"Glen, kamu apa-apaan sih," teriak Monic yang terkejut saat melihat Glen datang dengan tiba-tiba dan langsung menghajar Gabriel."Kamu yang apa-apaan, dia itu siapa? Sudah tau kamu udah punya calon suami, kenapa masih main mata sama lelaki lain," sahut Glen dengan nada penuh emosi.Efgan yang melihat Glen yang dilanda amarah mendekat dan mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya."Glen," seru Efgan."Diam! kamu juga. Bukannya mengingatkan kakak kamu itu supaya gak dekat-dekat dengan lelaki lain. Kenapa kamu malah membiarkan dia," ucapnya dengan Emosi pada Efgan."Bukan gitu Glen, kamu tenang dulu!" Efgan membawa Glen. Namun, Glen menepis tangan Efgan."Glen, ini semau gak seperti apa yang kamu lihat, dia itu—" ucapan Monic terhenti oelh Glen."Diam!" bentak Glen pada Monic.Efgan yang sedari tadi masih menahan amarahnya kini murka saat melihat Glen membentak kakaknya.BUKK!Efgan yang sudah tak bisa lagi menahan amarahnya memukul wajah Glen
Glen menunjuk arah dadanya. "Ini yang sakit, karena kamu marah jadinya sakit, sakit banget," ucapnya dengan lebay.PLAKK!Monic memukul lengan Glen, ia merasa gemas dengan kekasihnya ini. Ia pikir Glen beneran sakit sampai ia tadi panik dan khawatir, tapi ternyata semua itu hanya modus saja.Glen tersenyum cengengesan.Monic berdiri dan pergi meninggalkan Glen sendiri."Sayang tunggu." Glen segera bangkit dan berlari kecil untuk mengejar Monic. Monic tak menghiraukan Glen dan terus saja berjalan."Sayang, kamu marah?" tanya Glen saat sudah dekat dengan Monic. Tangannya membawa tangan Monic dan menggenggamnya erat."Aku gak marah, cuma kesel aja sama kamu. Kamu bisa gak sih jangan main-main kayak tadi, aku tadi itu beneran panik tau, takut kamu kenapa-napa," omel Monic.Glen tersenyum lalu membawa Monic ke dalam dekapannya. "Iya, aku minta maaf. Aku gak akan gitu lagi, gak akan bikin kamu khawatir lagi, aku janji."Monic menatap manik mat
Efgan dengan cepat mengambil ponselnya dan segera menghubungi seseorang."Bagaimana keadaan di sana?" tanyanya pada seseorang di sebrang sana.Efgan mengangguk-anggukan kepalanya saat mendengar jawaban dari seseorang yang tengah berbicara padanya di sebrang telepon."Bagus, kalian harus terus waspada jangan sampai lemah dan kalian harus ingat jangan sampai menimbulkan kecurigaan," ucapnya lagi setelah itu Efgan memarikan sambungan telepon itu. Ia bisa bernapas lega saat mengetahui jika anaknya kini aman. Ia memang menepatkan anak buah Hendrik untuk menjaga anaknya. Namun, mereka semua menyamar agar tidak timbul kecurigaan.Efgan melihat jam di tangannya. Ia menatap pintu yang tertutup rapat. Ia heran karena Gabriel tak kunjung kembali. Namun, ia tak ingin mempedulikan itu. Ia yakin Gabriel bisa menjaga dirinya sendiri, ia pun bangkit dari sofa itu dan berjalan ke arah ranjang di mana sang istri tengah tertidur pulas. Ia pun dengan cepat naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Kha
"Jadi apa yang harus kita lakukan? Masa iya kita membiarkan dia berkeliaran di dekat Khania dan Kai, itu akan sangat berbahaya bagi istri dan anak kamu," ucap Glen."Untuk sementara ini kita diam aja dulu. Kita lihat, sampai mana dia akan bertindak," balas Efgan dengan tangan yang terkepal erat. Ia sungguh tidak menyangka jika Gabriel mempunyai niat buruk. Benar firasatnya selama ini. Dan semua kecurigaannya terbukti sekarang, Gabriel mendekati Khania karena ada maksud tertentu. Beruntungnya Efgan sekarang lebih peka dan sensitif. Ia tak bisa lengah lagi dan membahayakan nyawa Khania. Apalagi sekarang sudah ada anaknya yang juga harus ia jaga."Tapi ...." Glen yang merasat tak tenang mencoba protes. Namun, ucapannya tertahan saat melihat tatapan mata Efgan yang sangat tajam padanya. Ia pun mengalah. "Baiklah kalau itu maumu," ujar Glen dengan lesu."Kita pantau saja dia, saat ada pergerakan yang mencurigakan baru kalian eksekusi," ucap Efgan.Glen menganggukan kepalanya.Tiba di kant
Khania dengan cepat turun dari atas ranjangnya dan berlari menghampiri orang yang tengah menggendong Kai."Kamu mau bawa anakku ke mana?" Orang itu menoleh dan tersenyum.Seketika Khania terdiam."Ma-Mas, kamu kapan pulangnya?" tanya Khania yang terkejut saat melihat sang suami ada di sana. "Maaf Mas, aku kira kamu orang lain yang mau bawa anakku." Lanjutnya lagi."Dia juga anakku sayang. Bukan cuma anak kamu aja," rajuk Efgan.Khania tersenyum."Maaf, iya. Aku kira kamu orang lain yang mau bawa anak kita." Khania meralat kembali ucapannya."Emangnya kamu gak bisa bedain suami kamu sama orang lain?" ucap Efgan."Maaf Mas, mungkin karena nyawaku belum terkumpul semua, dan keburu panik. Ini semua gara-gara mbak Monic, jadinya kan aku parno," keluh Khania.Efgan mengerutkan alisnya. "Emang kak Monic ngapain kamu, sampai kamu ketakutan gitu?" tanya Efgan sambil terus mencoba menenangkan sang anak yang masih saja menangis.Khania membawa
"Ya ampun, enggak mungkin lah, orang aku baru aja lahiran. Lagian juga aku masih dalam masa nifas, jadi gak mungkin kan?" gumam Khania dengan raut bingung. Ia bingung dengan raut wajah Efgan yang terlihat kesal dan marah saat keluar dari kamar. "Bodo ah, lagian juga dia bakalan ngerti kalau aku lagi masa nifas. Jadi kita gak mungkin begituan," ucapnya, ia pun kembali memejamkan matanya.Setelah cukup lama Efgan menenangkan dirinya di luar dan duduk di taman sendirian. Akhirnya ia pun memutuskan kembali ke dalam kamar. Namun, langkahnya terhenti kala ia melihat Gabriel yang baru saja turun dari atas dan berjalan dengan terburu-buru."Dia mau ke mana?" gumamnya sambil terus memperhatikan Gabriel yang kini mulai mendekat padanya."Eh Mas Efgan," ucap Gabriel menghentikan langkahnya, ia tersenyum paksa pada Efgan."Kamu mau ke mana?" tanya Efgan yang penasaran."Ah ... itu, apa. Aku mau pergi keluar, ada urusan sebentar Mas," sahut Gabriel gelagapan.Efgan menger
Beberapa hari telah berlalu.Khania kini tengah asyik memandikan sang buah hati tanpa sadar jika Efgan yang sudah selesai mandi kini berdiri di belakangnya dan menatapnya tajam."Sayang baju aku mana?" tanya Efgan, ia celingukan mencari pakaiannya. Biasanya sang istri selalu menyiapkan pakaiannya. Tapi, ia tak melihat pakaiannya.Khania menoleh dan menepuk keningnya."Aduh maaf Mas, aku lupa. Sebentar ya aku pakaikan dulu baju buat Kai." Khania dengan cepat memakaikan baju pada Kai.Selesai memakaikan baju Kai, Khania lalu neletakan Kai di dalam box bayi lalu bergegas mengambil pakaian Efgan."Maaf ya Mas," ucap Khania sambil memberikan pakaian pada Efgan.Efgan tak menerima baju itu, ia malah tersenyum lalu mendekat pada istrinya dan berbisik. "Aku juga mau dipakaikan baju sama kamu." Efgan lalu melepaskan handuknya dan kini ia polos, tak ada sehelai benangpun di tubuhnya.Khania membelalakan matanya dan segera menutup matanya, walaupun mereka sudah menikah cukup lama. Namun, Khania
Siang harinya.Efgan tak bisa fokus untuk bekerja, ia masih memikirkan tentang bayangan yang cukup jelas ia lihat tadi pagi, ia takut jika itu orang jahat yang berniat mencelakai keluarganya. Ia pun dengan cepat berdiri dan membuat Glen yang tengah duduk di depannya terkejut sekaligus heran."Kamu mau ke mana?" tanya Glrn saat melihat Efgan yang hendak keluar."Pulang," jawab Efgan dengan santai sambil pergi dari ruangannya."Eeh, enak aja main pulang, pulang aja. Gak, gak bisa. Itu pekerjaan masih banyak," ucap Glen saat ia sudah berhasil menahan Efgan pergi."Tapi aku harus pulang," ucap Efgan.Glen mengernyitkan keningnya."Emangnya kenapa kamu harus pulang?" tanya Glen yang heran sekaligus bingung."Perasaan aku gak enak." Efgan hendak melangkah dan pergi dari hadapan Glen. Namun, lagi-lagi Glen menahan Efgan. "Kamu gak bisa pulang gitu aja, pekerjaan kita banyak!""Lepas," bentak Efgan pada Glen dan melepaskan tangan Glen yang tengah mem