"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.
Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika.
"Laki-laki?" tanya Bella memastikan.
Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella.
"Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas.
"Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku.
"Sekarang, dia dimana?" tanya Bella.
"Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari kantor. Seorang berdiri di depan pintu kantor. Dengan tubuh menyandar di body mobil sport berwarna merah.
"Itu, dia!" Cika menunjuk ke arah laki-laki di depannya. Bella terdiam seketika. Bibir menganga tidak percaya laki-laki yang sangat tidak asing di matanya.
Bella berdesis pelan. "Apa yang dia lakukan disini?" gerutu Bella dalam hatinya. Bella mengerjapkan giginya. Kedua kaki menghentak ke lantai dua kali. Lalu berjalan pelan mendekati laki-laki yang ada di depannya.
"Kamu suka sekali mengganggu?" tanya Bella. Menarik kedua alisnya. Tatapan mata begitu tajam. Kedua tangan berkacak pinggang.
"Aku kesini hanya, ingin memberikan ini." Laki-laki itu membalas tatapan mata Bella dengan tatapan menggoda. Senyuman laki-laki di depannya begitu manis. Hingga Bella terbuai sejenak dalam surga keindahan laki-laki di depannya.
Astaga... Aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri. Dia sangat tampan. Tapi, sayang sekali. Dia nyebelin. Sama saja seperti bos.
Bella menghela napasnya. Kenapa aku kasih saja memikirkan bos. Bella tidak hentinya berbicara dalam hatinya.
"Hallo... apa ada orang?" tanya Rico. Melainkan tangannya tepat di wajah Bella.
"Apa?" tanya Bella. Melotot tajam Menepis tangan Rico.
"Ini sepatumu, bukan?" tanya Rico.
"Dari mana kamu dapatkan sepatuku?" tanya Bella.
"Bella, kamu masih di luar?" suara seorang wanita yang sepertinya dia mencari dirinya. Bella yang panik. Melangkah mondar mandir di depan Rico. Mencari cara bagaimana dia bersembunyi lebih dulu.
"Bella.. "
"Eh... Bella, ada disini..." Bella melebarkan matanya. Menatap ke arah Rico. Dia menutup bibir Rico. Menarik tubuh Rico secara paksa agar pergi dari depan kantornya.
"Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Rico.
"Ikut, aku!" kata Bella. "Jangan buat masalah di kantorku!" lanjut Bella. Membawa Rico menuju ke samping kantornya.
"Apa yang kamu lakukan, lepaskan aku!" Rico mendorong tubuh Bella.
"Kamu berani sekali menyentuhku?" Rico menatap tajam kedua jata Bella. Melangkah perlahan. Bella yang kebingungan. Dia melangkahkan kakinya ke belakang. Hingga punggung menyandar ke dinding. Telapak tangan Rico berada tepat di samping telinga kanan dan kiri Bella. Rico mendekatkan badannya. Aroma parfum yang menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Bella. Aromanya begitu menyejukkan setiap wanita yang mencium aroma yang melekat di tubuh Rico. Rasanya ingin sekali memeluk tubuhnya lama-lama. Wanginya terasa soft banget. Segala unsur Floral. Citrus, Musky, Woody ada semua di tubuh Rico.
Bella memejamkan matanya sejenak. Merasakan aroma yang begitu soft mulai terbiasa hidungnya mencium aroma tubuh Rico.
Tanpa Bella sadari Rico mendekatkan wajahnya. Hingga berjarak satu telunjuk tangan dari wajah Bella. Hembusan napas mereka saling bersatu sama lain.
Bella terkejut merasakan napas berat seorang laki-laki yang ada di depannya. Bella membuka matanya perlahan. Seketika mengerutkan tubuhnya. Sedikit menghindar dari wajah Rico.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Bella.
"Harusnya aku yang tanya padamu, apa yang kamu lakukan?" tanya Rico. Mendekatkan wajahnya lagi.
"Kamu suka menggoda laki-laki?" tanya Rico.
Bella memicingkan matanya. "Idih, siapa juga yang mau menggodamu. Jangan terlalu percaya diri!" kata Bella.
"Ikut aku!" kata Rico. Dia memegang pergelangan tangan Bella. Mencengkeramnya sangat erat. Menariknya untuk segera pergi dari sana.
"Lepaskan aku! Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Bella. Bella berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Rico. Dia memukul lengan tangan Rico beberapa kali. Tapi, tetap saja tidak bisa melepaskan cengkraman Rico.
Bella hanya bisa pasrah. Semakin dia melawan. Semakin sakit cengkeraman itu.
"Kamu mau bawa aku kemana? Aku masih kerja," ucap Bella.
"Hanya sebentar, saja!" kata Bella.
"Tapi... Aku bisa jadi sasaran bos baru lagi!" gerutu Bella lirih. Dia menghela napasnya kesal. Kepala tertunduk pasrah dengan keadaan yang nantinya akan dialami olehnya.
"Sasaran apa lagi?" tanya Rico. Membuka pintu mobilnya. Mendorong tubuh Bella secara paksa masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu mau mengusikku?" teriak Bella.
"Nggak!" kesal Rico. "Emmm... jika aku jual kamu. Apa kamu masih bisa dapat tarif mahal?" Rico duduk di jok depan tepat di samping Bella. Memakai sabuk pengaman menyilang di tubuhnya. Rico sesekali melirik ke arah Bella.
"Aku bisa teriak jika kamu bawa aku pergi!" ancam Bella.
"Silahkan, anda teriak!" kata Rico.
"Dok! Dok!"
"Tolong!!" teriak Bella. Sembari menggedor kaca pintu mobil Rico.
"Diamlah!" pinta Rico. Menarik tangan Bella.
"Kamu mau apa? Atau, jangan-jangan kamu mau melecehkanku?" Bella menarik tangannya. Menutupi dada dengan kedua lengan tangannya. Dia berusaha nendang Rico.
"Kamu gila?" kesal Rico.
"Siapa juga yang mau menculikmu!" lanjutnya. Sedikit meninggikan suara.
"Jika kamu menyentuhku sedikit saja. Aku akan pukul telurmu sampai ke tulang!"
Rico mengerutkan keningnya. Hingga terlihat garis halus di keningnya. "Dasar otak mesum!"Rick menghela napasnya. Dia mulai menjalankan mobilnya menjauh halaman kantor.
"Apa kamu bilang?" geram Bella. Melebarkan matanya. Kedua jata yang siap menerkam mangsanya.
"Gak usah banyak tingkah. Duduk dulu!" pinta Rico.
"Kamu dan aku bahkan sama sekali tidak saling mengenal. Dan, kamu berani sekali bawa aku pergi? Kamu sengaja menculikku?" Bella terus berbicara tidak ada hentinya. Namun Rico sama sekali tidak mendengarnya. Dia menyalakan musik lebih keras dari pada suara Bella.
Merasa sangat kesal. Bella mematikan musik itu. Bekacak pinggang menatap ke arah Rico.
"Aku sudah bilang sama kamu. Jangan suka masuk kamar orang. Sekarang, rumah aku kotor. Jadi kamu segera bersihkan rumahku." kata Rico sontak membuat Bella terdiam. Mengerjapkan kedua matanya bingung.
"Bentar, apa maksud kamu?" tanya Bella.
"Kamu bilang, aku masuk ke rumahmu?" tanya Bella, menarik sudut bibirnya sinis.
"Lihat saja nanti!" kata Rico.
"Oke, Oke... Gini, ya! Aku tadi memang masuk ke rumahmu. Tapi, kakiku bersih!" kata Bella.
"Kamu yakin? Tidak meninggalkan bekas?" tanya Rico.
"Tapi, ini hanya masalah kotor sedikit saja. Kenapa kamu harus jemput aku di kantor. Dan, kenapa juga kamu culik aku." Bella menghenduskan napasnya kesal.
"Bisa-bisa aku di pecat!" kata Bella.
"Tenang saja, aku bilang sama. Temanmu, jika kamu ijin sebentar. Dan, kamu tidak akan dipecat. Jika kamu di pecat Kamu bisa bekerja di bar, kan?" kata Rico melirik ke arah Bella. sembari tersenyum tipis.
Bella melirik tajam Rico. "Bagaimana kamu bisa tahu pekerjaanku?" tanya Bella.
"Itu, rahasia!"
"Apa kamu cari tahu tentang aku?" Rico hanha diam saja. Sampai di rumah miliknya. Rico segera keluar dari mobil. Menarik tangan Bella untuk segera keluar. Dan, memintanya masuk ke dalam. Sudah dua kali Bella masuk ke rumah itu. Dia terdiam sesaat. Melihat seisi rumah itu yang belum pernah dilihat olehnya.
Kedua jata Bella tertuju pada foto dua anak kecil yang terpampang di pigora. Tepat menempel di dinding depannya.
"Itu foto siapa?" tanya Bella. Menunjuk ke arah foto itu. "Sepertinya, aku tidak asing dengan anak kecil itu." lanjutnya dalam hati.
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Anda harus temani saya, saya akan bayar berapapun yang kamu inginkan.""Maaf, tapi saya tidak bisa..." Vina berusaha menghindar. tangan kekar laki-laki itu tidak bisa membuatnya berkutik. Dia hanya bisa diam di atas pangkuannya. Kedua tangan memeluk erat pinggang ramping Vina. Jemari tangan kiri menyentuh pinggang ramping milik Vina. Menghisapnya begitu lembut.Seolah memberikan sentuhan gairah pada Vina Namun perlahan sentuhan itu menjadi cengkeraman sangat kuat. Seperi cengkeraman srigala yang ingin memangsa musuhnya."lepaskan aku, jangan kurang ajar padaku." teriak Vina. berusaha mendorong tubuh bugar laki-laki bertopeng itu."Jangan kamu pikir aku wanita yang gampang kamu nikmati, tuan." Vina berbicara teoat di depan pria itu. pasangan mata saling menatap satu sama lain. Wajah mereka semakain dekat, tanpa rasa takut Vina mendekatkan tubuhnya, lalu berbisik pelan padanya."Aku memang pekerja disini. Tapi, bukan be
Vina masih di posisi yang sama dia duduk di pangkuan pria itu. Kedua tangan melingkar di leher pria asing itu. kedua mata mereka masih saling menatap sangat dalam, perlahan Bibir pria itu mendekat padanya. Sekujur tubuh Vina seketika mulai kaku. Dia berusaha menelan ludahnya, entah kenapa terasa lebih susah ludahnya tertelan. Itu karena dia terlalu gugup, atau takut. Dirinya sendiri juga tidak paham akan hal itu. Jemari tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya, sengaja dia berusaha menggoda Vina. Jemari tangan kanan Pria itu menyentuh paha Vina perlahan merangkak ke atas, sedikit menyingkap rok span yang di pakai oleh Vina.Vina yang terkejut dengan perlakuan itu. Dia hanya bisa diam dengan kedua jata melebar sempurna. Tangan kiri pria itu menyentuh perlahan wajah kiri Vina, hingga merangkak ke belakang kepala Vina. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan lebih dekat lagi. Hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Hanya satu gerakan saja, kedua bibir itu bisa salin
"Siapa, kamu?" Tanya pria itu menunjuk ke arah Deon dan Hans yang sudah berdiri di depannya. tatapan tajam Deon tidak membuat pria itu takut. "Hans, urus dia." pinta Deon. "Kalian ikut campur urusanku," geram pria asing itu. sembari menunjuk dengan wajah penuh amarah. Meskipun tubuhnya terlihat tak mampu berdiri tegap. pengaruh alkohol membuat tubuh kekar itu lunglai tanpa tulang. Pria asing itu berusaha untuk melangkah kedepan. Sembari tersenyum sinis tanpa rasa takut sama sekali. Deon membalas senyuman itu dengan tatapan mata tajamnya. Aura mematikan mulai kekuar dari sekujur tubuh Deon. Wajah yang sangat dingin itu mulai berapi-api. "Jangan pernah mencoba untuk menyentuh wanitaku," geram Deon. Pria itu menarik sudut bibirnya sinis. Dia masih tidak pedulikan apa yang di katakan Dion. pengaruh alkohol yang kuat tidak membuatnya takut pada siapapun. Bahkan termasuk Deon. "Siapa wanitamu, Hah...." Pria itu menertawakan Deon. "Anda tidak tahu tuan Deon?" Tanya Hans."Urus dia." P
Disebuah club malam terbesar di Jakarta. Seorang wanita cantik, yang masih di bawah dua puluh tahun itu. Mulai merias dirinya. wajahnya yang terbalut make up tipis. Tubuh seksi dengan lekukan tubuh yang begitu menggoda. Belahan dadànya terlihat sangat jelas. Dengan baju Tanpa lengan. Bagian belakang terlihat punggung putih dan mulutnya. Rok satu di atas lututnya. Tuhan menganugerahkan kulit yang begitu putih seputih susu. Selembut kulit bayi. Dan tubuh seksi yang menggoda iman seorang yang melihatnya. "Bella." seseorang memanggilnya. Bella menoleh, melayangkan senyuman tipis ke arah orang yang memanggilnya. Seorang laki-laki berjakun dengan suara serak dan sedikit tua, kulit yang terlihat mulai kendur. Tapi wajahnya masih terlihat sedikit muda. Dengan parasnya utu terlihat sekitar umur empat puluh tahunan itu berjalan mendekatinya. "Iya.. Pak." jawabnya, menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat kepada manajer club itu. "Kamu baru datang?" tanya seorang laki-laki paruh bay
"Hah.. Hah.." Bella yang mulai sadar dari pengaruh minuman. Dia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia merasa baru saja tergelam dalam laut. Entah tadi mimpi atau tidak. Baginya seperti kenyataan yang membuat dia hampir saja kehilangan nyawanya. Wanita berambut sepunggung itu memutar matanya. Dia merasa sangat aneh dan asing dengan ruangan kamar mandi ini. Ahh... Kepalaku. Apa yang terjadi padaku. Dan kenapa? Kenapa aku bisa tenggelam di bathtub ini.. Bella mengernyitkan matanya mencoba melihat seluruh penjuru ruangan. "Aku di mana? Rumah siapa ini? Kenapa terlihat begitu asing? Dan, apa yang sebenarnya terjadi padaku?" gumam Bella, pikirannya melayang cepat memikirkan hal aneh dalam dirinya. Dia sontak menundukkan kepalanya, melihat bajunya yang masih lengkap. Bella menghela napasnya lega. Mencengkeram ujung atas bajunya, dan beranjak berdiri. "Aaww--" rintih Bella, memegang kepalanya yang masih terasa sangat pusing."Kenapa kepalaku semakin pusing sekali." Bella beran
"Siapa, kamu?" Tanya pria itu menunjuk ke arah Deon dan Hans yang sudah berdiri di depannya. tatapan tajam Deon tidak membuat pria itu takut. "Hans, urus dia." pinta Deon. "Kalian ikut campur urusanku," geram pria asing itu. sembari menunjuk dengan wajah penuh amarah. Meskipun tubuhnya terlihat tak mampu berdiri tegap. pengaruh alkohol membuat tubuh kekar itu lunglai tanpa tulang. Pria asing itu berusaha untuk melangkah kedepan. Sembari tersenyum sinis tanpa rasa takut sama sekali. Deon membalas senyuman itu dengan tatapan mata tajamnya. Aura mematikan mulai kekuar dari sekujur tubuh Deon. Wajah yang sangat dingin itu mulai berapi-api. "Jangan pernah mencoba untuk menyentuh wanitaku," geram Deon. Pria itu menarik sudut bibirnya sinis. Dia masih tidak pedulikan apa yang di katakan Dion. pengaruh alkohol yang kuat tidak membuatnya takut pada siapapun. Bahkan termasuk Deon. "Siapa wanitamu, Hah...." Pria itu menertawakan Deon. "Anda tidak tahu tuan Deon?" Tanya Hans."Urus dia." P
Vina masih di posisi yang sama dia duduk di pangkuan pria itu. Kedua tangan melingkar di leher pria asing itu. kedua mata mereka masih saling menatap sangat dalam, perlahan Bibir pria itu mendekat padanya. Sekujur tubuh Vina seketika mulai kaku. Dia berusaha menelan ludahnya, entah kenapa terasa lebih susah ludahnya tertelan. Itu karena dia terlalu gugup, atau takut. Dirinya sendiri juga tidak paham akan hal itu. Jemari tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya, sengaja dia berusaha menggoda Vina. Jemari tangan kanan Pria itu menyentuh paha Vina perlahan merangkak ke atas, sedikit menyingkap rok span yang di pakai oleh Vina.Vina yang terkejut dengan perlakuan itu. Dia hanya bisa diam dengan kedua jata melebar sempurna. Tangan kiri pria itu menyentuh perlahan wajah kiri Vina, hingga merangkak ke belakang kepala Vina. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan lebih dekat lagi. Hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Hanya satu gerakan saja, kedua bibir itu bisa salin
"Anda harus temani saya, saya akan bayar berapapun yang kamu inginkan.""Maaf, tapi saya tidak bisa..." Vina berusaha menghindar. tangan kekar laki-laki itu tidak bisa membuatnya berkutik. Dia hanya bisa diam di atas pangkuannya. Kedua tangan memeluk erat pinggang ramping Vina. Jemari tangan kiri menyentuh pinggang ramping milik Vina. Menghisapnya begitu lembut.Seolah memberikan sentuhan gairah pada Vina Namun perlahan sentuhan itu menjadi cengkeraman sangat kuat. Seperi cengkeraman srigala yang ingin memangsa musuhnya."lepaskan aku, jangan kurang ajar padaku." teriak Vina. berusaha mendorong tubuh bugar laki-laki bertopeng itu."Jangan kamu pikir aku wanita yang gampang kamu nikmati, tuan." Vina berbicara teoat di depan pria itu. pasangan mata saling menatap satu sama lain. Wajah mereka semakain dekat, tanpa rasa takut Vina mendekatkan tubuhnya, lalu berbisik pelan padanya."Aku memang pekerja disini. Tapi, bukan be
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika."Laki-laki?" tanya Bella memastikan.Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella."Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas."Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku."Sekarang, dia dimana?" tanya Bella."Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari
"Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya
"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya. "Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya. "Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos. "Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan." "Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya." "Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan."Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o. "Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri. "Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena k