Share

BAB 2 - KEPERGIAN ...

Khania berlari menyusuri lorong rumah sakit. Ia begitu terburu-buru dan hatinya sangat tidak tenang. Beberapa kali ia bertabrakan dengan orang-orang yang sedang berlalu lalang di lorong itu, tapi ia sama sekali tidak peduli.

Di ujung lorong, Khania melihat ibu Astika yang sedang menangis histeris. Menyadari kedatangan Khania, matanya langsung mengeluarkan tatapan membunuh.

Khania tertegun saat melihat orang yang selama ini sangat membencinya menatap dia dengan tatapan itu. Namun, Khania berusaha untuk berani. Tanpa menghiraukan tatapan itu, Khania berjalan menghampiri orangtua Albi. Namun ...

PLAKKKKK!!

Ibunya Albi menampar keras pipi Khania, sampai menyebabkan Khania terhuyung dan nyaris jatuh.

"Dasar wanita sialan! Ini semua gara-gara kamu! Gara-gara kamu, anak saya jadi meninggal! Kembalikan anak saya! Kembalikan dia!!" teriaknya lalu menarik Khania dan memukul-mukul tubuh Khania dengan brutal.

Pak Erwin, ayah dari Albi yang melihat Khania kesakitan mencoba menahan istrinya agar dia tidak semakin menyakiti Khania.

"Lepas, Pi! Biar Mami hajar wanita pembawa sial itu sampai mati!" Ibu Astika memberontak dan mencoba melepaskan diri dari Pak Erwin untuk bisa menghajar Khania lagi.

"Cukup, Mi! Anak kita meninggal bukan karena Khania. Ini semua sudah takdir Tuhan. Kita tidak boleh menyalahkan Khania." ucap Pak Erwin mencoba menenangkan istrinya itu.

"Kenapa Papi bela dia?! Sudah jelas-jelas anak kita meninggal gara-gara wanita sialan itu! Dia wanita pembawa sial, Pi! Seharusnya dia saja yang mayi, bukan anak kita!" Ibu Astika meraung-raung di depan pintu UGD.

"Mi, jangan teriak-teriak, ini di rumah sakit!" ucap Pak Erwin lagi pada istrinya. Dia merasa tidak enak dengan orang-orang yang sedang menatap mereka.

"Biarin, Pi!! Biar semua orang tau kalau wanita itu yang sudah menyebabkan anak kita meninggal! Pergi kamu dari sini! Saya tidak sudi .elihat wajahmu itu! Pergi!"

Di kejauhan, lelaki yang tadi membawa Albi ke rumah sakit hanya diam menyaksikan perkelahian itu. Melihat kejadian itu, dia bisa menyimpulkan kalau wanita yang berpenampilan kacau itu adalah istrinya Albi.

Khania lalu bersimpuh di kaki ibunya Albi. Dia memohon agar dia bisa bertemu dengan Albi walaupun sebentar, dan tentu saja ibu Astika tidak mengizinkan Khania melihat Albi. Ibu Astika mendorong Khania dengan begitu kasar sampai Khania jatuh tersungkur di lantai.

"Khania, lebih baik kamu pergi saja dari sini. Maaf, bukannya Papi ingin mengusir kamu, tapi ini semua demi kebaikan kamu dan juga Mami." ucap pak Erwin pada Khania dengan lembut. Sebenarnya dia kasihan juga terhadap Khania, namun apalah daya jika sang istri sudah berkehendak dia pun tak bisa berbuat apa-apa.

Khania dengan terpaksa melangkah pergi dari sana dengan hati yang sakit. Khania tidak pernah menyangka jika lelaki yang baru saja menikahinya beberapa jam yang lalu telah meninggalkannya seorang diri. Andai saja kalau dia tadi mencegah Albi untuk pergi keluar, sudah pasti dia sekarang masih berada di sisinya, ah, tidak, andai saja dia menolak menikah dengan Albi, pasti semua ini tidak akan terjadi.

Khania tidak menyadari, ketika ia berjalan pergi dari rumah sakit, ada seseorang yang terus mengamatinya.

**

Setibanya di rumah, Khania menangis sejadi-jadinya sambil terduduk di lantai kamar. Seharusnya sekarang adalah malam pertama untuk dia dan Albi. Namun, itu hanya akan menjadi angan-angan saja untuk Khania, karena sekarang dia tidak akan pernah melihat Albi lagi untuk selamanya.

Khania lalu melihat sekeliling kamar yang sudah dihias begitu indahnya. Ada banyak foto-foto Albi dan Khania di atas ranjang bersama bunga mawar yang bertaburan. Khania lalu mengambil satu persatu foto itu dan memeluk foto itu dengan erat.

Khania menangis saat dia teringat akan kenangan manis yang dia lalui bersama Albi, dan saat dia mengingat kembali perjuangan mereka mempertahankan hubungan mereka yang ditentang ibunya Albi. Terlalu banyak momen yang sudah dia lewati bersama Albi dan kini harus kandas begitu saja tanpa ucapan perpisahan yang terucap dari Khania maupun Albi.

Khania lalu bergegas pergi. Dia bertekad menemui Albi untuk yang terakhir kalinya. Apa pun yang akan terjadi di sana, Khania tidak akan menyerah.

"Aku akan menemanimu sampai ke tempat peristirahatanmu yang terakhir, meskipun aku harus mati di tangan ibumu." batinnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status