Zola terdiam karena tidak berani membayangkan ucapan lelaki itu. Perasaannya pada Mahendra tidak pernah berubah. Mereka hanya teman terbaik karena lelaki itu sudah mendukungnya dan menemaninya.Namun, dia tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Mahendra ketika dirinya tidur. Dia juga tidak berani memikirkan apakah sebelumnya pernah ada kejadian serupa.Zola diam hingga masuk dalam mobil dan masih tetap tidak bersuara. Suasana di dalam mobil menjadi sangat hening hingga keduanya dapat mendengarkan deru napas masing-masing.Saat tiba di Bansan Mansion, Boris tidak buru-buru turun dari mobil. Zola juga tidak bergerak sehingga keduanya duduk diam saja.“Apakah kamu pernah berpikir untuk menghubungi orang yang kamu cintai itu?” tanya Boris.Zola menoleh ke arah Boris dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Kamu nggak bisa lupa dengan orang yang ada di hatimu itu? Kalau kamu masih belum bisa melupakannya dan mau menemukan dia, mungkin aku bisa membantumu.”Ucapan Mahendra terus bergema di teling
Setelah sambungan terputus, Zola juga terdiam cukup lama. Setelah Boris kembali ke kamar, dia baru mencoba menenangkan emosinya.Di rumah sakit, Mahendra baru keluar setelah mengambil obat. Wajah tampannya terlihat dingin dan gelap.Setelah naik mobil, asistennya bertanya dengan suara rendah, “Pak Mahendra, sekarang apakah Anda ingin pulang?”“Iya.” Setelah itu suasana di mobil menjadi hening. Perjalanan mereka diliputi kesunyian.Setibanya di rumah, dia melempar obatnya ke sisi lain dan sepertinya tidak berniat untuk makan. Lelaki itu langsung masuk ke kamar mandi. Telinganya penuh dengan ucapan Zola yang menjelaskan hubungannya. Mustahil kalau dibilang tidak ada perasaan apa pun.Bukan pertama kalinya dia tahu sikap Zola yang cukup rasional terhadap apa yang dia inginkan dan tidak inginkan. Oleh karena itu, sehingga Mahendra tertarik dengannya. Meski Zola sudah menjelaskan, perasaannya juga tidak akan berubah. Jika tidak, dia tidak mungkin menunggu selama bertahun-tahun.Lelaki itu m
Orang di seberang sana hanya membalas “Oke” saja. Setelah itu dia meletakkan ponselnya dengan perasaan tenang.Tidak tahu karena sikap Mahendra sebagai pemicunya, tetapi semenjak hari itu Boris selalu menjemput Zola jika tidak ada acara pertemuan malam. Jika dia tidak bisa datang, lelaki itu akan meminta Jesse atau sopir untuk menjemputnya.Awalnya Zola menolak dan berkata, “Kamu nggak perlu meminta orang mengawasiku setiap hari.”“Aku demi keamananmu. Aku nggak ingin terjadi sesuatu yang merusak pernikahan kita.”Ucapannya terdengar bagus dan membuat Zola tidak bisa berkata apa pun. Sehingga dia hanya bisa diam dan menyetujui keputusan lelaki itu. Mahendra juga tahu dengan sikap lelaki itu. Terutama Zola terlihat tidak menolak sehingga dia bertanya,“Pak Boris melakukan ini untuk mencegah kita melakukan sesuatu yang buat dia salah paham?”“Bukan, mungkin dia terlalu banyak waktu,” terang Zola.Mahendra sendiri juga merasakan sikap dingin perempuan itu. Dia tidak bisa menahan diri untu
“Nyonya Morrison, aku adalah bosnya.”Mendadak lelaki itu bertanya, “Hari ini kita makan di luar. Kamu ingin makan apa?”“Kenapa makan di luar?”“Bosan sama masakan di rumah,” ujar lelaki itu dengan santai.Keduanya akhirnya memilih untuk makan makanan khas Negara Thardi yang identik dengan rasa asam. Semakin asam maka semakin enak. Zola menghabiskan seluruh sup di mangkoknya hingga kering.“Seenak itu?” tanya Boris dengan kening berkerut.“Kamu cobain. Asam dan pedas, enak sekali.”Zola kembali menyendokkan sup ke depan mulutnya. Namun, sebelum sampai, pergelangan tangannya ditahan oleh lelaki itu dan diarahkan ke mulut Boris. Sup yang semula akan masuk dalam mulut Zola menjadi masuk ke mulut lelaki itu.Dia langsung makan sup dari sendok milik Zola. Perempuan itu hanya menatapnya dengan melongo. Namun, Boris terlihat biasa saja dan berkata, “Iya, asam sekali, tetapi sangat manis.”Manis? Sup ini manis?Zola menatapnya dengan sorot bingung. Apakah lelaki itu baik-baik saja? Sedetik ke
Orang tersebut memberi tahu jam ketibaannya dan Zola bertanya lagi, “Aku yang cari tempat tinggal untukmu atau kamu sudah atur sendiri?”“Kedatanganku kali ini untuk balas budi sama teman. Seharusnya aku akan tinggal beberapa waktu. Tempat tinggal sudah aku atur, yang penting aku mau ketemu sama kamu. Kita sudah setahun nggak ketemu, ‘kan?”“Oke. Aku tahu kamu orang yang dingin. Ingat untuk tutup dirimu rapat-rapat. Kalau nggak, aku takut kamu akan dikerumuni.”“Kamu nggak tahu aku orang seperti apa? Kamu berencana menyindir dan menertawakanku?”“Aku mana berani? Kamu itu pangeran impian buat semua perempuan.”Mereka berbincang cukup lama dan perasaan Zola perlahan membaik. Setelah sambungan telepon terputus, dia merentangkan tangannya lebar-lebar sebelum berbalik masuk kamar. Sebelum dia sempat menurunkan tangannya, dia mendapati seorang lelaki berdiri di belakangnya entah sejak kapan dan menatapnya tanpa kedip.Zola terbelalak dan bertanya, “Kamu sudah berdiri berapa lama di sini?”“
Sebelum dia menyelesaikan ucapannya, Boris langsung mendaratkan kecupan di bibirnya. Jaraknya sangat dekat sehingga lelaki itu bisa membungkam mulutnya dalam waktu kurang dari satu detik.Akhir-akhir ini mereka berdua lebih sibuk dan jarang bermesraan. Kecupan tersebut membuat Boris sedikit kehilangan kendali. Bahkan lelaki itu menggigit bibirnya.Zola tersadar dan langsung memberontak. Namun, Boris sepertinya sudah siap-siap dan langsung mengangkat tangan perempuan itu ke atas kepala. Dia tidak memberikan kesempatan pada Zola untuk menolak.Kecupan tersebut berlangsung cukup lama. Orang di pelukannya terasa melemas dan kedua kakinya bergetar hingga nyaris terjatuh. Untungnya kedua tangan Boris menahan tubuhnya dengan erat.Lelaki itu tidak melanjutkan kecupannya, tetapi juga tidak melepas pelukannya. Dia menatap bibir Zola yang memerah dan sedikit bengkak. Tubuhnya menegang dan napasnya berderu keras.Dengan suara serak Boris berkata, “Zola, kamu sangat memengaruhiku.”Zola menatapnya
Tentu saja Tyara pernah mengirimkan pesan, tetapi Boris tidak membalasnya. Dia tidak berani mengganggu lelaki itu lagi sehingga hanya bisa menahan perasaannya dan membuat unggahan di sebuah akun palsu.Dia menulis banyak tulisan di akunnya tersebut. Unggahan terbaru diperbarui sekitar setengah jam yang lalu. Dia menuliskan,“Aku dan dia saling mencintai, tapi karena kehadiran perempuan itu, keluarganya menentang kami dengan berbagai cara hingga akhirnya mereka menikah. Aku pernah berpikir untuk pergi dan nggak pernah muncul lagi, tetapi hubungan mereka nggak harmonis. Mereka menikah hanya untuk menyenangkan orang tua mereka saja,”“Belakangan ini mereka berdua sedang membahas perceraian dan kami memulai kembali dari awal. Perempuan itu sudah setuju, tetapi mendadak berubah pikiran dan menggunakan orang tuanya untuk mempersulit dia,”“Pernikahan tanpa cinta nggak akan bertahan lama, tapi aku nggak mau melukai seorang perempuan. Oleh karena itu, aku memilih pergi dan nggak muncul lagi.”
“Nggak. Boris, bagaimana mungkin aku menyalahkanmu? Masalah itu memang salahku. Aku nggak seharusnya membiarkan manajerku memintamu menjemputku. Aku tahu kamu orang yang profesional. Aku nggak seharusnya seperti itu ….”“Sudah. Masalah ini sudah berlalu dan jangan diungkit lagi, oke?” potong Boris tanpa ekspresi.Tyara mengangguk dan dia tersenyum lembut sambil berkata, “Boris, kamu jangan marah. Aku janji nggak akan ada lain kali lagi.”Lelaki itu berdeham dan bertanya, “Kemarin malam teringat apa?”Tyara menatapnya dan berkata, “Aku ingat tangan lelaki itu ada tato. Seekor naga yang melilit hingga ke seluruh lengannya.”“Kenapa tiba-tiba bisa mengingat detail seperti itu?”“Mungkin karena aku melihat video tentang tato. Jadi tiba-tiba aku mengingatnya.”Keduanya saling berpandangan sejenak. Boris menatapnya dengan dingin dan tidak berkata apa pun. Tatapannya yang tajam dan lekat membuat Tyara merasa tidak nyaman. Dia bertanya, “Boris, kenapa kamu melihatku seperti itu? Kamu nggak per
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum