Efgan menatap Khania yang kini tengah tertidur pulas. Ia membelai lembut wajah Kkania."Terima kasih, sayang!" Efgan terus saja menganggu Khania dengan menciumi seluruh wajah Khania.Khania yang merasa terganggu, membuka matanya dan menatap suaminya itu."Mas! Bisa diem gak! Aku baru aja tidur, dari tadi kamu ganggu aku terus ih!" protes Khania sambil membalikan tubuhnya membelakangi Efgan."Bangun dulu sayang, ini udah sore!" ucap Efgan sambil mencolek-colek hidung Khania.Khania yang merasa terganggu pun terpaksa bangun, ia hendak pergi ke kamar mandi, namun saat akan berdiri, ia merasakan nyeri pada vag*nanya. "Aww!" Khania kembali duduk di pinggir ranjang dan meringis kesakitan.Efgan yang mendengar Khania meringis pun bangkit dari berbaringnya dan mendekati Khania."Kamu kenapa sayang?" tanya Efgan dengan panik."Kamu nanya, kenapa? Aku sakit begini itu gara-gara kamu! Sekarang aku mau ke kamar mandi aja susah. Karena di sini itu terasa ada yang mengganjal!" tunjuk Khania pad
Malam hari.Khania dan Efgan yang kini tengah tertidur pulas dikejutkan dengan suara ponsel yang berdering sangat nyaring. Dengan mata yang masih terpejam Khania mengambil ponsel di atas nakas itu dan melihat siapa yang menelepon malam-malam begini."Mas ... Mas, bangun!" Khania membangunkan suaminya dengan suara yang lembut. Ia tidak ingin membuat suaminya ini terkejut."Hmm!" Efgan hanya bergumam, ia malah membawa Khania ke dalam pelukannya."Mas, bangun. Itu HP kamu bunyi terus dari tadi!" Khania menepuk-nepuk pelan pipi suaminya. Dan menggoyang-goyangkan tubuh Efgan dengan pelan.Efgan tak kunjung bangun juga, Khania nampak berpikir, bagaimana cara membangunkan suaminya ini. Sebuah senyum terbit di bibir Khania, saat ia mendapatkan ide untuk membangunkan suaminya ini.Perlahan Khania melepaskan pelukan Efgan, ia lalu membuka selimut dan menggelitik kaki suaminya itu."Sayang, geli!" ucap Efgan sambil menyembunyikan kakinya ke dalam selimut."
Khania terjengkit kaget saat mendengar suara kaca pecah dan segera bangun dari tidurnya. Ia melihat sekitar kamar dan terheran saat melihat ada sebuah batu terbungkus kertas didekat jendela.Khania lalu turun dari atas ranjang dan mendekat ke jendela yang pecah itu. Ia lalu memungut batu yang terbungkus kertas itu dan segera membukanya. Ia melempar kertas itu saat melihat tulisan di dalamnya. Khania berlari ke arah kasur dan dengan cepat ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Dengan tangan yang bergetar Khania mencoba menelepon sang suami. Beberapa kali Khania mencoba menelepon Efgan. Namun, tak ada jawaban dari sebrang sana."Mas! Angkat, aku mohon!" seru Khania sambil terus mencoba menelepon suaminya."Mas! Ya Allah. Apa sesibuk itu kamu, Mas! Sampai-sampai tidak bisa mengangkat telepon aku!" gumam Khania sambil terus menelepon Efgan.PRAAANGG!Terdengar kembali suara kaca pecah. Kali ini suaranya berasal dari luar. Khania maju mundur untuk pergi keluar dari kamarnya. Ia
Efgan yang kini sedang ikut bersama polisi untuk mengintai ibu Astika, mengerutkan keningnya saat melihat ada notifikasi di ponselnya yang sejak tadi ia silent. Ia lalu membukanya dan terkejut melihat begitu banyaknya panggilan tak terjawab dari istrinya itu. Ia lalu mencoba menghubungi kembali Khania, namun tak ada jawaban di sebrang sana."Khania! Kenapa gak diangkat?! Ada apa? Kenapa kamu menelepon aku sampai sebanyak ini? Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu sama kamu!" gumam Efgan dengan gelisah. Perasaannya mulai tak tenang. Ia terus mencoba menghubungi Khania berulang kali. Tapi, tatap saja tidak ada jawaban."Apa kamu marah, gara-gara aku gak angkat telepon kamu? Ayolah Khania, angkat! Jangan bikin saya cemas dan khawatir!" ucapnya sambil terus menghubungi Khania.Tak lama kemudian. Glen datang dari dalam rumah yang sedang mereka intai dengan terburu-buru dan menghampiri Efgan. Ia mengetuk pelan kaca mobil bosnya itu."Ada apa?!" tanya Efgan saat kaca mobilnya
Di rumah sakit.Khania membuka matanya perlahan. Ia melihat ke arah tangannya yang terasa berat, Khania tersenyum saat melihat Efgan yang tengah tertidur dengan posisi kepala berada di sisi ranjang dan menggenggam tangannya."Mas!" seru Khania dengan lirih.Khania mengoyang-goyangkan tangan Efgan dengan pelan. Ia lalu mengusap kepala Efgan dengan lembut.Efgan yang merasa terganggu pun terbangun dan tersenyum, saat ia melihat Khania yang sudah sadar."Kamu sudah sadar, sayang?!" tanya Efgan sambil mencium tangan Khania."Aku kenapa, Mas?!" Kok bisa aku diinfus begini?!" tanya Khania. Ia memperlihatkan tangannyyang diinfus kepada Efgan."Kamu kecapean! Dan kurang istirahat! Oh iya, sayang! Gimana kalau besok kita jalan-jalan ke Lembang, mau?!" tanya Efgan sambil tersenyum manis.Khania menggelengkan kepalanya."Nggak mau, Mas!" jawab Khania.Efgan mengangkat sebelah alisnya. Ia heran saat Khania menolak ajakannya. Bukannya Khania sangat ingin pergi ke Lembang. Kenapa dia menolaknya, pik
"Sayaaang. I'm coming!" Efgan datang dengan membawa banyak paper bag di tangannya. Ia menyimpan semua paper bag itu di meja dekat sofa, ia lalu mendekati Khania sambil tersenyum manis.Khania yang sudah terlanjur kesal kepada suaminya itu, hanya diam dengan wajah yang malas."Maaf lama! Tadi itu aku bingung mau beli apa, ya udah aku beli semua jenis makanan!" ujar Efgan yang merasa menyesal karena sudah meninggalkan Khania cukup lama.Khania menghindar saat Efgan akan memeluknya. Ia masih merasa kesal pada suaminya ini. Sudah tau Khania lapar, eh. Malah ditinggal lebih dari tiga jam, hanya untuk beli makanan saja."Kamu marah?! Maaf tadi restorannya penuh dan harus antri!" ucap Efgan saat melihat Khania menghindarinya.Khania menatap Efgan dengan tatapan sengit. "Kamu beli makanannya di luar kota? Aku itu udah laper banget, Mas! Kamu bisa, kan beli bubur di depan rumah sakit ini?! Gak perlu jauh-jauh. Lagian juga, gak mungkin aku makan semua itu."Khania menunjuk paper bag yang berada
Seorang lelaki paruh baya yang sangat Khania kenal masuk kedalam ruangan tempat Khania dirawat. Ia tesenyum lalu menundukan sedikit kepalanya pada mereka yang berada di ruangan itu."Khania," sapa lelaki itu sambil mendekat ke arah ranjang Khania.Khania terkejut saat melihat mantan papa mertuanya berada di hadapannya! Ia beringsut memundurkan duduknya. Ia sedikit trauma pada keluarga Albi."Maaf, ada perlu apa anda ke sini?!" tanya nenek dengan sopan.Pak Erwin tersenyum ke arah nenek."Saya ke sini hanya ingin meminta maaf atas perilaku istri saya terhadap Khania. Saya tau, istri saya sudah salah besar terhadap kalian terutama kamu Khania. Saya mewakili istri saya meminta maaf sama kamu. Walaupun saya tau perbuatan istri saya itu tidak bisa termaafkan!" ucap pak Erwin sambil menundukan kepalanya.Khania turun dari ranjangnya dan mendekati pak Erwin. Ia berdiri tepat di depan pak Erwin."Saya sudah memaafkan ibu Astika Pak. Tapi untuk proses hukum. Maaf!
Sore hari.Suara bel berbunyi menandakan ada tamu yang datang. Khania yang kini tengah bersantai berdua dengan suami di ruang keluarga, berdiri dan melangkah menuju pintu.Ceklek! Khania membuka pintu dan tersenyum ramah pada seseorang di balik pintu dan bertanya. "Maaf, Mbaknya cari siapa?" Khania bertanya pada wanita cantik di depannya dengan ramah.Wanita itu menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis pada Khania."Saya Asri, yang akan bekerja di sini!" jawabnya dengan wajah yang menyebalkan.Khania mengerutkan alisnya saat melihat penampilan wanita di depannya ini. Ia memindai penampilan wanita itu dari kaki sampai kepala. "Gak salah dia Art baru di sini? Pakaiannya kayak bukan Art lebih ke nyonya besar. Aku aja kalah sama dia," batin Khania sambil melihat pada dirinya sendiri."Siapa sayang?!" Efgan yang baru datang langsung melingkarkan lengannya di pinggang Khania. Ia lalu melihat wanita yang kini tengah berdiri di depan pintu masuk ruma
"Iya Nek, aku positif hamil," jawab Khania dengan lesu."Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah Engkau telah memberikan kepercayaan lagi pada cucu dan cucu menantuku," ucap nenek dengan senang. "Efgan pasti akan sangat bahagia dengan kabar gembira ini, dan Kai pasti akan sangat senang dia kalau tau akan segera punya adik," Khania tampak tak senang."Kamu kenapa kok wajahnya seperti tidak senang gitu?" tanya nenek yang menyadari dengan raut wajah Khania yang ditekuk."Nia takut Nek," ucap Khania jujur."Apa yang kamu takutkan sayang?" tanya nenek dengan lembut."Nia takut, apa yang terjadi pada kehamilan Nia dulu nanti terulang lagi," "Sssttt, kamu gak boleh bilang begitu. Keadaan dulu dan sekarang itu berbeda. Kamu gak usah takut dan khawatir. Karena kita semua pasti akan menjaga kami dan anak yang asa di dalam kandungan kamu ini. Kamu sekarang jangan berpikiran yang buruk-buruk. Buang jauh-jauh pikiran itu dan kamu harus happy dengan kehadiran cicit Nenek ini," ucap nenek sambil menge
"Aku kenapa Nek?" tanya Khania penasaran."Apa mungkin kamu kesambet Nia? Jangan-jangan kamu itu kemasukan jin buto ijo?" ucap nenek ngawur.Khania yang mendengar itu sontak terbelalak.Pak supir yang mendengar ucapan nenek mengulum bibirnya. Ia ingin tertawa. Namun, tak berani."Ma-maksud Nenek apa? Kenapa Nenek bisa berpikiran seperti itu?" tanya Khania yang terkejut."Ya habisnya tingkah kamu itu gak biasa. Kamu biasanya gak pernah makan banyak. Tapi, hari ini Nenek lihat kamu makan banyak," ucap nenek.Khania nampak berpikir, ia mencerna ucapan nenek."Iya juga ya Nek! Aku juga merasa aneh Nek dengan diri aku belakangan ini," ucap Khania."Ya udah. Besok kita ke pak ustad buat Ruqyah kamu," usul nenek.Khania pun mengangguk-anggukan kepalanya."Iya Nek, boleh," sahut Khania.Setelah percakapan itu, tak ada lagi yang berbicara mau itu nenek ataupun Khania. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.Sampai akhirnya mob
Malam harinya.Khania yang seharian ini bad mood hanya diam seharian di dalam kamar. Semua orang yang khawatir dengan Khania. Mereka semua berusaha membujuk Khania agar keluar kamar dan makan. "Sayang, buka dulu ya pintunya. Kamu makan dulu," bujuk Efgan.Namun, tak ada jawaban dari dalam kamar."Nia sayang. Buka dulu ya pintunya. Ini nenek sayang," ucap nenek sambil mengetuk pintu.Lama mereka menunggu sampai terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Dan sesaat kemudian Khania pun muncul dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapi."Kamu mau ke mana?" tanya nenek dan Efgan hampir bersamaan.Khania hanya diam saja tak menjawab. Ia menatap Efgan dengan tatapan yang nyalang. Lalu ia pun menoleh ke arah nenek dan tersenyum."Nia mau keluar sebentar ya Nek, mau cari bakso. Entah kenapa dari tadi Nia terus aja kepikiran bakso yang kuahnya itu pedes banget." Khania sengaja menekankan kata pedas agar suaminya mendengar.Efgan hendak menyela ucapan Khania. Namun, nenek lebih dulu men
"Kenapa Nek?" tanya Khania yang heran saat melihat nenek menatapnya dengan dalam dan intens.Nenek segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum."Enggak, jadi kamu gak ada masalah ya sama Efgan?" tanya nenek lagi."Enggak Nek, aku gak ada masalah sama mas Efgan," "Syukurlah kalau gitu," ucap nenek."Oh iya Nek, tadi aku sempat denger mobilnya mas Efgan. Apa dia tadi keluar?" tanya Khania."Iya, tadi katanya mau cari angin sebentar keluar," sahut nenek.Khania menganggukan kepalanya."Ya udah, Nenek keluar dulu ya sayang," pamit nenek sambil berdiri."Iya Nek," jawab Khania.Setelah nenek pergi. Khania segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo Mas," ucap Khania saat panggilan itu sudah terhubung."Ada apa sayang?" tanya Efgan yang terdengar khawatir."Enggak ada apa-apa, cuma kangen aja sama kamu," ucap Khania yang ssontak menbuat Efgan terkejut sampai-sampai ia mengerem mobilnya mendadak. Beruntung tak ada kenda
Waktu terus berlalu, sampai tidah terasa sudah dua tahun berlalu.Khania kini tengah sibuk menyipakan pernikahan Monic dan Glen, karena banyak hal yang membuat pernikahan Monic dan Glen harus diundur sampai sekarang."Mas, kamu itu kenapa malah asyik sendiri di sini sih? Kamu gak bantuin orang-orang apa?" omel Khania saat melihat Efgan yang tengah duduk di teras depan."Aku tadi udah bantuin lho sayang. Ini lagi istirahat bentar, lagian juga kenapa aku harus ikutan sibuk gini sih?" keluh Efgan.Khania yang mendengar keluhan Efgan bukannya iba malah memelototinya."Iya, iya. Ini aku mau bantu lagi." Efgan dengan malas bangkit dari duduknya dan kembali membantu orang-orang untuk mempersiapkan pernikahan Monic yang tinggal beberapa hari lagi.Khania tersenyum saat melihat Efgan kembali bekerja. Ia pun masuk ke dalam untuk bertemu sang anak yang memang sengaja ia titipkan pada Gabriel."Gab, Kai gak rewel kan?" tanya Khania saat ia sudah tiba di dekat Gabriel
Seorang suster datang ke ruangan Khania untuk memeriksa keadaan Khania. Dan setelah Khania diperiksa suster itu pun kembali."Nek. Apa Kai baik-baik saja?" ucap Khania tiba-tiba. "Kai baik-baik aja sayang. Dia tadi Nenek titipkan sama Monic jadi kamu gak udah khawatir ya," sahut nenek sambil membelai rambut Khania."Mas, gimana keadaan Gabriel?" tanya Khania."Dia baik-baik aja, dia juga udah lewati masa kritisnya. Jadi kamu gak usah khawatir lagi ya sayang. Gabriel baik-baik aja sekarang," jawab Efgan singkat.Khania menanggukan kepalanya.Nenek tak terkejut karena sudah diberi tahu tentang Gabriel yang menyelamatkan Khania dan juga Kai. Nenek malah sangat bersyukur dan berterima kasih pada Gabriel karena sudah menolong cucu menantu dan cicitnya.Dua minggu kemudian.Khania yang tengah memberi ASI pada Kai di kamar terkejut saat tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau jika itu ulah suaminya."Mas
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis