Boris tidak memberi Tyara pandangan sama sekali, suaranya terdengar sangat datar saat ia menjawab, “Tidak.”“Tapi kamu kelihatannya nggak senang,” kata Tyara dengan suara pelan.Sorot mata Boris yang tajam dan dingin membuat orang lain enggan mendekat. Tyara sendiri pun merasa takut, matanya penuh keengganan saat menatap Boris.Namun pada akhirnya, Boris hanya berkata ringan, “Sore ini aku harus pergi ke Jiangcheng untuk dinas, baru bisa kembali dua hari lagi. Jika ada apa-apa, kamu bisa kontak Xena, dia akan bantu. Oh ya, selama aku nggak ada, kamu jaga jarak dengan Zola, ya?”Xena adalah asisten perempuan Boris. Tyara terdiam sejenak. Namun, dia mengangguk cepat, “Oke, aku ngerti.”Tyara merasa ada sesuatu yang tersirat dalam kata-kata terakhir Boris, mungkinkah Zola telah mengatakan sesuatu tadi malam? Tyara hanya bisa berandai-andai dalam hati, tapi dia tidak berani bertanya langsung kepada Boris.Boris tidak memberitahu Zola tentang perjalanannya. Zola baru tahu dari Tyara ketika
Begitulah, dua hari pun dengan damai seperti ini.Selama dua hari ini, Zola dan Boris tidak saling kontak sama sekali. Bahkan, Boris tidak memberi tahu Zola saat mau melakukan perjalanan bisnis. Itu sama saja dengan memberitahu Zola bahwa Zola tidak perlu menghubunginya, dan Zola pun mengabulkannya. Dua hari bukanlah waktu yang singkat, juga tidak lama. Hartono keluar dari rumah sakit pada pagi hari ketiga. Karena Zola tidak tahu kapan Boris akan kembali, dia bergegas ke rumah sakit pagi-pagi sekali untuk menjemput Kakek Hartono, bersama Dimas dan Rosita.Hartono sudah melakukan pemeriksaan dan ternyata tekanan darah dan gula darahnya agak tinggi, tapi yang lainnya normal. Zola mengurus semua prosedur keluar dari rumah sakit sendiri. Hartono, Dimas dan Rosita bisa melihat sikap hormatnya pada orang tua.Rosita berkata, “Zola, kamu nggak usah repot-repot lagi. Biarkan mereka saja yang mengurusnya. Kamu ke sini saja, temani Kakek mengobrol.”Zola berhenti dan berkata, “Aku nggak repot,
Boris tampak cukup kucel, mungkin baru saja kembali. Hanya saja, begitu kembali langsung menemani Tyara ke rumah sakit. Perhatian sekali. Zola menggerutu dalam hati.Boris memandang Hartono dan berkata, “Kakek ….”“Kamu masih memandang aku sebagai kakekmu? Aku lihat kamu berharap aku segera mati.” Hartono langsung memotong perkataan Boris.“Kakek, aku nggak pernah berpikir seperti itu. Tolong jangan berkata seperti itu.” Boris menjelaskan.Hartono mengabaikannya.Dimas segera menenangkan, “Pa, jaga kesehatan Papa. Jangan sampai kesehatan Papa memburuk lagi karena marah padanya.”Lalu, Dimas menatap Boris dengan dingin dan berkata, “Kakek keluar dari rumah sakit, kamu bilang kamu sedang dalam perjalanan bisnis. Sekarang kenapa ada di sini?”“Aku baru saja kembali. Tyara lagi nggak enak badan, jadi aku menemaninya ke dokter. Kupikir ada Mama dan Zola yang menjemput Kakek, jadi aku berencana untuk langsung pulang ke rumah untuk melihat Kakek nanti malam.”“Aku nggak membutuhkannya. Jangan
Zola mengangguk kecil, lalu membantu Hartono berjalan keluar. Dimas mengerutkan kening dan melirik Boris. Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi sudah kelihatan sangat tidak senang.Rosita memelototi Boris dan berkata pelan, “Lihatlah, kamu sudah membuat kakek marah lagi. Cepat selesaikan semua urusanmu, atau Mama akan mengurusnya untukmu.”Setelah mengatakan itu, sebelum Boris sempat berkata apa pun, Rosita melangkah pergi.Melihat ketiga orang itu pergi, Boris tidak menoleh untuk waktu yang lama. Tyara di belakangnya berkata, “Boris, Kakek marah, apa kamu mau pulang?”Boris kembali menatap orang di belakangnya dan berkata dengan tatapan lembut, “Nggak, kamu bilang kamu nggak enak badan? Ayo, aku akan menemanimu ke dokter.”Tyara mengangguk, tapi ekspresi wajahnya tidak melembut sama sekali. Dia tahu kapan Boris akan kembali dari perjalanan bisnisnya, jadi dia sengaja memilih waktu yang tepat untuk menelepon pria ini, lalu mengatakan kepadanya, “Boris, aku sakit kepala. Aku selalu kepikir
Boris mengernyit sedikit, raut mukanya datar, dan dia berkata, “Kakek, Kakek menyetujuinya karena Kakek lagi marah, atau karena memang benar-benar paham dan bersedia menghormati keputusan kami?”“Apa bedanya?” kata Hartono dingin.Boris berkata, “Kalau Zola dan aku bercerai secara diam-diam, Kakek juga nggak akan bisa menghentikan kami, tetapi aku nggak melakukan itu. Aku hanya berharap Kakek bisa menghormati keputusan kami, dan bukan menyetujuinya karena marah.”“Oh, kalian dengar ini, ini cucu yang aku didik sendiri dulu, dan sekarang dia mau mengajariku. Bagus, uhuk … bagus sekali ....”Hartono terbatuk-batuk. Zola berada paling dekat dengannya, jadi dia segera berdiri, menepuk-nepuk punggung Hartono, dan menuangkan air sambil berkata, “Kakek, jangan emosi. Kesehatan Kakek paling penting.”“Zola, Kakek yang sudah menyakitimu. Kakek seharusnya nggak menyuruhmu untuk menikah dengannya sejak awal.”“Kakek, jangan berkata begitu. Kakek nggak tahu betapa berterimakasihnya aku pada Kakek.
Zola pun tidak menolak. Dia hanya bergumam pelan, lalu pergi ke kamar mandi. Boris menatap wajah yang semakin kurang senyum dan tidak banyak ekspresi itu. Dia spontan mengerutkan kening. Sebenarnya ada apa dengan Zola?Beberapa saat setelah Zola pergi mandi, Tyara menelepon Boris. Begitu Boris mengangkat telepon, suara perempuan itu datang dari ujung telepon lainnya.“Boris, sudah larut malam. Kenapa kamu dan Zola belum pulang juga?” tanya Tyara dengan suara manja.“Selama dua hari ke depan kami berdua nggak akan pulang. Kamu jaga dirimu sendiri baik-baik. Kalau ada apa-apa, kamu cari Xena saja,” jawab Boris dengan nada datar.“Kalian nggak pulang?”“Hmm.”“Kalian mau pergi jalan-jalan?”Tyara pura-pura bersikap tenang dan bertanya pada Boris. Namun, sepandai-pandainya dia berpura-pura, tetap ada getaran dalam suaranya.“Nggak. Kakek sudah setuju kami cerai, tapi dengan syarat. Dia ingin kami tinggal di sini menemaninya selama dua hari.”“Kalau begitu, dua hari lagi kamu bisa cerai den
Boris sedikit tertegun, ekspresinya spontan membeku. Tanpa menunggu jawaban dari Boris, Zola sudah menarik tangannya dari tangan pria itu.“Kamu pergi mandi sana. Aku sudah mengantuk,” kata Zola.Nada bicaranya begitu dingin. Usai berkata, dia langsung berbaring. Sedangkan Boris menatapnya dalam diam selama beberapa detik. Setelah itu, Boris baru pergi ke kamar mandi. Namun, pertanyaan Zola barusan masih terngiang-ngiang di dalam benaknya. Jika Zola benar-benar mengatakan kalau dia tidak ingin bercerai, maka pilihan apa yang akan diambil Boris?Boris tidak mungkin setuju tidak bercerai. Bagaimanapun juga, dia sudah berjanji pada Tyara untuk menikahinya. Oleh karena itu, dia dan Zola harus bercerai.Malam berlalu dengan damai. Setiap orang memiliki pemikirannya masing-masing. Keesokan harinya, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk melalui jendela. Perempuan di tempat tidur sudah lama bangun, tapi dia tidak bergerak. Karena tangan di pinggangnya menahannya dengan erat. Setelah dua h
Zola melarikan diri ke kamar mandi dengan panik. Setelah menutup pintu, dia baru mengangkat tangan dan menyentuh wajahnya, lalu menarik napas sebanyak-banyaknya. Wajahnya terasa panas, dia merasa seperti masih bisa melihat semua yang Boris lakukan barusan. Apa yang sedang mereka lakukan?“Zola, kalian sebentar lagi mau cerai. Kalian seharusnya jaga jarak,” gumam Zola pada dirinya sendiri.Zola pun segera membasuh wajahnya dengan air dingin. Dia terus membasuh sampai dirinya benar-benar tenang. Beberapa menit kemudian, Zola keluar dari kamar mandi. Pria itu sudah tidak berada di dalam kamar. Baguslah, jadi Zola tidak perlu menghadapinya lagi.Saat sarapan, karena keduanya tak kunjung datang, Hartono sudah selesai makan lebih dulu. Rosita ada janji dengan temannya, Dimas otomatis menjadi sopir istrinya. Oleh karena itu, keduanya pagi-pagi sudah pergi.Selesai menyarap, Boris bermain catur dengan sang kakek karena tidak bisa meninggalkan rumah itu. Sedangkan Zola hanya menonton mereka ber