Monic dan Khania mengernyitkan keningnya.Khania yang tengah dipeluk Efgan pun mendongakan kepalanya."Maksud Mas ngomong gitu apa?" tanya Khania yang tak mengerti maksud sang suami."Glen sama kak Monic pacaran sayang," jawab Efgan dengan santainya.Monic membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang ia dengar."Lho, katanya Mas Efgan gak tau? Ini dia tau kak?" ucap Khania sambil menatap Monic yang terlihat syok."Kamu juga tau sayang kalau mereka pacaran?" tanya Efgan.Khania mengganggukan kepalanya."Sejak kapan?""Baru tadi aku tau pas lihat mereka yang lagi ci—" ucapan Khania terhenti saat Monic dengan tiba-tiba menyuapkan buah anggur ke mulut Khania."Makan ya, jangan banyak bicara biar kamu sehat. Kamu kan baru sadar masa udah banyak bicara," ucap Monic sambil memberi pelototan pada adik iparnya itu.Khania yang mengerti pun tak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk makan buah yang kini disuapi Monic."Kamu belum selesai lh
Efgan panik saat melihat Khania merintih. "Kamu kenapa sayang? Ada yang sakit?" Khania menatap Efgan dan tersenyum. "Lapar," ucapnya manja."Kamu itu ya, hampir bikin aku jantungan." Efgan mencolek hidung Khania ia dan tersenyum. "Kamu mau makan apa, hmm?" tanya Efgan sambil medorong kursi roda Khania."Apa aja Mas, yang penting bisa di makan," sahut Khania."Oke, kamu tunggu sebentar di kamar aja ya. Mas beli dulu makanan buat kamu," ucapnya sambil membuka pintu kamar rawat Khania.Di dalam sudah ada nenek, Monic dan Glen. Mereka semua menatap ke arah pintu saat Efgan dan Khania masuk."Udah jenguk Baby nya sayang?" tanya nenek sambil menghampiri Khania.Khania menganggukan kepalanya.Efgan membantu Khania untuk berbaring di atas ranjang. Lalu menyelimutinya."Kamu tunggu sebentar ya, aku gak akan lama." Efgan mencium kening istrinya itu. Dan saat Efgan akan melangkah keluar, langkahnya terhenti saat mendengar seruan yang serentak dari nenek, Glen dan Monic."Kamu mau ke mana?" tany
Monic menoleh ke arah Glen. Ia heran saat melihat Glrn yang hanya diam menatap dirinya. Monicpun pasrah dengan apa yang akan yerjadi ke depannya. Ia siap terima jika Glen tak ingin melanjutkan hubungan mereka.Namun, di luar dugaan. Glen kini tersenyum dan tangannya terulur ke arah kepala Monic."Aku sudah tau,"Mata Monic terbelalak mendengar ucapan Glen. "Maksud kamu apa? Kamu tau apa?" tanya Monic."Aku tau prihal kamu yang sudah tak gadis lagi, dan aku tak mempermasalahkan itu. Aku terima kamu apa adanya." Glen mengusap puncak kepala Monic dan tersenyun lembut. "Sejak kapan?" tanya Monic dengan mata yang berkaca-kaca."Dari dulu," jawab Glen dengan santainya."Dari dulu? Darimana kamu tau?" tanyanya lagi dengan wajah yang penasaran."Emm ... rahasia," sahut Glen dengan tersenyum misterius."Jangan bilang kamu mematai-mataiku?" Glen tak menjawab dan melah memalingkan wajahnya."Glen," teriak Monic sambil mengguncang bahunya Glen."Bukan aku yang mematai-mataimu, tapi adik kamu ya
Efgan datang bersama suster. Ia heran saat melihat raut wajah sang istri yang terlihat muram."Sayang, kamu kenapa? Sakit banget ya? Itu aku udah bawa suster biar dia periksa kamu ya," ucap Efgan dengan lembut.Khania tak menjawab bahkan tak melihat ke arah suaminya. Khania hanya menatap dan tersenyum ke arah suster yang ada di belakang Efgan.Suster itu mendekat ke arah Khania dan tersenyum ramah. "Permisi ya Bu, saya periksa sembentar," ucap suster itu sambil memeriksa Khania. Setelah selesai diperiksa dan bertanya pada Khania apa yang sakit suster itu memberikan obat untuk dimakan oleh Khania.Selepas kepergian suster itu. Efgan duduk di samping istrinya. Ia heran melihat perubahan Khania terhadap dirinya."Sayang, kamu kenapa sedari tadi cemberut gitu? Apa sesakit itu ya?" tanya Efgan. Namun lagi-lagi tak ada jawaban dari Khania. Khania berdiri dari sofa dan berjalan ke arah ranjang tanpa menoleh sedikitpun pada Efgan.Efgan menatap heran Khania. Ada apa dengan istrinya itu. Nam
Efgan terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang, lebih terkejut lagi saat ia melihat siapa yang kini memeluknya. Refleks dia melepaskan tangan yang tengah melingkar di perutnya itu dan mendorong orang itu jauh-jauh."Aww," jerit orang itu dengan manja. "Kamu tega ih." Sambungnya sambil berdiri. Ia memegangi bokongnya yang sakit karena mencium lantai.Khania menahan tawanya.Orang itu lalu menatap sinis pada Khania dan memalingkan wajahnya saat Khania menatapnya, ia lalu berjalan mendekat pada Efgan.Efgan gugup saat melihat orang yang tadi memwluknya kini mendekat padanya. Ia pun melepaskan tangannya yang tengah memegang pundak Khania dan melangkah mundur."Stop! Jangan deket-deket!" teriak Efgan dengan mata yang melotot tajam.Orang itu tersenyum genit pada Efgan.Dengan langkah seribu Efgan lari dari sana meninggalkan Khania sendiri di lorong rumah sakit.Orang itu tak tinggal diam dan berlari mengejar Efgan.Khania yang sudah tak kuat menahan tawanya pun melepaskan tawanya de
"Glen, kamu apa-apaan sih," teriak Monic yang terkejut saat melihat Glen datang dengan tiba-tiba dan langsung menghajar Gabriel."Kamu yang apa-apaan, dia itu siapa? Sudah tau kamu udah punya calon suami, kenapa masih main mata sama lelaki lain," sahut Glen dengan nada penuh emosi.Efgan yang melihat Glen yang dilanda amarah mendekat dan mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya."Glen," seru Efgan."Diam! kamu juga. Bukannya mengingatkan kakak kamu itu supaya gak dekat-dekat dengan lelaki lain. Kenapa kamu malah membiarkan dia," ucapnya dengan Emosi pada Efgan."Bukan gitu Glen, kamu tenang dulu!" Efgan membawa Glen. Namun, Glen menepis tangan Efgan."Glen, ini semau gak seperti apa yang kamu lihat, dia itu—" ucapan Monic terhenti oelh Glen."Diam!" bentak Glen pada Monic.Efgan yang sedari tadi masih menahan amarahnya kini murka saat melihat Glen membentak kakaknya.BUKK!Efgan yang sudah tak bisa lagi menahan amarahnya memukul wajah Glen
Glen menunjuk arah dadanya. "Ini yang sakit, karena kamu marah jadinya sakit, sakit banget," ucapnya dengan lebay.PLAKK!Monic memukul lengan Glen, ia merasa gemas dengan kekasihnya ini. Ia pikir Glen beneran sakit sampai ia tadi panik dan khawatir, tapi ternyata semua itu hanya modus saja.Glen tersenyum cengengesan.Monic berdiri dan pergi meninggalkan Glen sendiri."Sayang tunggu." Glen segera bangkit dan berlari kecil untuk mengejar Monic. Monic tak menghiraukan Glen dan terus saja berjalan."Sayang, kamu marah?" tanya Glen saat sudah dekat dengan Monic. Tangannya membawa tangan Monic dan menggenggamnya erat."Aku gak marah, cuma kesel aja sama kamu. Kamu bisa gak sih jangan main-main kayak tadi, aku tadi itu beneran panik tau, takut kamu kenapa-napa," omel Monic.Glen tersenyum lalu membawa Monic ke dalam dekapannya. "Iya, aku minta maaf. Aku gak akan gitu lagi, gak akan bikin kamu khawatir lagi, aku janji."Monic menatap manik mat
Efgan dengan cepat mengambil ponselnya dan segera menghubungi seseorang."Bagaimana keadaan di sana?" tanyanya pada seseorang di sebrang sana.Efgan mengangguk-anggukan kepalanya saat mendengar jawaban dari seseorang yang tengah berbicara padanya di sebrang telepon."Bagus, kalian harus terus waspada jangan sampai lemah dan kalian harus ingat jangan sampai menimbulkan kecurigaan," ucapnya lagi setelah itu Efgan memarikan sambungan telepon itu. Ia bisa bernapas lega saat mengetahui jika anaknya kini aman. Ia memang menepatkan anak buah Hendrik untuk menjaga anaknya. Namun, mereka semua menyamar agar tidak timbul kecurigaan.Efgan melihat jam di tangannya. Ia menatap pintu yang tertutup rapat. Ia heran karena Gabriel tak kunjung kembali. Namun, ia tak ingin mempedulikan itu. Ia yakin Gabriel bisa menjaga dirinya sendiri, ia pun bangkit dari sofa itu dan berjalan ke arah ranjang di mana sang istri tengah tertidur pulas. Ia pun dengan cepat naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Kha