Hartono mendengus pelan, "Memangnya kenapa? Kamu mau cerai sama dia dan aku sebagai kakeknya nggak boleh mikirin masa depannya?"Boris terdiam. Wajah tampannya sedikit mengerutkan dahi, sorot matanya yang dalam pun terlihat agak berbeda. Setelah beberapa saat, Boris akhirnya berkata, "Kakek, aku sama Zola belum cerai, kok.""Kakek tahu kalian belum cerai. Makanya, sebelum kalian bercerai, Kakek harap kamu sudah carikan pengganti yang tepat buat dia. Biar orang-orang juga tahu kalau Zola itu banyak yang mau, nggak cuma nempel sama kamu saja."Hartono berbicara tanpa basa-basi, pandangannya ke Boris semakin menunjukkan ketidakpuasan. Boris bertanya, "Zola tahu nggak soal permintaan ini?""Tahu atau nggak, memangnya itu penting? Zola anak yang penurut, dia pasti dengerin apa kata Kakek.""Kakek, aku ini beneran cucu kandung Kakek atau bukan, sih?" Boris tentu tahu jawabannya, tapi di momen seperti ini, dia seakan merasa ragu.Hartono dengan tegas menjawab, "Kalau kamu bukan cucuku, sudah
Seorang pelayan keluarga menjawab telepon di rumah keluarga Leonarto. Ketika dia mendengar suara Zola, pelayan itu bersikap agak acuh tak acuh. Meskipun dia tahu Zola adalah putri kedua dari keluarga Leonarto, Zola tidak terlalu disayangi. Jadi pelayan itu juga tidak terlalu menganggapnya penting.Pelayan itu berkata, “Non Zola, ada yang bisa saya bantu?”“Mama ada di rumah?” tanya Zola.“Ibu tidak ada di rumah,” jawab pelayan pendek.“Papa ada?”“Bapak juga tidak ada di rumah,” lalu pelayan itu mulai mencari alasan untuk menutup pembicaraan. “Non Zola, saya masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Kalau nggak ada lagi yang bisa saya bantu, saya tutup teleponnya, ya.”Tanpa menunggu jawaban Zola, pelayan itu langsung memutus sambungan. Dia segera melapor pada Selena yang kebetulan turun dari lantai atas, “Non, Non Zola barusan menelepon dan saya sudah menjawab sesuai instruksi Non Selena.”Selena hanya mengangguk sambil berkata, “Nggak perlu bilang ke Mama. Beliau lagi nggak ena
Zola benar-benar bingung. Apakah Tyara sedang memanfaatkan ketidakhadiran Boris untuk menantangnya? Hmph.Bukannya dia selalu berperilaku lembut dan anggun? Kenapa begitu Boris tak ada, dia berubah seolah menjadi orang lain? Dia pikir Zola akan terus membiarkannya?Zola berkata, “Jadi, menurutmu salahku kalau dia pulang terlambat? Kenapa kamu nggak introspeksi diri? Bisa jadi dia nggak pengin ketemu sama kamu. Lagipula, sebelum kamu tinggal di sini, dia selalu pulang tepat waktu.”Tentu saja, itu hanya kata-kata balasan dari Zola kepada Tyara. Memang sebelumnya, Boris tidak mungkin selalu pulang tepat waktu, karena Zola sama sekali tidak berani ikut campur dalam urusannya. Jadi, saat Boris bisa pulang, itu saja sudah membuat Zola sangat bahagia.Kini Zola mulai merenung. Sepertinya dirinya memang orang yang mudah puas. Apa daya, kini kepuasan sederhana itu semakin sulit diraih.Setelah mengucapkan semua itu, Zola tidak lagi menatap Tyara, dia melanjutkan pekerjaannya dan benar-benar me
Zola terpaku sejenak. Dia mengabaikan bagian awal kata-kata Boris yang terdengar hanya formalitas, dan memusatkan seluruh perhatiannya pada bagian akhir.Zola mengerutkan alisnya, "Kamu bilang kakek menyuruh kamu mencarikan pasangan yang cocok untukku?""Kamu nggak tahu?" tanya Boris."Kamu pikir aku seharusnya tahu?" Zola merasa sedikit frustasi, apa maksudnya sekarang? Apa Boris berpikir Zola yang mengusulkan itu kepada kakek?Zola berkata, "Boris, itu hanya bentuk perhatian kakek sama aku, kamu nggak perlu terlalu memikirkannya. Aku juga nggak minta itu, jadi sebaiknya kamu anggap saja nggak tahu."Kakek tahu bahwa Zola hamil, mungkin Kakek khawatir akan sulit bagi Zola membesarkan anak sendirian. Namun, sebenarnya Zola tidak membutuhkan hubungan baru sebelum benar-benar melupakan Boris dari hatinya.Bagaimanapun juga, Zola tidak menyalahkan Kakek. Toh, Kakek hanya ingin yang terbaik untuknya. Apa yang dipikirkan Zola tentu saja tidak diketahui oleh Boris. Sedari tadi Boris hanya te
Boris tidak memberi Tyara pandangan sama sekali, suaranya terdengar sangat datar saat ia menjawab, “Tidak.”“Tapi kamu kelihatannya nggak senang,” kata Tyara dengan suara pelan.Sorot mata Boris yang tajam dan dingin membuat orang lain enggan mendekat. Tyara sendiri pun merasa takut, matanya penuh keengganan saat menatap Boris.Namun pada akhirnya, Boris hanya berkata ringan, “Sore ini aku harus pergi ke Jiangcheng untuk dinas, baru bisa kembali dua hari lagi. Jika ada apa-apa, kamu bisa kontak Xena, dia akan bantu. Oh ya, selama aku nggak ada, kamu jaga jarak dengan Zola, ya?”Xena adalah asisten perempuan Boris. Tyara terdiam sejenak. Namun, dia mengangguk cepat, “Oke, aku ngerti.”Tyara merasa ada sesuatu yang tersirat dalam kata-kata terakhir Boris, mungkinkah Zola telah mengatakan sesuatu tadi malam? Tyara hanya bisa berandai-andai dalam hati, tapi dia tidak berani bertanya langsung kepada Boris.Boris tidak memberitahu Zola tentang perjalanannya. Zola baru tahu dari Tyara ketika
Begitulah, dua hari pun dengan damai seperti ini.Selama dua hari ini, Zola dan Boris tidak saling kontak sama sekali. Bahkan, Boris tidak memberi tahu Zola saat mau melakukan perjalanan bisnis. Itu sama saja dengan memberitahu Zola bahwa Zola tidak perlu menghubunginya, dan Zola pun mengabulkannya. Dua hari bukanlah waktu yang singkat, juga tidak lama. Hartono keluar dari rumah sakit pada pagi hari ketiga. Karena Zola tidak tahu kapan Boris akan kembali, dia bergegas ke rumah sakit pagi-pagi sekali untuk menjemput Kakek Hartono, bersama Dimas dan Rosita.Hartono sudah melakukan pemeriksaan dan ternyata tekanan darah dan gula darahnya agak tinggi, tapi yang lainnya normal. Zola mengurus semua prosedur keluar dari rumah sakit sendiri. Hartono, Dimas dan Rosita bisa melihat sikap hormatnya pada orang tua.Rosita berkata, “Zola, kamu nggak usah repot-repot lagi. Biarkan mereka saja yang mengurusnya. Kamu ke sini saja, temani Kakek mengobrol.”Zola berhenti dan berkata, “Aku nggak repot,
Boris tampak cukup kucel, mungkin baru saja kembali. Hanya saja, begitu kembali langsung menemani Tyara ke rumah sakit. Perhatian sekali. Zola menggerutu dalam hati.Boris memandang Hartono dan berkata, “Kakek ….”“Kamu masih memandang aku sebagai kakekmu? Aku lihat kamu berharap aku segera mati.” Hartono langsung memotong perkataan Boris.“Kakek, aku nggak pernah berpikir seperti itu. Tolong jangan berkata seperti itu.” Boris menjelaskan.Hartono mengabaikannya.Dimas segera menenangkan, “Pa, jaga kesehatan Papa. Jangan sampai kesehatan Papa memburuk lagi karena marah padanya.”Lalu, Dimas menatap Boris dengan dingin dan berkata, “Kakek keluar dari rumah sakit, kamu bilang kamu sedang dalam perjalanan bisnis. Sekarang kenapa ada di sini?”“Aku baru saja kembali. Tyara lagi nggak enak badan, jadi aku menemaninya ke dokter. Kupikir ada Mama dan Zola yang menjemput Kakek, jadi aku berencana untuk langsung pulang ke rumah untuk melihat Kakek nanti malam.”“Aku nggak membutuhkannya. Jangan
Zola mengangguk kecil, lalu membantu Hartono berjalan keluar. Dimas mengerutkan kening dan melirik Boris. Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi sudah kelihatan sangat tidak senang.Rosita memelototi Boris dan berkata pelan, “Lihatlah, kamu sudah membuat kakek marah lagi. Cepat selesaikan semua urusanmu, atau Mama akan mengurusnya untukmu.”Setelah mengatakan itu, sebelum Boris sempat berkata apa pun, Rosita melangkah pergi.Melihat ketiga orang itu pergi, Boris tidak menoleh untuk waktu yang lama. Tyara di belakangnya berkata, “Boris, Kakek marah, apa kamu mau pulang?”Boris kembali menatap orang di belakangnya dan berkata dengan tatapan lembut, “Nggak, kamu bilang kamu nggak enak badan? Ayo, aku akan menemanimu ke dokter.”Tyara mengangguk, tapi ekspresi wajahnya tidak melembut sama sekali. Dia tahu kapan Boris akan kembali dari perjalanan bisnisnya, jadi dia sengaja memilih waktu yang tepat untuk menelepon pria ini, lalu mengatakan kepadanya, “Boris, aku sakit kepala. Aku selalu kepikir
Sorot mata Audy begitu tajam. Raut wajahnya juga sangat tidak bersahabat. Usai berkata, dia langsung berlari ke arah Tyara, lalu menindih Tyara ke tempat tidur dan menarik rambutnya.Setelah sadar, Tyara juga mulai melawan. Keduanya pun berkelahi. Mereka berkelahi sambil terus berteriak. Suara keributan segera menarik perhatian perawat. Perawat datang dan segera menjauhkan mereka.Satunya anak keluarga kaya, satu lagi artis terkenal di industri hiburan. Namun saat ini, rambut mereka berantakan. Pakaian mereka juga berantakan. Ada luka goresan di wajah mereka. Citra mereka benar-benar hancur total.Tyara menunjuk ke arah Audy dan berkata, “Aku mau lapor polisi. Dia masuk tanpa izin dan langsung pukul orang. Aku mau tuntut dia.”Audy terlihat santai saja. “Oke, tuntut saja. Lebih baik kalau kamu segera lapor polisi. Aku akan beritahu polisi kalau kamu ada hubungan dengan kakakku.”Wajah Tyara spontan menegang. Ada sesuatu yang aneh di sorot matanya. Sebenarnya, dia spontan berpikir kalau
Kemudian, Audy membuka akun media sosialnya. Selama beberapa hari terakhir, dia selalu memeriksa akun media sosialnya. Audy syok berat ketika melihat berita Mahendra yang hilang kontak setelah jatuh ke sungai. Air matanya terus mengalir. Otaknya menjadi kosong. Dia hanya memikirkan satu hal, tidak mungkin. Bagaimana mungkin Mahendra bisa jatuh ke sungai?Wajah Audy tampak serius. Dia bahkan tidak sarapan. Dia langsung keluar dari hotel dan pergi ke tempat kejadian dengan naik taksi. Sesampainya di sana, sudah banyak orang berkumpul di sekitar sungai. Karena sungai mengalir ke sungai yang lebih besar, maka arus sungai sangat deras. Selain itu, sungainya juga sangat dalam.Orang-orang yang ada di sana tidak berhenti berkomentar. “Malam-malam mobil jatuh ke sungai, seharusnya nggak ada harapan lagi. Orangnya pasti sudah terbawa arus. Mungkin saja jasadnya sudah nggak utuh.”“Sayang sekali. Dengar-dengar orangnya masih sangat muda.”“Apa yang perlu disayangkan? Dia sudah lakukan banyak hal
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin