"Saya terima nikah dan kawinnya, Khania Dwi Elviana binti Rustandi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" ucap Albi dengan lantang.
"Bagaimana, para saksi? Sah?" tanya penghulu."SAH!!" ucap semua orang yang menyaksikan pernikahan mereka."Alhamdulillah hirobbil 'alamin." Semua orang mengucapkan syukur atas kelancaran pernikahan sepasang sejoli yang saling mencintai itu.Selepas acara Ijab kabul, kedua mempelai dipersilakan untuk duduk di kursi pelaminan. Namun, baru saja Khania dan Albi mendaratkan bokongnya di kursi, mereka sudah dikejutkan dengan keributan di luar. "MAMI!" teriak Albi ketika melihat sang ibu sedang mengobrak-abrik dekorasi depan."Akhirnya kamu muncul juga, dasar anak durhaka! Siapa yang mengijinkan kalian menikah, HAH?! Mami tidak sudi kamu menikah dengan wanita miskin itu!" tunjuk Ibu Astika kepada Khania.Memang benar, pernikahan mereka dilaksanakan tanpa restu dari orang tua Albi, terutama Ibunya Albi. Ia sangat tidak setuju dengan hubungan mereka hanya karena Khania hidup sebatang kara dan tidak memiliki harta yang setara dengan mereka."Stop, Mami! Bagaimanapun, Khania sudah sah menjadi istri Albi. Dan sekarang, dia sudah menjadi menantu Mami." jawab Albi dengan berusaha menahan amarahnya."Mami tidak sudi memiliki menantu macam perempuan itu! Sekarang, kamu pulang! Ikut Mami, atau kamu akan tahu akibatnya jika kamu melawan!" ancam Ibu Astika kepada anaknya itu."Maaf, Mami, Albi tidak bisa ikut dengan Mami. Albi akan tetap berada di sini bersama Khania yang sekarang sudah menjadi istri Albi," sahut Albi sambil menggenggam erat tangan Khania yang berdiri dengan agak ketakutan di sampingnya."Mas!" Khania yang sedari tadi hanya terdiam sedih memandang Albi, akhirnya bersuara juga. Dia tidak mau kalau sampai Albi jadi dibenci oleh ibunya, apalagi karena membela Khania."Gak apa-apa, Sayang. Kamu tenang aja. Mas gak akan ninggalin kamu." ucap Albi pada Khania. Setelah tersenyum, Albi mengangkat tangan Khania dan menciumnya. Hal itu menimbulkan kekecewaan besar di hati sang ibu."Oke kalau itu pilihan kamu! Mami pastikan kamu akan menyesal karena sudah memilih wanita sialan itu! Lihat saja nanti! Kamu pasti akan memohon kepada Mami agar kamu bisa lepas dari wanita itu!" ucap Ibu Astika lalu pergi dengan dendam membara terhadap Khania di hatinya."Tapi, Mas ..." Khania yang merasa tidak enak hati tetap mencoba memaksa Albi untuk ikut dengan ibunya."Diam." Albi membawa Khania masuk ke dalam untuk melanjutkan acara yang tertunda.Mereka yang menyaksikan kejadian itu memandang Khania dengan sedih karena mereka tahu bahwa pernikahan Khania dan Albi tidak direstui.Namun, tanpa Khania dan Albi sadari, ada seseorang yang menatap mereka dengan penuh kemarahan. Kedua tangannya terkepal, tak terima melihat kemesraan yang ada di depan matanya. Seseorang itu lalu pergi dengan senyuman menyeringai. Dalam hatinya, muncul niat untuk membuat Khania dan Albi berpisah.**Selepas acara, Albi membawa Khania pulang ke rumah yang sudah dia siapkan untuk ditempati berdua."Sayang, kamu lapar?" tanya Albi setelah mendengar suara perut Khania. Jika Albi ingat-ingat, Khania memang tidak makan apa pun saat pesta. Kemarahan ibu Albi pasti membuat Khania kehilangan selera makan. Albi pun sedikit merasa bersalah."Aku pergi beli makanan, ya." Albi melangkahkan kakinya untuk pergi, tetapi Khania langsung menggenggam tangan Albi."Gak usah, Mas. Nia gak laper kok," sahut Khania."Hmm ..." Albi memutar otak. "Tapi Mas laper, sayang. Tadi selama acara belum sempat makan apa-apa." ucapnya memelas."Mas laper? Tunggu sebentar, Nia buatkan makanan, ya?""Mau masak apa? Di sini tidak ada bahan makanan. Kita belum sempat berbelanja bahan makanan. Kamu tunggu dulu di sini, ya. Aku akan beli makanan. Cuma sebentar kok."Khania mengangguk.Albi lalu keluar dari rumah dan segera menghidupkan motor sportnya. Ia memang sengaja mengendarai motor agar bisa lebih cepat.Khania yang ditinggal sendiri di rumah merebahkan dirinya ke sofa, dengan masih terbalut gaun pengantin. Di kepalanya, muncul hal-hal yang ia ingin lakukan dengan suaminya. Hal-hal yang menyenangkan.***Sepanjang perjalanan dari tempatnya membeli makanan, Albi terus menggerutu. Sudah dua jam ia meninggalkan istrinya di rumah. Ia tidak pernah menyangka bahwa tempatnya membeli makanan akan seramai itu.Kekesalan dan pikirannya yang sedang terburu-buru membuat Albi tidak berpikir panjang dalam mengendarai motornya. Ia terus menyalip kendaraan di depannya. Di jalanan yang kosong, Albi tak segan meningkatkan kecepatan motornya, hingga ... sebuah mobil tiba-tiba muncul dengan kecepatan tinggi.BRUKKK!!Albi dan motornya terseret beberapa meter oleh mobil itu sampai mobil itu berhenti.Pengendara mobil yang terkejut segera keluar dan meminta pertolongan kepada orang-orang di sekitar untuk membantunya mengeluarkan Albi yang berada di kolong mobil.Albi yang masih sadar melihat sekitar dan menatap orang yang kini sedang berada di dekatnya."Mas, tolong saya," Albi menggenggam tangan pria itu."Iya, saya akan menolong kamu! Tunggu! Sebentar lagi ambulannya akan datang!""Saya tidak akan bertahan." ucap Albi lirih."Jangan bicara seperti itu. Bertahanlah!""Tolong jaga istri saya. Dia tidak punya siapa-siapa selain saya. Tolong lindungi dia. Tolong gantikan saya." setelahnya, Mata Albi terpejam.Khania berlari menyusuri lorong rumah sakit. Ia begitu terburu-buru dan hatinya sangat tidak tenang. Beberapa kali ia bertabrakan dengan orang-orang yang sedang berlalu lalang di lorong itu, tapi ia sama sekali tidak peduli.Di ujung lorong, Khania melihat ibu Astika yang sedang menangis histeris. Menyadari kedatangan Khania, matanya langsung mengeluarkan tatapan membunuh.Khania tertegun saat melihat orang yang selama ini sangat membencinya menatap dia dengan tatapan itu. Namun, Khania berusaha untuk berani. Tanpa menghiraukan tatapan itu, Khania berjalan menghampiri orangtua Albi. Namun ...PLAKKKKK!!Ibunya Albi menampar keras pipi Khania, sampai menyebabkan Khania terhuyung dan nyaris jatuh."Dasar wanita sialan! Ini semua gara-gara kamu! Gara-gara kamu, anak saya jadi meninggal! Kembalikan anak saya! Kembalikan dia!!" teriaknya lalu menarik Khania dan memukul-mukul tubuh Khania dengan brutal.Pak Erwin, ayah dari Albi yang melihat Khania kesakitan mencoba menahan istrinya agar dia
Tiba di kediaman orang tua Albi, Khania bergegas masuk. Saat tiba di dalam rumah itu, orang-orang memandang Khania dengan tatapan yang berbeda-beda.Ibu Astika yang melihat Khania segera bergegas menghampiri Khania dan melayangkan tamparan bertubi-tubi pada Khania. Khania yang mendapatkan serangan dan hinaan dari mertuanya itu hanya diam tanpa perlawanan. Dia sudah bertekad akan tetap berada di sana apa pun yang terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar wanita sialan!" teriak ibu Astika sambil terus memukul Khania dan menyeret Khania keluar dari rumahnya. Namun, Khania dengan sekuat tenaga mempertahankan posisinya agar ibu Astika tidak bisa menyeretnya keluar. Dia mencoba bertahan walaupun harus kesakitan.Semua orang yang menyaksikan perkelahian ibu Astika dan Khania mencoba melerai mereka dan meminta kepada ibu Astika agar Khania diizinkan untuk tetap di sana, karena bagaimanapun Khania itu istri Albi.Khania yang mendapatkan izin dari ayah mertuanya segera duduk di samping jenazah Albi
Pagi harinya Khania yang tidak bisa tidur semalaman pun memutuskan untuk pergi ke pamakaman, tempat di mana semalam sang suami dimakamkan. Dia ingin menumpahkan rasa rindunya kepada sang suami lewat ziarah dan do'a.Tiba di sebuah pemakaman Khania langsung saja keluar dari taxi setelah taxi itu berhenti. Dia berjalan menuju ke arah di mana makam suaminya berada. Tiba di depan makam Khania lalu duduk berjongkok di sebelah makam itu dan menangis, dia menumpahkan semua rasa yang ada di hatinya dengan menangis.Namun saat Khania akan berdo'a. Khania terkejut kala ia mendengar suara seseorang dengan lantang di sebelahnya."Ayo kita menikah," ucap seseorang itu tepat di sebelah Khania, Khania yang terkejut mendongakan kepalanya untuk melihat siapa yang sedang berbicara padanya."APA?!" teriak Khania pada lelaki yang menurut Khania tidak asing itu, dia seperti pernah melihat orang itu, tapi di mana? Khania lupa."Ayo kita menikah, Khania!" Lelaki itu mengulang kembali perkataannya kepada Kha
"Kyaaa! Kenapa anda menarik saya dan cium-cium bibir saya?!" Khania berteriak kepada Efgan ketika dia sudah bangkit dari atas tubuh Efgan. Khania yang terkejut memukul-mukul tubuh Efgan yang sudah berdiri. BUKK ... BUKK!! "Aww! Sakit Khania!!" Efgan meringis kesakitan karena pukulan Khania cukup keras juga pada tubuhnya, Efgan menahan tangan Khania yang akan memukulnya lagi dan menggenggamnya dengan erat. "Saya tidak mencium kamu dengan sengaja, tadi itu saya nolongin kamu yang hampir tertabrak motor.""Alaah Alasan! Bilang aja mau cari kesempatan dalam kesempitan. Iya kan?!" tuding Khania pada Efgan. Khania kesal dan tidak terima Efgan sudah menciumnya walaupun tidak disengaja."Kamu itu ya, bukannya terima kasih kerana udah ditolongin. Malah nuduh saya yang enggak-nggak," balas Efgan yang tak habis pikir dengan Khania yang seolah menuduhnya mencium bibir Khania duluan."Lah, saya gak nuduh tuh, Emang kenyataannya! Awas ya, saya akan laporin anda karena tadi itu termasuk peleceh
Khania yang sudah lemas dan tidak sanggup untuk bertahan lagi samar-samar melihat seseorang menghampirinya, seseorang itu menggenggam dan membawa tubuh Khania, setelahnya Khania kehilangan kesadarannya.**Efgan yang melihat Khania menabrak pembatas jembatan dan terjatuh ke sungai segera keluar dari dalam mobilnya dan pergi berlari ke pinggir sungai, sampai di pinggir sungai, Efgan segera berenang untuk menolongnya. Setelah beberapa saat Efgan berenang menyusuri sungai, akhirnya Efgan menemukan Khania yang tidak jauh dari dirinya. Efgan yang melihat Khania sudah lemas dan tak berdaya segera berenang menghampiri Khania dan membawanya ke atas permukaan.Efgan segera membawa tubuh Khania ke daratan, lalu dia mengecek nadinya. Dengan segera Efgan melakukan pertolongan pertama dengan melakukan CPR dan juga memberikan bantuan napas untuk Khania. "Khania saya mohon sadarlah."Efgan masih terus berusaha menyadarkan Khania. "Khania tolong sadarlah. Jangan sampai saya merasakan penyesalan lagi,
"Khania tunggu! Sebenarnya ... ada yang ingin mencelakai kamu, dan menginginkan nyawa kamu," ucap Efgan setelah dia berpikir keras, alasan apa yang bisa membuat Khania mempercayainya tanpa harus membencinya."Maksud anda apa?" tanya Khania dengan mengernyitkan alisnya, dia tidak paham dengan apa yang lelaki di hadapannya ini bicarakan."Ada yang mengincar nyawa kamu Khania, dia ingin menghabisi kamu! Coba kamu ingat-ingat berapa kali kamu hampir celaka dan untungnya saya ada di waktu yang tepat," balas Efgan.Dia menatap manik mata Khania dengan tatapan penuh harap, ya dia berharap Khania akan percaya padanya dan meminta perlindungannya."Apa ini bukan akal-akalan anda saja, biar saya menerima anda?! Bisa saja kan anda sengaja mencelakai saya, dan berpura-pura menolong saya agar saya membalas budi kepada anda?!"Pertanyaan dari Khania membuat Efgan bingung harus menjelaskan dengan bagaimana lagi agar Khania bisa percaya kepadanya."Khania saya tidak setega dan seberani itu untuk mencel
Keesokan harinya.Khania yang baru saja selesai bekerja dan keluar dari restoran celingukan ke kanan dan ke kiri, dia seperti sedang mencari seseorang."Kamu cari siapa Khania?" tanya salah satu teman Khania yang kebetulan satu sif dengannya dan akan pulang."Aah! Enggak, aku lagi cari ojek," elak Khania yang sebenarnya dia sedang mencari mobil Efgan yang biasanya selalu ada terparkir di depan restoran. "Hmm ... Eh iya, tumben cowok ganteng yang biasa suka nangkring mobilnya di parkiran kok gak ada ya?!" tanya teman Khania yang membuat Khania terkejut sekaligus heran."Yang mana?" tanya Khania, ia sengaja bertanya karena takut salah kalau yang sedang dibicarakan oleh temannya itu Efgan lelaki yang selama ini sering mengganggu dan menguntitnya atau bukan."Itu lho! Yang sering banget gangguin kamu," sahut teman Khania lagi yang sontak membuat Khania membulatkan matanya."Kamu tau dia sering ganggu aku?" tanya Khania yang terkejut."Ya tau lah! Bahkan ya, anak-anak yang lain bilangnya d
Khania terkejut dan membelalakan matanya, saat ia melihat pisau yang tadi mengarah kepadanya tertancap di tanah, tepat di bawah kakinya. Khania lalu melihat orang yang tadi memegang pisau itu sudah terkapar tak berdaya di tanah."Khania ayo, buruan naik!" ujar Iren di atas motornya setelah ia menabrakkan motor itu pada lelaki yang tadi hampir menusuk Khania.Khania yang masih terkejut hanya diam saja, sampai tepukan di bahunya menyadarkan ia dari rasa terkejutnya. Khania melihat ke arah Iren dan menoleh ke arah samping. Seketika ia terkejut saat melihat Efgan, lelaki yang selama ini mengganggunya tengah bertarung melawan orang-orang yang tadi sudah menghadangnya."Tapi ... itu." Khania menunjuk ke arah Efgan yang tengah berkelahi dengan orang-orang yang tadi menghadang Khania."Ayo buruan sebelum dia bangun." Iren menujuk ke arah pria yang tadi menyerang Khania dengan pisau.Iren yang tidak ingin membuang waktu dengan cepat menarik tangan Khania agar Khania segera naik ke atas motor