“Terima kasih, Om,” ucap Zola.Guntur hanya tersenyum tipis dan berkata, “Sama-sama, bukan sama orang luar, nggak perlu sungkan-sungkan. Kamu harus jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa boleh langsung cari aku.”“Oke.” Zola menganggukkan kepala. Dia tahu maksud di balik perkataan Guntur.Guntur tidak meresepkan obat apa pun untuk Zola. Dia hanya mengingatkan Zola untuk memperhatikan pola makan. Guntur tidak berlama-lama di sana. Sesaat kemudian, Dimas pun mengantarnya pergi.Zola baru benar-benar menghela napas lega. Dia pun duduk di sofa. Rosita melihat situasi, lalu dia pun menciptakan kesempatan bagi kedua anak muda untuk berduaan. Dia membuat alasan untuk segera kembali ke kamarnya di lantai atas.Seketika, di ruang keluarga yang besar hanya tersisa Zola dan Boris berdua. Boris berjalan ke arah Zola dan duduk di sampingnya. Boris menyampingkan tubuhnya untuk menatap Zola dan bertanya, “Tadi kenapa kamu nggak berani lihat aku?”Apa yang akan datang pada akhirnya tetap datang. Boris
“Karena kakek Zola ingin percayakan Zola padaku. Dia harap aku bisa selalu dukung dia, lindungi dia. Dia harap keluarga Morrison bisa jadi penopang dan pendukungnya. Saat itu, kakeknya sudah sakit kritis. Sekalipun bertahun-tahun yang lalu dia pernah bantu aku, dia nggak pernah minta balasan. Itu yang pertama dan juga terakhir kalinya.”“Zola anak yang sangat baik. Aku merasa bersalah pada kakeknya, juga padanya. Kalau kamu bersikeras mau cerai, aku juga nggak bisa paksa kamu. Tapi Borris, sebagai anggota keluarga Morrison, kamu tetap punya tanggung jawab untuk membalas hutang budi pada keluarga Leonarto. Bagaimanapun juga, kalau nggak ada kakek Zola, kita mungkin nggak akan bisa mengobrol bersama seperti sekarang.”Bertahun-tahun yang lalu, kakeknya Zola memberikan bantuan kepada Hartono tepat pada waktunya. Kalau tidak, Hartono belum tentu bisa bertahan. Meskipun selama ini hubungan kedua keluarga tidak begitu dekat, hutang budi itu selalu ada.Kata-kata Hartono membuat Boris diam se
“Hmm?”“Kalau kamu nggak terburu-buru, besok saja, ya. Sudah dua hari aku nggak ke kantor. Aku akan antar kamu pulang dulu. Habis itu aku harus pergi ke perusahaan untuk tangani beberapa hal. Oke?” tanya Boris dengan lembut.Tentu saja Zola memahami posisi Boris. Bagaimanapun juga, urusan perusahaan bukanlah urusan yang sepele. Oleh karena itu, dia pun mengangguk, “Oke, kalau begitu besok pagi saja.”“Oke.”Kali ini, Boris menanggapi dengan suara tanpa kehangatan sedikit pun. Jika didengar baik-baik, tanggapan yang dia berikan terdengar agak asal-asalan.Namun saat ini, Zola sama sekali tidak menyadari hal itu. Dia hanya merasa sedih. Dia sedang berpikir, setelah mereka mengurus perceraian mereka besok, itu berarti Zola harus pindah. Oleh karena itu, dia harus cari rumah dulu. Meskipun Boris bilang akan memberikan Bansan Mansion padanya, Zola sungguh tidak ingin tinggal di rumah sebesar itu sendirian.Setelah mengantar Zola kembali ke Bansan Mansion, Boris pun langsung pergi ke perusah
Boris mengerutkan keningnya. Dia spontan menatap Zola, lalu menanggapi ucapan Tyara dengan suara pelan, “Zola yang beritahu kamu kalau besok kami akan urus perceraian kami?“Iya, tadi pagi begitu pulang dia langsung beritahu aku. Benar kan, Zola?”Tyara menatap Zola dengan ekspresi lembut, sama sekali tidak bermulut tajam seperti saat mereka sedang berdua saja. Namun, Zola sama sekali tidak mau menggubrisnya. Dia hanya melirik Tyara dengan acuh tak acuh, lalu langsung membuang muka. Karena Zola tidak menjawab, ekspresi Tyara spontan membeku.“Boris, karena kamu dan Zola sudah mau cerai, lebih baik kita pindah saja. Lagi pula, kamu sudah bilang kalau rumah ini akan kamu berikan pada Zola. Kalau kalian sudah cerai tapi kita masih tinggal di sini, orang-orang bakal mengira kita tindas Zola, nggak?”Boris memasang raut wajah datar. Ada sedikit rasa kesal. Nada bicaranya pun menjadi lebih dingin, “Kamu juga bermaksud begitu?”Tentu saja, pertanyaan itu ditujukan pada Zola. Keduanya bersitat
Sudah tidak sabar untuk merayakan perceraian mereka? Saat memikirkan hal itu, ada rasa sakit di dalam hati Zola, tidak kuat juga tidak ringan, seperti digigit semut. Namun, justru bisa membuatnya merasa tidak bernapas.Setelah makan, Zola juga segera berangkat. Dia mengira Boris menemani Tyara pergi untuk merayakannya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka langsung pergi ke Kantor Capil. Oleh karena itu, Zola pun pergi dengan mobilnya sendiri.Pada saat yang sama, di kantor CEO lantai teratas gedung Morrison Group.Boris sedang duduk di depan meja kerjanya dan fokus pada dokumen di tangannya. Sedangkan Tyara duduk di sofa di seberangnya. Tyara sudah duduk di sana dan menunggu Boris selama satu jam. Tyara bahkan mencari tahu jam kerja Kantor Capil. Sekarang sudah buka, tapi Boris tidak ada tanda-tanda mau pergi. Setelah ragu-ragu cukup lama, akhirnya Tyara memutuskan untuk mengingatkan pria itu.“Boris, kamu sudah selesai, belum? Sekarang kita sudah bisa pergi ke sana, kan?”Tyara menatap
Zola hanya tertegun sejenak. Setelah itu, dia langsung menepis kemungkinan itu, “Bagaimana mungkin? Dia justru sudah nggak sabar untuk putuskan hubungan denganku. Dia hanya ingin berikan status pada Tyara. Jadi bagaimana mungkin dia nggak mau cerai denganku?”Ini terlalu konyol. Zola tidak akan sebodoh itu sampai beranggapan seperti itu. Bagaimanapun juga, tidak ada kemungkinan seperti itu.Mahendra terdiam selama beberapa detik, lalu dia berkata, “Mungkin aku yang terlalu banyak berpikir. Aku hanya merasa karena kalian sudah putuskan untuk cerai, kalau begitu jangan ditunda-tunda lagi. Toh cepat atau lambat akan cerai juga. Ditundah terus juga nggak ada gunanya bagi siapa pun, bukan?”“Iya, kamu benar.”“Zola, bukannya aku mau ikut campur dalam urusanmu. Aku hanya takut kamu yang rugi dan menderita.”Mahendra bisa mendengar dari nada bicaranya kalau suasana hati Zola sedang tidak baik. Oleh karena itu, dia berusaha menjelaskan.Zola hanya berkata, “Aku nggak berpikir seperti itu. Buka
Selena menuangkan segelas air untuk ibunya, “Ma, Mama nggak perlu khawatir. Karena mereka memang sudah nggak sanggup hidup bersama lagi, mungkin saja bercerai jadi pilihan terbaik buat mereka. Kalau begini terus nggak baik bagi siapa pun.”“Nggak mungkin, dia nggak boleh bercerai. Aku nggak akan pernah biarkan dia bercerai.”Sorot mata Lydia penuh perhitungan. Selena yang duduk di sampingnya bisa melihat dengan jelas. Untuk sesaat, Selena juga mengalami pergulatan batin di dalam hatinya.Malam hari, Boris baru saja kembali ke Bansan Mansion. Begitu mendengar suara mobil, Zola langsung berdiri dan keluar. Keduanya berpapasan di pintu masuk.“Ada apa denganmu pagi ini?” tanya Zola.“Tadi pagi ada rapat dewan direksi. Sorenya banyak urusan lain yang harus diselesaikan juga,” jawab Boris dengan acuh tak acuh.“Kamu sibuk banget?” tanya Zola lagi.“Zola, apa maksudmu? Kamu merasa aku sengaja nggak pergi ke Kantor Capil?”“Aku nggak ngomong begitu,” kata Zola dengan suara pelan. Zola hanya i
Begitu mendengar suara Boris, Zola spontan mendongakkan kepala. Kebetulan, matanya langsung bertemu dengan mata dingin dan tajam pria itu.Zola melihat wajah tampan pria itu tampak tidak senang, dia pun bertanya dengan heran, “Aku bukannya nggak sabar. Aku hanya ingin cepat-cepat selesaikan jadi nggak buang-buang waktumu. Makanya aku siap-siap dulu dan tunggu kamu di sini.”Bukankah lebih baik kalau bisa diselesaikan lebih awal? Dengan begitu, bukankah Boris bisa segera menjalin hubungan dengan Tyara secara terbuka? Zola sama sekali tidak mengerti apa yang membuat pria itu marah. Namun, dia tidak akan bertanya. Dia hanya menatap pria itu dalam diam.Boris memelototinya dengan tajam, seperti sangat tidak senang dengan Zola. Kebetulan, Tyara yang ternyata sudah bangun juga turun dari lantai atas. Dia pun memanggil Boris dengan suara lembutnya, “Boris ....”“Hmm.” Boris baru berjalan turun.Kemudian, Tyara berkata lagi, “Boris, nanti kalian mau ke Kantor Capil?”Zola tidak menggubris, pur
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin
Permusuhan di antara keduanya benar-benar telah pecah. Tentu saja, Mahendra tidak akan membiarkan Boris pergi begitu saja.Mahendra tertawa sinis dan berkata dengan nada mengejek, “Memangnya kenapa kalau aku andalkan perempuan? Mereka juga melakukannya dengan sukarela. Dibandingkan denganmu, kamu lebih kasihan, Boris. Bagaimanapun juga, Zola nggak mencintai kamu. Di hatinya hanya ada mantan pacarnya. Dia nggak ada perasaan sama sekali padamu. Kalau bukan karena kamu yang terus bersikeras nggak mau cerai, kamu kira kalian berdua masih bisa jadi pasangan suami istri sekarang?”Kata-kata Mahendra membuat wajah Boris menjadi dingin. Amarah yang terpancar di matanya terlihat sangat jelas. Meskipun dia tahu Mahendra sengaja membuatnya kesal, Boris tetap saja tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir ke arah situ. Apakah Zola sendiri yang memberitahu Mahendra?Karena Boris tahu Zola punya mantan pacar. Zola menikah dengannya karena Zola ingin menjauhkan diri sepenuhnya dari mantan pacarnya
Tyara mengedipkan matanya pelan, agak linglung dan bingung. Namun, dia tidak tahan karena dimarahi oleh Mahendra seperti itu.Tyara mendengus sinis dan berkata, “Kamu nggak berhak marah aku. Siapa suruh kamu jebak aku? Seharusnya kamu beritahu aku lebih awal apa yang ingin kamu lakukan. Bukan dengan lakukan hal-hal yang merugikan aku tanpa sepengetahuan aku seperti sekarang.”Mahendra tidak ingin bicara omong kosong dengan Tyara. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Dari semalam kamu sudah di rumah sakit?” tanya Mahendra.“Iya, dia sudah tahu.”Wajah Mahendra menjadi muram. Jadi apa maksud Boris dengan sengaja membuat keributan seperti itu? Tiba-tiba, Mahendra mengerti sepenuhnya. Boris sedang memaksanya untuk muncul.Ekspresi wajah Mahendra semakin tidak bersahabat. Dia pun menunjuk Tyara dan berkata, “Kamu akan bayar harga atas keputusanmu hari ini. Kamu kira kalau Boris tangkap aku, dia akan lepaskan kamu? Kamu salah, Tyara. Karena dia tahu kamu ingin jebak dia pakai obat, dia pasti sud