan memegang pisau.Dengan cepat Glen menerjang Asri dan membawanya menjauh.Monic segera membawa nenek dan memeluk neneknya itu. Ia mendekap erat sang nenek. Sungguh ia tidak menyangka andai ia telah beberapa menit. Mungkin nenek sekarang sudah terkena pisau itu. Monic terus berucap syukur dan memeluk nenek dengan erat."Monic ... Monic lepas! Nenek gak bisa napas!" Nenek menepuk-nepuk pelan punggung Monic."Ah! Maaf Nek!" Monic dengan segera melepas nenek. "Nenek gak apa-apa kan?" sambungnya sambil membolak-balikan badan nenek."Nenek gak apa-apa! Untungnya kamu datang tepat waktu. Kalau saja kamu datang terlambat. Mungkin sekarang nenek sudah ada di alam lain," ucapnya sambil tersenyum ke arah cucunya itu.Monic dengan segera membawa air minum untuk nenek. Ia kemudian membawa nenek duduk di ruang keluarga. "Nenek duduk dulu di sini ya
Khania yang kini tengah berbaring bersama sang suami mendongakan kepalanya dan menatap dalam Efgan."Mas, kita masa diam saja di dalam kamar?" tanya Khania saat ia melihat sang suami akan tertidur."Mau jalan-jalan kemana? Ini udah malem sayang?!" jawabnya dengan mata yang tertutup. Efgan sungguh merasa lelah dan ingin beristirahat."Hufft! Padahal aku pengen banget jalan-jalan ke luar, sekalian makan malam. Aku belum makan tau Mas, dari tadi siang dan sekarang aku lemas banget. Mana tenaga aku yang tinggal seuprit di kueas habis tadi sama kamu," rajuk Khania.Efgan yang hendak menutup matanya. Kini kembali membuka matanya. "Kamu lapar sayang? Kenapa gak bilang dari tadi!" Efgan dengan segera bergegas turun dari ranjang. Ia kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan keadaan tanpa busana."MAS!" Khania berteriak saat melihat sang suami yang dengan santainya berjalan tanpa mengenakan sehelai benang pun.Langkah Efgan terhenti saat ia mendengar teriakan istrinya. Ia dengan cepat melang
Keesokan harinya."Sayang!" Efgan mencoba membujuk Khania yang kini tengah merajuk kepadanya. Ia merutuki dirinya yang sudah keceplosan.Khania hanya diam tak menjawab. "Sayang. Bukannya kamu mau jalan-jalan! Ayo kita jalan ke pantai. Mumpung sekarang masih pagi belum terlalu panas," bujuk Efgan. Efgan mencoba meraih tangan Khania. Namun, Khania dengan cepat menepis tangan Efgan."Sayang! Aku minta maaf! Benar-benar minta maaf! Aku semalam tidak sengaja bertemu sama Nita. Bukan maksud aku mau bertemu sama dia! Aku bahkan gak tau jika dia sekarang ada di sini! Sayang. Maaf! Jangan marah. Ya!" ucapnya dengan memelas. Efgan merasa frustrasi melihat Khania yang hanya diam saja. Ia lebih baik dimaki dan dimarahi dari pada didiamkan seperti ini.Khania tidak merespon ucapan Efgan dia masih sibuk dengan ponselnya dan seolah menganggap Efgan tak ada."Sayang!" Efgan yang tidak tau harus membujuk istrinya bagaimana lagi, hanya bisa merengek seperti anak kecil.Khania masih diam dan tak merasa
Langkah Efgan terhenti saat ia melihat istrinya bersama dengan wanita dari masa lalunya. Ia menelan salivanya kasar. Ia merasakan kegugupan yang luar biasa. Kenapa bisa Khania bertemu dengan mantannya itu. Apa ini hanya kebetulan atau ada unsur kesengajaan. Pikirnya.Khania dan Anita berdiri dari duduknya. Mereka kemudian tersenyum pada Efgan.Efgan dengan jantung yang berdegup kencang mencoba menghampiri mereka. Pandangannya tak lepas dari sang istri. Ia takut jika Khania akan bertambah marah kepadanya jika dia tau kalau wanita yang kini bersamanya adalah mantannya. "Huh!" Efgan menghela napas panjang dan membuangnya kasar. Ia tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, berharap sang istri akan berlari menghampirinya dan memeluknya. HAP! Efgan membelalakan matanya saat Anita lah yang kini memeluknya. Ia terkejut bukan main! Dengan segera ia melepaskan Anita yang kini memeluknya. Ia melihat Khania yang hanya diam memandang mereka."Sayang!" ujar Efgan saat ia sudah melepaskan peluka
Khania terkejut saat ia melihat mobil yang dikendarai suaminya akan menabrak mobil lain dari arah berlawanan."Mas awaas!" Efgan refleks banting setir ke kiri dan berakhir menabrak pembatas jalan. Beruntungnya Efgan mengendarai mobil itu dengan pelan, jadi tidak menimbulkan kecelakaan yang parah. Ia kemudian hendak melanjutkan kembali perjalanan mereka, tapi urung saat melihat sang istri yang kini tengah meringis kesakitan."Sa-sayang kamu kenapa?!" tanya Efgan dengan panik. Ia kemudian melepaskan seatbeltnya dan mendekati sang istri."Sakit Mas!" ucap Khania sambil meringis kesakitan, tangannya mencengkram erat perutnya."Mana yang sakit?!" "Perut ... perut aku sakit banget Mas!" Khania terus meringis kesakitan dan ia menangis karena sakit yang luar biasa ia rasakan di perutnya."Kita ke rumah sakit sekarang."Efgan memakai seatbeltnya lagi dan melajukan kembali mobilnya. Walaupun ia mengendarai mobil itu dengan perasaan yang tak karuan. Ia tetap mencoba fokus agar segera sampai di
Khania membuka matanya saat ia merasakan ingin buang air kecil. Ia lalu melihat ke arah sofa di mana Efgan tengah tertidur pulas. Khania sengaja berjalan dengan perlahan agar suaminya tidak bangun. Namun tanpa sengaja ia menyenggol pas bunga yang berada di dekat sofa. PRAANGGG!Efgan langsung terbangun dan terkejut saat melihat istrinya berada di dekat sofa."Sayang! Kamu mau kemana?" tanyanya sambil bangun dari sofa dan menghampiri Khania."Maaf mas! Aku bangunin kamu ya?! Aku, pengen buang air kecil. Udah kebelet ini," ucapnya sambil berjalan menuju kamar mandi dengan sedikit berlari."Khania jangan lari!" bentak Efgan saat ia melihat istrinya itu sedikit berlari. Bukan maksud ia membentak. Ia hanya terkejut saat melihat Khania berlari.Khania spontan berhenti dan berbalik. Entah kenapa rasanya sakit sekali hati Khania saat ia dibentak seperti itu oleh suaminya. Efgan berjalan dengan cepat dan langsung memapah istrinya.Khania yang merasa sakit hati, menepis tangan Efgan dan berja
Efgan yang tengah fokus pada pekerjaannya menoleh saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya. Ia melebarkan matanya kala ia melihat siapa yang sudah menyapa istrinya. Dengan cepat ia segera menutup kembali kaca jendela mobilnya."Kamu ngapain sih buka-buka kaca jendela? Apa kamu sengaja, mau tebar pesona sama mantan kamu itu?! Lagian ngapain juga sih dia ada di sini?! Aku heran, kenapa mantan kamu sama mantan aku ada di sini? Apa mereka sengaja membuntuti kita? Kurang kerjaan banget. Gak tau apa, kalau sebentar lagi kita itu akan menjadi ibu dan ayah," cerocos Efgan dengan wajah yang masam.Khania menatap Efgan dengan wajah cengonya. Ia tidak menyangka jika suaminya akan cerewet seperti ini. "Mas! Kamu kenapa dari tadi marah-marah mulu? Tensi kamu lagi naik?!" tanya Khania."Aku lagi kesel! Kayaknya mereka sengaja deh, ngebuntuti kita!" ucap Efgan."Husstt! Gak boleh suudzon sama orang. Bisa aja kan mereka itu memang lagi liburan sama kayak kita." Khania lalu membawa tanga
Khania menangis. Ia tidak menyangka dengan apa yang kini ada di hadapannya. Efgan merangkul pinggang Khania. Ia mengusap-usap punggung istrinya dengan lembut.Monic datang menghampiri Khania dan langsung memeluknya. "Selamat ya! Akhirnya aku akan jadi auntie!" ucapnya sambil melepas pelukan. Ia lalu beralih pada adiknya."Widih! Hebat juga ternyata adikku ini! Selamat ya. Bentar lagi bakalan jadi bapak!" Monic langsung memeluk adiknya itu. Ia menangis dalam pelukan Efgan."Monic kamu kenapa?!" tanya Efgan dengan panik saat melihat Kakaknya itu menangis dalam pelukannya."Aku terharu bod*h! Ini itu tangisan bahagia. Aku kira kamu beneran gak mau nikah dan punya anak. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Ia mempertemukan kamu sama Khania. Dan parahnya lagi, kamu sekarang sangat bucin sama istri kamu itu," ujar Monic saat ia sudah melepas pelukannya pada Efgan."Dan sangat posesif," tambah Glen dari arah belakang. Mereka semua tertawa saat mendengar ucapan Monic dan Glen. Semua orang