Khania terkejut saat mobil itu akan jatuh ke dalam jurang ia memejamkan matanya dengan begitu erat. "Ya Tuhan! Apakah ajalku sudah dekat? Apa secepat ini nyawaku kau ambil? Aku tadi hanya bercanda gak serius ingin mati. Aku masih mau melihat anakku dan hidup bersama suamiku," batinnya. Ia menangis di dalam hati merutuki ucapannya yang sembarangan.BRUKK!Mobil itu menghantam sebuah pohon dan beruntungnya mobil itu tak sampai jatuh lebih dalam ke dalam jurang.Khania sempat sadar. Namun beberapa detik kemudian gelap yang Khania rasakan.'Ini kenapa gelap? Apa sekarang saya sudah di alam yang berbeda? Tapi kenapa gelap begini? Ah ... atau jangan-jangan aku lagi ada di dalam kubur? Waduh, kata orang dalam kubur itu akan bercahaya jiga amal kita bagus. Berarti amal perbuatanku selama ini buruk. Ya Allah ampuni dosa hambamu ini,' ucap Khania dalam hatinya."Sayang!" Khania sayup-sayup mendengar suara tangisan seseorang sambil mengucap kata sayang. Khania pun teru
"Dia kenapa Mas?" tanya Khani yang sudah tak sabar mendengar kabar anaknya. Jamtungnya berdetak dengam cepat. Ia takut kalau anaknya kenapa-napa. Ia akan sangat merasa bersalah jika sampai terjadi sesuatu pada sang anak."Kamu yang sabar ya sayang. Kamu harus kuat," ucap Efgan sambil memeluk Khania dengan erat."Anak kita gak apa-apa kan Mas?" tanya Khania dengan nada suara yang melemah."Dia harus dirawat di NICU, karena saat kamu kecelakaan kamu pendarahan yang mengharuskan kamu oprasi caesar. Kondisi kamu sempat kritis waktu itu dan anak kita juga gak baik-baik aja. Tapi beruntungnya kalian berdua bisa selamat dan sekarang kamu bisa sadar. Mas merasa sangat bersyukur karena kamu bisa melewati masa kritis." Efgan kembali mencuim kening Khania lalu ia beralih menciumi seluruh wajah Khania. Sampai tiba di bibir Khania, ia dengan cepat melahap bibir ranum Khania yang sudah lama tak ia rasakan kenyalnya bibir istrinya itu.Khania memukul pelan dada Efgan saat dia merasa kurang oksigen.
Khania yang sebenarnya sudah bangun dan mendengarkan pembicaraan mereka terkenjt kala mendengar Monic yang meminta maaf padanya. Kenapa kakak iparnya itu meninta maaf padanya?Monic yang mendengar suara ketukan di pintu dengan celat ia membuka pintu itu dan terdengar ia menyurub masuk orang itu.Khania yang penasaranpun sedikit membuka matanya. Mata yang semula hanya mengintip kini terbuka lebar kala melihat apa yang ada di hadapanya kini. Ia menelan salivanya dengan kasar.'Gila kenapa kak Monic melakukan itu di sini sih? Ah ... jadi ini yang membuat kak Monic minta maaf dia mau bawa pacarnya ke sini dan mau cipokan di sini. Hmm kayak yang gak ada tempat lain aja,' batin Khania. Khania kembali memejamkan matanya.'Siapa sih pacarnya kak Monic itu? Kok aku penasaran ya,' ucap Khania maaih dalam hatinya. Ia kembali membuka sedikit matanya untuk mengintip.Khania kembali melebarkan matanya dan mulutnya. "Pak Glen," seru Khania tanpa sadar.Sepasang sejoli yang tengah asyik berciuman pun
Monic dan Khania mengernyitkan keningnya.Khania yang tengah dipeluk Efgan pun mendongakan kepalanya."Maksud Mas ngomong gitu apa?" tanya Khania yang tak mengerti maksud sang suami."Glen sama kak Monic pacaran sayang," jawab Efgan dengan santainya.Monic membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang ia dengar."Lho, katanya Mas Efgan gak tau? Ini dia tau kak?" ucap Khania sambil menatap Monic yang terlihat syok."Kamu juga tau sayang kalau mereka pacaran?" tanya Efgan.Khania mengganggukan kepalanya."Sejak kapan?""Baru tadi aku tau pas lihat mereka yang lagi ci—" ucapan Khania terhenti saat Monic dengan tiba-tiba menyuapkan buah anggur ke mulut Khania."Makan ya, jangan banyak bicara biar kamu sehat. Kamu kan baru sadar masa udah banyak bicara," ucap Monic sambil memberi pelototan pada adik iparnya itu.Khania yang mengerti pun tak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk makan buah yang kini disuapi Monic."Kamu belum selesai lh
Efgan panik saat melihat Khania merintih. "Kamu kenapa sayang? Ada yang sakit?" Khania menatap Efgan dan tersenyum. "Lapar," ucapnya manja."Kamu itu ya, hampir bikin aku jantungan." Efgan mencolek hidung Khania ia dan tersenyum. "Kamu mau makan apa, hmm?" tanya Efgan sambil medorong kursi roda Khania."Apa aja Mas, yang penting bisa di makan," sahut Khania."Oke, kamu tunggu sebentar di kamar aja ya. Mas beli dulu makanan buat kamu," ucapnya sambil membuka pintu kamar rawat Khania.Di dalam sudah ada nenek, Monic dan Glen. Mereka semua menatap ke arah pintu saat Efgan dan Khania masuk."Udah jenguk Baby nya sayang?" tanya nenek sambil menghampiri Khania.Khania menganggukan kepalanya.Efgan membantu Khania untuk berbaring di atas ranjang. Lalu menyelimutinya."Kamu tunggu sebentar ya, aku gak akan lama." Efgan mencium kening istrinya itu. Dan saat Efgan akan melangkah keluar, langkahnya terhenti saat mendengar seruan yang serentak dari nenek, Glen dan Monic."Kamu mau ke mana?" tany
Monic menoleh ke arah Glen. Ia heran saat melihat Glrn yang hanya diam menatap dirinya. Monicpun pasrah dengan apa yang akan yerjadi ke depannya. Ia siap terima jika Glen tak ingin melanjutkan hubungan mereka.Namun, di luar dugaan. Glen kini tersenyum dan tangannya terulur ke arah kepala Monic."Aku sudah tau,"Mata Monic terbelalak mendengar ucapan Glen. "Maksud kamu apa? Kamu tau apa?" tanya Monic."Aku tau prihal kamu yang sudah tak gadis lagi, dan aku tak mempermasalahkan itu. Aku terima kamu apa adanya." Glen mengusap puncak kepala Monic dan tersenyun lembut. "Sejak kapan?" tanya Monic dengan mata yang berkaca-kaca."Dari dulu," jawab Glen dengan santainya."Dari dulu? Darimana kamu tau?" tanyanya lagi dengan wajah yang penasaran."Emm ... rahasia," sahut Glen dengan tersenyum misterius."Jangan bilang kamu mematai-mataiku?" Glen tak menjawab dan melah memalingkan wajahnya."Glen," teriak Monic sambil mengguncang bahunya Glen."Bukan aku yang mematai-mataimu, tapi adik kamu ya
Efgan datang bersama suster. Ia heran saat melihat raut wajah sang istri yang terlihat muram."Sayang, kamu kenapa? Sakit banget ya? Itu aku udah bawa suster biar dia periksa kamu ya," ucap Efgan dengan lembut.Khania tak menjawab bahkan tak melihat ke arah suaminya. Khania hanya menatap dan tersenyum ke arah suster yang ada di belakang Efgan.Suster itu mendekat ke arah Khania dan tersenyum ramah. "Permisi ya Bu, saya periksa sembentar," ucap suster itu sambil memeriksa Khania. Setelah selesai diperiksa dan bertanya pada Khania apa yang sakit suster itu memberikan obat untuk dimakan oleh Khania.Selepas kepergian suster itu. Efgan duduk di samping istrinya. Ia heran melihat perubahan Khania terhadap dirinya."Sayang, kamu kenapa sedari tadi cemberut gitu? Apa sesakit itu ya?" tanya Efgan. Namun lagi-lagi tak ada jawaban dari Khania. Khania berdiri dari sofa dan berjalan ke arah ranjang tanpa menoleh sedikitpun pada Efgan.Efgan menatap heran Khania. Ada apa dengan istrinya itu. Nam
Efgan terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang, lebih terkejut lagi saat ia melihat siapa yang kini memeluknya. Refleks dia melepaskan tangan yang tengah melingkar di perutnya itu dan mendorong orang itu jauh-jauh."Aww," jerit orang itu dengan manja. "Kamu tega ih." Sambungnya sambil berdiri. Ia memegangi bokongnya yang sakit karena mencium lantai.Khania menahan tawanya.Orang itu lalu menatap sinis pada Khania dan memalingkan wajahnya saat Khania menatapnya, ia lalu berjalan mendekat pada Efgan.Efgan gugup saat melihat orang yang tadi memwluknya kini mendekat padanya. Ia pun melepaskan tangannya yang tengah memegang pundak Khania dan melangkah mundur."Stop! Jangan deket-deket!" teriak Efgan dengan mata yang melotot tajam.Orang itu tersenyum genit pada Efgan.Dengan langkah seribu Efgan lari dari sana meninggalkan Khania sendiri di lorong rumah sakit.Orang itu tak tinggal diam dan berlari mengejar Efgan.Khania yang sudah tak kuat menahan tawanya pun melepaskan tawanya de