Disebuah club malam terbesar di Jakarta. Seorang wanita cantik, yang masih di bawah dua puluh tahun itu. Mulai merias dirinya. wajahnya yang terbalut make up tipis. Tubuh seksi dengan lekukan tubuh yang begitu menggoda. Belahan dadànya terlihat sangat jelas. Dengan baju Tanpa lengan. Bagian belakang terlihat punggung putih dan mulutnya. Rok satu di atas lututnya. Tuhan menganugerahkan kulit yang begitu putih seputih susu. Selembut kulit bayi. Dan tubuh seksi yang menggoda iman seorang yang melihatnya.
"Bella." seseorang memanggilnya. Bella menoleh, melayangkan senyuman tipis ke arah orang yang memanggilnya. Seorang laki-laki berjakun dengan suara serak dan sedikit tua, kulit yang terlihat mulai kendur. Tapi wajahnya masih terlihat sedikit muda. Dengan parasnya utu terlihat sekitar umur empat puluh tahunan itu berjalan mendekatinya."Iya.. Pak." jawabnya, menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat kepada manajer club itu."Kamu baru datang?" tanya seorang laki-laki paruh baya itu."Iya, pak. Seperti biasa. Aku masih ada kesibukan. kata Bella. Begitu santainya. Bella memang terlihat sangat akrab dengan laki-laki paruh baya itu. Dia yang baru bekerja di sana. Sudah sangat terkenal di kalangan pelanggan. wajahnya yang cantik dengan rambut blow sepunggung. Berwarna sedikit pirang di bagian tengahnya. Dia sangat populer dan paling laris di sewa untuk menemani minum. manajer mulai suka dengan pekerjaannya. Dan, membaut mereka sangat akrab. manajer bahkan belum memarahinya saat dia bekerja."Ada apa, pak?" tanyanya."Bawa minuman ini ke ruangan 13. Dia sudah menunggu" seorang laki-laki memberikan satu nampan minuman dengan isi hampir 6 botol minuman di atasnya. Dan 6 gelas yang berada di atas nampan."Siap, pak.." jawab Bella. "Apa ada lagi?" tanyanya dengan senyum begitu ramahnya. Seolah dia sangat menikmati pekerjaannya yang sekarang."Tidak ada! Cepat pergi." kata laki-laki itu."Baik!" Bella beranjak pergi, langkahnya terganggu di saat semua mata tertuju pada lekuk tubuhnya. Pandangan mata nakal dari laki-laki pria hidung belang melalang buana menjelajahi setiap lekuk tubuhnya. Mereka menatap kagum dengan tubuh seksinya yang begitu menggoda setiap kata yang menatapnya. Wajah mungil nan cantik itu tidak lepas dari para laki-laki hidung belang. Bella mencoba menarik ujung rok pendeknya sedikit ke bawah dengan tangan kanannya. Rok yank terlihat begitu pendek di di atas lututnya.Bella berdesis pelan. Dia menghela napasnya kesal.Rok ini benar-benar pendek. Aku tidak bisa berjalan dengan tatapan kotor laki-laki melihatku. Bella menghela napasnya, dia berusaha untuk tidak memperdulikan setiap pandangan ke arahnya.Beberapa laki-laki bersiul, di saat melihat bagian tubuhnya terekspose bebas. Terbiarkan tanpa tutup "Cantik! Bawa minumannya ke sini," ucap salah satu laki-laki penggoda yang berada di tak jauh darinya. Dia berjalan dengan langkah pelan. Merasa tak bisa bebas saat berjalan."Maaf, ini sudah pesanan orang, tuan!" jawab Bella, mencoba mempercepat langkahnya lagi. Wanita itu memalingkan wajahnya acuh tanpa pedulikan laki-laki itu."Sialan wanita murahan itu." teriaknya. Bella tidak menanggapi ucapan kotor laki-laki itu.Bella segera membuka ruangan yang ditunjukkan boss Vero. Kedua matanya membulat di saat melihat beberapa wanita seksi berada di sana."Eh.. Sini minumannya. Kenapa kamu lama sekali." ucap seorang laki-laki setengah sadar. Dia mengangkat tangannya mengangkat jemari memanggil dirinya untuk segera datang. Dia bahkan masih duduk bersandar sembari kedua tangannya merangkul dua wanita seksi di sampingnya."Minggir dulu." pintanya pada dua wanita seksi itu. Kedua wanita itu seketika langsung beranjak dari duduknya. Laki-laki itu mulai duduk tegap. Menatap kecantikan paras Bella yang berada di depannya. pandangannya mulai nakal. Dari wajah perlahan mulai turun memperhatikan tubuhnya. Dia menggelengkan kepalanya sembari berdesis membayangkan hal yang di luar dugaannya. Pikirannya mulai berfantasi ria. Air liurnya terlihat menetes. Pikirannya tak berhenti berfantasi.Bella merasa tak suka dengan tatapan laki-laki itu. Tapi bagaimanapun juga ini adalah pekerjaannya. Mau tak mau dia harus bekerja profesional. Bella menarik napasnya panjang, dalam satu tarikan napasnya. Dia berjalan dengan langkah cepat, segera meletakkan minuman di atas meja. Tatapan kotor dari beberapa laki-laki di depannya mulai mencuri pandang pada tubuhnya. Bella duduk jongkok, meletakkan semua minuman di atas meja. Tatapan laki-laki itu melihat belahan dadanya dan terlihat paha putihnya yang juga terlihat menggoda."Kamu mau duduk sini?" Laki-laki itu menyentuh paha Bella. Mengusapnya beberapa detik. laki-laki yang terlihat muda umur sekitar tiga puluhan. Tam terlihat tua. Bella berdengus kesal. Dia mencoba menahan amarahnya. Bella melangkah mundur, dia berdiri tegap, dengan wajah sedikit menunduk, ke dua tangannya memeluk nampan sangat erat menutupi bagian depan tubuhnya."Apa benar ini minuman asli?" tanya yang lainya. Mereka di sana yang dari tadi hanya diam menatap kagum Bella. Bahkan dari awal dia masuk. Mereka juga sama, pandangan mata mereka terlihat nakal menatap tubuh molek Bella."Iya, tuan. Ini minuman asli," ucap Bella. Dia memang tidak tahu itu minuman apa. tapi dari botol yang di liatnya. Itu terlihat seperti minuman asli alkohol bukan jus."Apa kamu yakin?" tanya beberapa laki-laki memastikan. tapi tatapan mereka tertuju di tubuh Bella.Bella menarik napasnya dalam-dalam. Jemari tangannya mencengkeram ujung roknya, mengepal erat membentuk gumpalan. Wajahnya mengernyit, dengan bibir bawah tertarik ke dalam sela-sela giginya.Apa yang harus aku katakan. Tapi ini benar minuman asli atau tidak. Aku juga tidak tahu. Setahu aku memang asli, kenapa mereka mempertanyakan hal itu."Kenapa kamu diam, hah..." pekik laki-laki di depannya."Eh.. Ma-maaf tuan.." ucap Bella gugup."Maaf? Aku tanya ini minuman asli tidak," laki-laki itu mengambil satu botol minuman, menggebraknya di atas meja. Seketika membuat Bella bergidik takut."Cepat coba," pintanya meninggikan suaranya.Kenapa aku dapat masalah hari ini. Semua gara-gara Vero. Kalau dia tidak pergi. Aku tidak di dipermalukan seperti ini.Bella menghela napasnya, dia beranjak duduk jongkok, dengan ke dua kaki jijit menumpu tubuhnya. Helaan napasnya gugupnya terasa jelas."Cepat minum!" pintanya lagi. Membuat tangan Bella mulai terangkat ragu.Aku tidak bisa minum seperti ini... Kalau aku minum bisa gak sadar diri nantinya. Apalagi ini awal aku minuman. Baunya saja sudah membuat aku ingin pingsan.Dengan terpaksa, Bella mengerutkan hidungnya, mencoba untuk tidak bernapas. Dia mulai mengambil botol minuman itu. meneguknya hingga tak tersisa. Dia mengambil ke dua kalinya, lalu meminumnya tanpa henti. Hingga menghabiskan tiga botol. Dia beranjak berdiri dan melangkahkan kakinya pergi. Tubuhnya yang mulai lemas, berusaha mencari gagang pintu. Semua orang di sana hanya menatapnya, sembari tertawa pelan.Benar yang aku bilang. Kepalaku pusing sekali. Aku tidak bisa terus di sini. Aku yakin mereka pasti memanfaatkan keadaanku nantinya.Bella menggelengkan kepalanya, mengerjapkan matanya yang sudah terlihat sangat buram Dia berjalan sempoyongan meraba tembok di depannya.Bruukkk..Bella menghentikan langkahnya di saat dia tak sengaja menabrak seseorang di depannya. Ia mengernyitkan matanya, terlihat samar wajah laki-laki yang ia tabrak. Namun pandanganya semakin buram. Kedua tangannya mendarat tepat di dada bidang laki-laki di depannya. Wanita itu tersenyum tipis, meraba dadanya. Menyandarkannya manja.Uh... Aku benar-benar merasa sangat nyaman. Jika aku menganggap semuanya masalah. Aku akan segera pergi dari pemberitahuan ke tempat di mana dia di tinggalkan."Jangan sentuh tuan muda!" kedua pengawal itu memegang pundak Bella. Menariknya kasar."Ah... Kalian jangan menyentuhku," jawab Bella lirih, menarik tangan pengawal itu bersamaan. Lalu menendang bergantian dari belakang hingga terkapar tak sadarkan ke lantai mengkilat berwarna putih.Laki-kaki itu mulai tertarik padanya.Dia sangat manarik.. Mampu mengalahkan dua pengawalku sekaligus."Kepalaku pusing!!" gumam Bella. Mengangkat kepalanya menatap samar wajah tampan. Kemudian terkapar lagi dalam dada bidangnya."Ugghh.. benar-benar tubuh yang sangat bagus." ucap Bella membayangkan hal menjijikkan di otaknya."Ehh.. lepaskan tangan kamu dari tuan, Deon." bentak dua pengawal yang dari tadi sudah stay di samping tuannya.Uggg... uggghht"Huuueekkkk..." Bella memuntahkan semua bahu alkohol tepat di jas hitam milik Deon."Dasar wanita jalang, menyingkir lah" dua pengawal Deon beranjak berdiri menahan rasa sakit di perutnya, berjalan dengan kaki ringan. Mereka menarik ke dua tangan Bella mencoba membawanya pergi, dengan cepat Deon memegang pundak salah satu pengawalnya."Biarkan saja," ucap lirih Deon, yang seakan seperti perintah untuk mereka."Tapi...""Sssttt... diam!" desis laki-laki berwajah dingin itu.Sebenarnya laki-laki itu menahan rasa kesal dan amarahnya. Tetapi karena wanita itu menarik baginya. Yaitu bagi laki-laki playboy yang suka bermain wanita sepertinya. Dia adalah hal yang menarik untuk di mainkan. Pandangan matanya tak lepas dari wajah Bella yang seakan sudah ingin memulai permainan cintanya."Bawa dia ke kamarku," Deon menggertakkan rahangnya kesal. Sudah terbesit dalam otaknya untuk membalas semua perbuatan yang di lakukan wanita di depannya."Tuan, temani aku!" Bella mencoba meronta, dia tidak menyerah ingin memegang dada bidang laki-laki di depannya. Dia terus meronta. Namun, dua pengawal itu menariknya segera ke dalam kamar hotel yang tak jauh dari club.Dasar wanita aneh. Kenapa hari ini aku bertemu dengan orang-orang aneh. Tidak di rumah. Tidak di club malam semuanya sama saja. Geram Deon, mengerutkan hidungnya seketika, bau menyeruak alkohol itu masuk dalam penciumannya. Seperti bau busuk yang seketika membuat dirinya merasa sangat muak. Depan menunduk sekilas, menatap jasa yang sudah terlihat sangat kotor. Dengan segera dia melepaskannya dan membuangnya di sembarang tepat.***Di sebuah kamar, Bella terbaring di king size. Menggulingkan tubuhnya. Lalu kembali lagian terlentang tersenyum menatap ke depan. Dia melirik sekilas. Di saat telinganya mendengar detak langkah kaki ringan, suara sepatu menghentak itu berjalan pelan masuk ke dalam kamarnya."Eh.. Tuan tampan," Bella yang masih belum sadar, beranjak berdiri. Menjatuhkan tubuhnya dalam dekapan Deon."Apa kamu mau aku temani?" tanya Deon, menjatuhkan kasar tubuh Bella.Tetapi aku tidak suka memanfaatkan keadaan.. Ini bukan tipeku. Aku akan membuat dia yang akan menyerahkan dirinya sendiri padaku. Gumam Deon tersenyum licik menatap ke arah Bella."Ahh.. Temani aku.. "Merasa sudah sangat geram. Deon mengangkat tubuh Bella. Membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Menjatuhkan tubuhnya ke dalam bathtub kamar mandi yang berisikan penuh air. Dia menenggelamkan tubuh Bella. Lalu menariknya kembali, hingga 2 kali melakukan hal yang sama. Merasa sudah terlihat berbeda dari Bella. Dia beranjak pergi membasuh tubuhnya di shower tepat tak jauh dari bathup. Hanya berbatas dinding kaca, yang di tutup dengan kelambu putih."Hah.. Hah.." Bella yang mulai sadar dari pengaruh minuman. Dia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia merasa baru saja tergelam dalam laut. Entah tadi mimpi atau tidak. Baginya seperti kenyataan yang membuat dia hampir saja kehilangan nyawanya. Wanita berambut sepunggung itu memutar matanya. Dia merasa sangat aneh dan asing dengan ruangan kamar mandi ini. Ahh... Kepalaku. Apa yang terjadi padaku. Dan kenapa? Kenapa aku bisa tenggelam di bathtub ini.. Bella mengernyitkan matanya mencoba melihat seluruh penjuru ruangan. "Aku di mana? Rumah siapa ini? Kenapa terlihat begitu asing? Dan, apa yang sebenarnya terjadi padaku?" gumam Bella, pikirannya melayang cepat memikirkan hal aneh dalam dirinya. Dia sontak menundukkan kepalanya, melihat bajunya yang masih lengkap. Bella menghela napasnya lega. Mencengkeram ujung atas bajunya, dan beranjak berdiri. "Aaww--" rintih Bella, memegang kepalanya yang masih terasa sangat pusing."Kenapa kepalaku semakin pusing sekali." Bella beran
Bella berlari masuk ke dalam rumahnya. Wajahnya masih memerah malu. Bella mengacak-acak rambutnya frustasi sembari berjalan dan tidak hentinya menggerutu kesal. "Astaga... Kenapa aku jadi seperti ini." gerutu Bella. "Bisa-bisanya aku salah masuk rumah. Untuk tidak salah masuk kamar orang." kesal Bella. Dia menghela napasnya. Beranjak duduk di sofa ruang tamunya. "Heh... Gadis gila.." teriak seorang dari lantai dua. Bella mengerutkan keningnya. Kedua bola mata bergerak ke atas. "Sialan, laki-laki itu berteriak di kamar atas." kesal Bella. Dia segera berlari menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Membuka balkon kamarnya. Sembari membawa sepatu melemparkan sepatu itu di balkon depan kamarnya. Rumah mereka berdekatan hanya berjarak satu petak. Namun, kamar Mereka juga berhadapan satu sama lain. Riko sering keluar Bella di kamarnya. Bahkan dia tidak pernah sadar sebelumnya. "Sialan, kamu melerai sepatu?" kesal Rico. "Itu pelajaran buat kamu." kesal Bella. Dia melihat kedua tangannya
"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya. "Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya. "Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos. "Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan." "Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya." "Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan."Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o. "Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri. "Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena k
"Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya
"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika."Laki-laki?" tanya Bella memastikan.Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella."Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas."Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku."Sekarang, dia dimana?" tanya Bella."Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Siapa, kamu?" Tanya pria itu menunjuk ke arah Deon dan Hans yang sudah berdiri di depannya. tatapan tajam Deon tidak membuat pria itu takut. "Hans, urus dia." pinta Deon. "Kalian ikut campur urusanku," geram pria asing itu. sembari menunjuk dengan wajah penuh amarah. Meskipun tubuhnya terlihat tak mampu berdiri tegap. pengaruh alkohol membuat tubuh kekar itu lunglai tanpa tulang. Pria asing itu berusaha untuk melangkah kedepan. Sembari tersenyum sinis tanpa rasa takut sama sekali. Deon membalas senyuman itu dengan tatapan mata tajamnya. Aura mematikan mulai kekuar dari sekujur tubuh Deon. Wajah yang sangat dingin itu mulai berapi-api. "Jangan pernah mencoba untuk menyentuh wanitaku," geram Deon. Pria itu menarik sudut bibirnya sinis. Dia masih tidak pedulikan apa yang di katakan Dion. pengaruh alkohol yang kuat tidak membuatnya takut pada siapapun. Bahkan termasuk Deon. "Siapa wanitamu, Hah...." Pria itu menertawakan Deon. "Anda tidak tahu tuan Deon?" Tanya Hans."Urus dia." P
Vina masih di posisi yang sama dia duduk di pangkuan pria itu. Kedua tangan melingkar di leher pria asing itu. kedua mata mereka masih saling menatap sangat dalam, perlahan Bibir pria itu mendekat padanya. Sekujur tubuh Vina seketika mulai kaku. Dia berusaha menelan ludahnya, entah kenapa terasa lebih susah ludahnya tertelan. Itu karena dia terlalu gugup, atau takut. Dirinya sendiri juga tidak paham akan hal itu. Jemari tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya, sengaja dia berusaha menggoda Vina. Jemari tangan kanan Pria itu menyentuh paha Vina perlahan merangkak ke atas, sedikit menyingkap rok span yang di pakai oleh Vina.Vina yang terkejut dengan perlakuan itu. Dia hanya bisa diam dengan kedua jata melebar sempurna. Tangan kiri pria itu menyentuh perlahan wajah kiri Vina, hingga merangkak ke belakang kepala Vina. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan lebih dekat lagi. Hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Hanya satu gerakan saja, kedua bibir itu bisa salin
"Anda harus temani saya, saya akan bayar berapapun yang kamu inginkan.""Maaf, tapi saya tidak bisa..." Vina berusaha menghindar. tangan kekar laki-laki itu tidak bisa membuatnya berkutik. Dia hanya bisa diam di atas pangkuannya. Kedua tangan memeluk erat pinggang ramping Vina. Jemari tangan kiri menyentuh pinggang ramping milik Vina. Menghisapnya begitu lembut.Seolah memberikan sentuhan gairah pada Vina Namun perlahan sentuhan itu menjadi cengkeraman sangat kuat. Seperi cengkeraman srigala yang ingin memangsa musuhnya."lepaskan aku, jangan kurang ajar padaku." teriak Vina. berusaha mendorong tubuh bugar laki-laki bertopeng itu."Jangan kamu pikir aku wanita yang gampang kamu nikmati, tuan." Vina berbicara teoat di depan pria itu. pasangan mata saling menatap satu sama lain. Wajah mereka semakain dekat, tanpa rasa takut Vina mendekatkan tubuhnya, lalu berbisik pelan padanya."Aku memang pekerja disini. Tapi, bukan be
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika."Laki-laki?" tanya Bella memastikan.Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella."Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas."Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku."Sekarang, dia dimana?" tanya Bella."Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari
"Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya
"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya. "Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya. "Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos. "Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan." "Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya." "Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan."Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o. "Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri. "Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena k