Zola mengangguk kecil, lalu membantu Hartono berjalan keluar. Dimas mengerutkan kening dan melirik Boris. Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi sudah kelihatan sangat tidak senang.Rosita memelototi Boris dan berkata pelan, “Lihatlah, kamu sudah membuat kakek marah lagi. Cepat selesaikan semua urusanmu, atau Mama akan mengurusnya untukmu.”Setelah mengatakan itu, sebelum Boris sempat berkata apa pun, Rosita melangkah pergi.Melihat ketiga orang itu pergi, Boris tidak menoleh untuk waktu yang lama. Tyara di belakangnya berkata, “Boris, Kakek marah, apa kamu mau pulang?”Boris kembali menatap orang di belakangnya dan berkata dengan tatapan lembut, “Nggak, kamu bilang kamu nggak enak badan? Ayo, aku akan menemanimu ke dokter.”Tyara mengangguk, tapi ekspresi wajahnya tidak melembut sama sekali. Dia tahu kapan Boris akan kembali dari perjalanan bisnisnya, jadi dia sengaja memilih waktu yang tepat untuk menelepon pria ini, lalu mengatakan kepadanya, “Boris, aku sakit kepala. Aku selalu kepikir
Boris mengernyit sedikit, raut mukanya datar, dan dia berkata, “Kakek, Kakek menyetujuinya karena Kakek lagi marah, atau karena memang benar-benar paham dan bersedia menghormati keputusan kami?”“Apa bedanya?” kata Hartono dingin.Boris berkata, “Kalau Zola dan aku bercerai secara diam-diam, Kakek juga nggak akan bisa menghentikan kami, tetapi aku nggak melakukan itu. Aku hanya berharap Kakek bisa menghormati keputusan kami, dan bukan menyetujuinya karena marah.”“Oh, kalian dengar ini, ini cucu yang aku didik sendiri dulu, dan sekarang dia mau mengajariku. Bagus, uhuk … bagus sekali ....”Hartono terbatuk-batuk. Zola berada paling dekat dengannya, jadi dia segera berdiri, menepuk-nepuk punggung Hartono, dan menuangkan air sambil berkata, “Kakek, jangan emosi. Kesehatan Kakek paling penting.”“Zola, Kakek yang sudah menyakitimu. Kakek seharusnya nggak menyuruhmu untuk menikah dengannya sejak awal.”“Kakek, jangan berkata begitu. Kakek nggak tahu betapa berterimakasihnya aku pada Kakek.
Zola pun tidak menolak. Dia hanya bergumam pelan, lalu pergi ke kamar mandi. Boris menatap wajah yang semakin kurang senyum dan tidak banyak ekspresi itu. Dia spontan mengerutkan kening. Sebenarnya ada apa dengan Zola?Beberapa saat setelah Zola pergi mandi, Tyara menelepon Boris. Begitu Boris mengangkat telepon, suara perempuan itu datang dari ujung telepon lainnya.“Boris, sudah larut malam. Kenapa kamu dan Zola belum pulang juga?” tanya Tyara dengan suara manja.“Selama dua hari ke depan kami berdua nggak akan pulang. Kamu jaga dirimu sendiri baik-baik. Kalau ada apa-apa, kamu cari Xena saja,” jawab Boris dengan nada datar.“Kalian nggak pulang?”“Hmm.”“Kalian mau pergi jalan-jalan?”Tyara pura-pura bersikap tenang dan bertanya pada Boris. Namun, sepandai-pandainya dia berpura-pura, tetap ada getaran dalam suaranya.“Nggak. Kakek sudah setuju kami cerai, tapi dengan syarat. Dia ingin kami tinggal di sini menemaninya selama dua hari.”“Kalau begitu, dua hari lagi kamu bisa cerai den
Boris sedikit tertegun, ekspresinya spontan membeku. Tanpa menunggu jawaban dari Boris, Zola sudah menarik tangannya dari tangan pria itu.“Kamu pergi mandi sana. Aku sudah mengantuk,” kata Zola.Nada bicaranya begitu dingin. Usai berkata, dia langsung berbaring. Sedangkan Boris menatapnya dalam diam selama beberapa detik. Setelah itu, Boris baru pergi ke kamar mandi. Namun, pertanyaan Zola barusan masih terngiang-ngiang di dalam benaknya. Jika Zola benar-benar mengatakan kalau dia tidak ingin bercerai, maka pilihan apa yang akan diambil Boris?Boris tidak mungkin setuju tidak bercerai. Bagaimanapun juga, dia sudah berjanji pada Tyara untuk menikahinya. Oleh karena itu, dia dan Zola harus bercerai.Malam berlalu dengan damai. Setiap orang memiliki pemikirannya masing-masing. Keesokan harinya, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk melalui jendela. Perempuan di tempat tidur sudah lama bangun, tapi dia tidak bergerak. Karena tangan di pinggangnya menahannya dengan erat. Setelah dua h
Zola melarikan diri ke kamar mandi dengan panik. Setelah menutup pintu, dia baru mengangkat tangan dan menyentuh wajahnya, lalu menarik napas sebanyak-banyaknya. Wajahnya terasa panas, dia merasa seperti masih bisa melihat semua yang Boris lakukan barusan. Apa yang sedang mereka lakukan?“Zola, kalian sebentar lagi mau cerai. Kalian seharusnya jaga jarak,” gumam Zola pada dirinya sendiri.Zola pun segera membasuh wajahnya dengan air dingin. Dia terus membasuh sampai dirinya benar-benar tenang. Beberapa menit kemudian, Zola keluar dari kamar mandi. Pria itu sudah tidak berada di dalam kamar. Baguslah, jadi Zola tidak perlu menghadapinya lagi.Saat sarapan, karena keduanya tak kunjung datang, Hartono sudah selesai makan lebih dulu. Rosita ada janji dengan temannya, Dimas otomatis menjadi sopir istrinya. Oleh karena itu, keduanya pagi-pagi sudah pergi.Selesai menyarap, Boris bermain catur dengan sang kakek karena tidak bisa meninggalkan rumah itu. Sedangkan Zola hanya menonton mereka ber
Semua orang hendak pindah ke ruang keluarga. Hartono tiba-tiba berkata, “Zola, bantu aku.”“Oke.” Zola segera berjalan ke arah Hartono. Hartono sengaja memperlambat langkahnya dan menunggu sampai semua orang masuk ke ruang keluarga. Setelah itu, dia baru berkata pada Zola, “Nggak perlu khawatir, Zola.”“Kakek, aku masih tetap dengan keputusanku. Aku nggak mau dia tahu kalau aku hamil.”“Oke, tenang saja.”Hartono menepuk punggung telapak tangan Zola dengan lembut untuk menenangkannya. Zola baru bisa menghela napas lega.Dokter keluarga yang datang untuk memeriksa Zola telah menjadi dokter keluarga Morrison selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, mereka sudah sangat akrab satu sama lain.Setelah semua orang duduk, Boris langsung berkata, “Om Guntur, maaf merepotkan Om sampai suruh Om datang ke sini. Zola akhir-akhir ini sering nggak enak badan, sering muntah. Kira-kira apa ya penyebabnya?”Dokter bernama Guntur itu terdiam sejenak. Senyum tipis muncul di wajahnya. Namun, sebelum dia bi
“Terima kasih, Om,” ucap Zola.Guntur hanya tersenyum tipis dan berkata, “Sama-sama, bukan sama orang luar, nggak perlu sungkan-sungkan. Kamu harus jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa boleh langsung cari aku.”“Oke.” Zola menganggukkan kepala. Dia tahu maksud di balik perkataan Guntur.Guntur tidak meresepkan obat apa pun untuk Zola. Dia hanya mengingatkan Zola untuk memperhatikan pola makan. Guntur tidak berlama-lama di sana. Sesaat kemudian, Dimas pun mengantarnya pergi.Zola baru benar-benar menghela napas lega. Dia pun duduk di sofa. Rosita melihat situasi, lalu dia pun menciptakan kesempatan bagi kedua anak muda untuk berduaan. Dia membuat alasan untuk segera kembali ke kamarnya di lantai atas.Seketika, di ruang keluarga yang besar hanya tersisa Zola dan Boris berdua. Boris berjalan ke arah Zola dan duduk di sampingnya. Boris menyampingkan tubuhnya untuk menatap Zola dan bertanya, “Tadi kenapa kamu nggak berani lihat aku?”Apa yang akan datang pada akhirnya tetap datang. Boris
“Karena kakek Zola ingin percayakan Zola padaku. Dia harap aku bisa selalu dukung dia, lindungi dia. Dia harap keluarga Morrison bisa jadi penopang dan pendukungnya. Saat itu, kakeknya sudah sakit kritis. Sekalipun bertahun-tahun yang lalu dia pernah bantu aku, dia nggak pernah minta balasan. Itu yang pertama dan juga terakhir kalinya.”“Zola anak yang sangat baik. Aku merasa bersalah pada kakeknya, juga padanya. Kalau kamu bersikeras mau cerai, aku juga nggak bisa paksa kamu. Tapi Borris, sebagai anggota keluarga Morrison, kamu tetap punya tanggung jawab untuk membalas hutang budi pada keluarga Leonarto. Bagaimanapun juga, kalau nggak ada kakek Zola, kita mungkin nggak akan bisa mengobrol bersama seperti sekarang.”Bertahun-tahun yang lalu, kakeknya Zola memberikan bantuan kepada Hartono tepat pada waktunya. Kalau tidak, Hartono belum tentu bisa bertahan. Meskipun selama ini hubungan kedua keluarga tidak begitu dekat, hutang budi itu selalu ada.Kata-kata Hartono membuat Boris diam se
Sorot mata Audy begitu tajam. Raut wajahnya juga sangat tidak bersahabat. Usai berkata, dia langsung berlari ke arah Tyara, lalu menindih Tyara ke tempat tidur dan menarik rambutnya.Setelah sadar, Tyara juga mulai melawan. Keduanya pun berkelahi. Mereka berkelahi sambil terus berteriak. Suara keributan segera menarik perhatian perawat. Perawat datang dan segera menjauhkan mereka.Satunya anak keluarga kaya, satu lagi artis terkenal di industri hiburan. Namun saat ini, rambut mereka berantakan. Pakaian mereka juga berantakan. Ada luka goresan di wajah mereka. Citra mereka benar-benar hancur total.Tyara menunjuk ke arah Audy dan berkata, “Aku mau lapor polisi. Dia masuk tanpa izin dan langsung pukul orang. Aku mau tuntut dia.”Audy terlihat santai saja. “Oke, tuntut saja. Lebih baik kalau kamu segera lapor polisi. Aku akan beritahu polisi kalau kamu ada hubungan dengan kakakku.”Wajah Tyara spontan menegang. Ada sesuatu yang aneh di sorot matanya. Sebenarnya, dia spontan berpikir kalau
Kemudian, Audy membuka akun media sosialnya. Selama beberapa hari terakhir, dia selalu memeriksa akun media sosialnya. Audy syok berat ketika melihat berita Mahendra yang hilang kontak setelah jatuh ke sungai. Air matanya terus mengalir. Otaknya menjadi kosong. Dia hanya memikirkan satu hal, tidak mungkin. Bagaimana mungkin Mahendra bisa jatuh ke sungai?Wajah Audy tampak serius. Dia bahkan tidak sarapan. Dia langsung keluar dari hotel dan pergi ke tempat kejadian dengan naik taksi. Sesampainya di sana, sudah banyak orang berkumpul di sekitar sungai. Karena sungai mengalir ke sungai yang lebih besar, maka arus sungai sangat deras. Selain itu, sungainya juga sangat dalam.Orang-orang yang ada di sana tidak berhenti berkomentar. “Malam-malam mobil jatuh ke sungai, seharusnya nggak ada harapan lagi. Orangnya pasti sudah terbawa arus. Mungkin saja jasadnya sudah nggak utuh.”“Sayang sekali. Dengar-dengar orangnya masih sangat muda.”“Apa yang perlu disayangkan? Dia sudah lakukan banyak hal
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin