"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya.
"Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya."Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos."Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan.""Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya.""Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan."Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o."Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri."Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena kamu telat hari ini. Maka kamu akan mendapatkan pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan lagi." Tegas Deon. Tanpa ekspresi sama sekali. Wajahnya tampak begitu dingin. Deon membalikkan badannya dan segera melangkah pergi menuju ke ruangannya. Jun berjalan di belakang Deon.Sementara Bella dia masih terlihat bingung. Bella menggerakkan kepalanya pelan menatap ke arah Cika temannya.Cika memalingkan pandangan matanya. Terlihat dari ekspresi wajah menyedihkan yang ditunjukkan Bella dia sudah tahu jika Bella pasti akan merayunya."Bantu aku," Bella memegang lengan tangan Cika sembari merengek menggerakkan lengan tangan Cika beberapa kali. Bella terlihat seperti anak kecil yang ingin beli permen."Sudah, lebih baik kamu segera masuk. Sebelum bos datang lagi dan marah padamu. Kamu mau dipecat?" Tanya Cika, dengan anda sedikit kesal.Bella mengerutkan bibirnya. Tanpa menjawab pertanyaan Cika dia hanya menggelengkan kepala. Tanda dia tidak mau jika sampai di pecat."Dia pasti menghukumku?" Tanya Bella."Entahlah, siapa tahu jika kamu dijadikan sekretarisnya nanti. Atau, dia minta kamu temani dia tidur." Cika membayangkan Bella menjadi kekasih sang Bos yang di kantor terkenal dengan Playboy. Dan suka sekali ganti wanita untuk menemani di ranjangnya."Atau, kamu bisa ajak dia ke ranjang bermain panas di atas ranjang." Goda Cika sembari tertawa kecil. Dia tidak bisa bayangkan temannya bersama bos Deon."Huss... Jaga mulutmu. Bagaimana jika dia dengar. Dia pikir aku yang menggodanya nanti." Bella menutup bibir Cika. Cika menarik telapak tangan Bella dari bibirnya."Jika kamu mau mendapatkan tempat bagus di kantor. Coba rayu bos dingin itu. Jika kamu berhasil merayunya. Maka aku akan traktir kamu selama satu bulan," ucap Cika. Menarik salah satu alisnya ke atas. Memberikan tawaran taruhan pada Bella."Emm... Tawaran yang menarik. Boleh, juga. Aku terima tawarannya. Tapi kamu harus tepati janji." Kata Bella mengulurkan tangannya pada Cika. Cika langsung menerima uluran tangan Bella. Mereka saling tersenyum satu sama lain.**Setelah sepakat dengan Cika. Bella dengan wajah tampak begitu gugup. Dia menyerat kedua kakinya untuk masuk paksa ke dalam ruangan Deon. Bella berdiri tepat di depan pintu. Dia mengambil nafas dalam-dalam. Mengeluarkan perlahan. Dia melakukan beberapa kali. Bella mengangkat tangannya, berniat untuk mengetuk pintu. Namun dirinya mengurungkan niatnya.Dalam satu tarikan napasnya. Bella memegang knop pintu berwarna emas. Meski bukan terbuat dari emas asli. Bella memutar knop pintu, mendorong pintu perlahan. Lalu kedua kaki melangkah masuk kedalam. Ruangan yang sama sekali tidak di kunci itu."Cepat masuk,kenapa kamu lama sekali?" Bentak Deon sontak membuat Bella yang baru melangkahkan kakinya masuk terkejut mendengar suara keras dan berat pria itu."Dasar bawel!" Gerutu Bella memutar matanya malas."Apa yang kamu katakan?" Deon meninggikan suaranya. Entah dendam apa yang ada dalam benak Deon. Pertama melihatnya dia sudah menggunakan nada tingginya."Jun, kamu boleh keluar dari sini. Biarkan tugasmu mulai hari ini digantikan olehnya. Kamu lakukan pekerjaan lain." Pinta Deon pada Jun yang masih berdiri di sampingnya.Jun menundukkan kepalanya dengan kedua tangan saling menggenggam. Seolah memberikan tanda hormat bawahan kepada bosnya."Iya, kenapa anda bawel sekali tuan muda," balas Bella tidak mau kalah. Dia menatap tajam ke arah Deon. Sembari berjalan perlahan mendekatinya. Kedua mata itu langsung tertuju pada Deon yang duduk di kursi kerjanya. Seolah tidak mau lepas menatap penuh dengan kebencian.Brak!Bella menggebrak meja coklat yang terlihat di depannya. Dengan tangan kiri berkacak pinggang. Badan sedikit condong ke depan. Kedua mata menatap begitu lekat wajah Deon tanpa rasa takut sama sekali terbesit dalam benak Bella.Kali ini dia tidak mau di tindas apalagi di bentak oleh orang asing baginya."Anda bisa saja perlakukan saya dengan buruk. Anda boleh hukum saya karena telat. Tapi, setidaknya anda juga bisa jaga bicara anda tuan. Apa anda lagi PMS. Hanya karena telat anda memperlakukan saya seperti ini?""Jaga sikap anda pada tuan muda," saut Jun kesal.Deon melirik ke arah Jun. Memberikan isyarat kedipan mata agar dia segera pergi.Jun menghela nafasnya. Dia melangkahkan kakinya pergi. Tanpa melihat pertengkaran di antara mereka. Meskipun Jun terlihat geram oleh tingkah Bella. Tapi, Deon mengedipkan mata agar dia segera pergi dari ruangannya."Kamu lupa dengan saya?" Tanya Deon. Dia bangkit dari duduknya. Berjalan mendekati Bella. Bella mengerjapkan matanya. Badannya memutar mengikuti kemana Deon berhenti melangkah. Deon berdiri tepat di depannya."Kemarin kau merayuku, sekarang kau berani denganku."Bella menautkan kedua alisnya. "Bagaimana?" Tanya Bella. "Apa yang anda katakan tuan.""Mungkin anda salah orang," Bella berusaha mengingat kembali yang terjadi kemarin malam. Dia menatap Deon. Wajah yang ternyata tidak asing di matanya."Bentar, kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya." Gerutu Bella dalam hatinya."Mungkin anda lupa?" Deon melangkah semakin dekat."Bentar, jangan terlalu dekat." Kata Bella. Dia mengangkat kedua tangan sebahu. Mencegah Deon tidak lebih dekat lagi dengannya.Bella memalingkan pandangannya. Mengerutkan wajahnya. Dia berusaha mengingat lagi dan lagi. Hingga ingatan itu samar-samar mulai terlihat di bayangannya. Dia mabuk berat dan masuk di bawa masuk ke dalam kamar dengannya."Bukanya kamu yang cabul?" Tanya Bella. Dia mendorong tubuh Deon menjauh darinya."Apa yang kamu katakan? Aku cabul? Anda lupa jika anda yang menggodaku, nona." Deon memegang rahang Bella. Mendekatkan wajahnya berjarak dua telunjuk tangan. Tatapan mata mereka saling tertuju dalam diam. Hembusan napas mereka saling beradu satu sama lain. Wajah Bella tampak begitu pucat pasi. Detak jantung Bella berdegup lebih cepat dari biasanya."Astaga, naga... Ada apa dengan jantungku. Sejak kapan aku punya penyakit jantung. Sepertinya besok aku harus periksa ke dokter. Aku tidak mau mati muda." Gerutu Bella dalam hatinya. Bella menelan salivanya sudah payah. Tatapan mata itu seolah menusuk sampai ke hatinya."Apa kamu sudah ingat?" Tanya Deon.Bella mengerjapkan matanya. Saat Deon semakin dekat. Bella mendorong perlahan setengah badannya ke belakang. Sembari mengerutkan wajahnya bingung."Anda terlalu dekat tuan, bukankah tadi anda marah dengan saya. Kenapa sekarang anda mencoba bertingkat mesum dengan saya?" Tanya Bella semakin bingung.Deon melepaskan rahang Bella. Bella yang terkejut hampir saja jatuh ke belakang. Dengan sigap Deon memegang pinggang Bella dengan tangan kirinya. menarik tubuh Bella masuk ke dalam dekapan hangat tubuhnya. Untuk kesekian kalinya kedua mata mereka saling bertemu."Apa kamu wanita malam?""Apa?" Bella memicingkan matanya. Dengan tatapan mata sedikit kesal dengan panggilan itu."Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya
"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika."Laki-laki?" tanya Bella memastikan.Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella."Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas."Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku."Sekarang, dia dimana?" tanya Bella."Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Anda harus temani saya, saya akan bayar berapapun yang kamu inginkan.""Maaf, tapi saya tidak bisa..." Vina berusaha menghindar. tangan kekar laki-laki itu tidak bisa membuatnya berkutik. Dia hanya bisa diam di atas pangkuannya. Kedua tangan memeluk erat pinggang ramping Vina. Jemari tangan kiri menyentuh pinggang ramping milik Vina. Menghisapnya begitu lembut.Seolah memberikan sentuhan gairah pada Vina Namun perlahan sentuhan itu menjadi cengkeraman sangat kuat. Seperi cengkeraman srigala yang ingin memangsa musuhnya."lepaskan aku, jangan kurang ajar padaku." teriak Vina. berusaha mendorong tubuh bugar laki-laki bertopeng itu."Jangan kamu pikir aku wanita yang gampang kamu nikmati, tuan." Vina berbicara teoat di depan pria itu. pasangan mata saling menatap satu sama lain. Wajah mereka semakain dekat, tanpa rasa takut Vina mendekatkan tubuhnya, lalu berbisik pelan padanya."Aku memang pekerja disini. Tapi, bukan be
Vina masih di posisi yang sama dia duduk di pangkuan pria itu. Kedua tangan melingkar di leher pria asing itu. kedua mata mereka masih saling menatap sangat dalam, perlahan Bibir pria itu mendekat padanya. Sekujur tubuh Vina seketika mulai kaku. Dia berusaha menelan ludahnya, entah kenapa terasa lebih susah ludahnya tertelan. Itu karena dia terlalu gugup, atau takut. Dirinya sendiri juga tidak paham akan hal itu. Jemari tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya, sengaja dia berusaha menggoda Vina. Jemari tangan kanan Pria itu menyentuh paha Vina perlahan merangkak ke atas, sedikit menyingkap rok span yang di pakai oleh Vina.Vina yang terkejut dengan perlakuan itu. Dia hanya bisa diam dengan kedua jata melebar sempurna. Tangan kiri pria itu menyentuh perlahan wajah kiri Vina, hingga merangkak ke belakang kepala Vina. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan lebih dekat lagi. Hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Hanya satu gerakan saja, kedua bibir itu bisa salin
"Siapa, kamu?" Tanya pria itu menunjuk ke arah Deon dan Hans yang sudah berdiri di depannya. tatapan tajam Deon tidak membuat pria itu takut. "Hans, urus dia." pinta Deon. "Kalian ikut campur urusanku," geram pria asing itu. sembari menunjuk dengan wajah penuh amarah. Meskipun tubuhnya terlihat tak mampu berdiri tegap. pengaruh alkohol membuat tubuh kekar itu lunglai tanpa tulang. Pria asing itu berusaha untuk melangkah kedepan. Sembari tersenyum sinis tanpa rasa takut sama sekali. Deon membalas senyuman itu dengan tatapan mata tajamnya. Aura mematikan mulai kekuar dari sekujur tubuh Deon. Wajah yang sangat dingin itu mulai berapi-api. "Jangan pernah mencoba untuk menyentuh wanitaku," geram Deon. Pria itu menarik sudut bibirnya sinis. Dia masih tidak pedulikan apa yang di katakan Dion. pengaruh alkohol yang kuat tidak membuatnya takut pada siapapun. Bahkan termasuk Deon. "Siapa wanitamu, Hah...." Pria itu menertawakan Deon. "Anda tidak tahu tuan Deon?" Tanya Hans."Urus dia." P
"Siapa, kamu?" Tanya pria itu menunjuk ke arah Deon dan Hans yang sudah berdiri di depannya. tatapan tajam Deon tidak membuat pria itu takut. "Hans, urus dia." pinta Deon. "Kalian ikut campur urusanku," geram pria asing itu. sembari menunjuk dengan wajah penuh amarah. Meskipun tubuhnya terlihat tak mampu berdiri tegap. pengaruh alkohol membuat tubuh kekar itu lunglai tanpa tulang. Pria asing itu berusaha untuk melangkah kedepan. Sembari tersenyum sinis tanpa rasa takut sama sekali. Deon membalas senyuman itu dengan tatapan mata tajamnya. Aura mematikan mulai kekuar dari sekujur tubuh Deon. Wajah yang sangat dingin itu mulai berapi-api. "Jangan pernah mencoba untuk menyentuh wanitaku," geram Deon. Pria itu menarik sudut bibirnya sinis. Dia masih tidak pedulikan apa yang di katakan Dion. pengaruh alkohol yang kuat tidak membuatnya takut pada siapapun. Bahkan termasuk Deon. "Siapa wanitamu, Hah...." Pria itu menertawakan Deon. "Anda tidak tahu tuan Deon?" Tanya Hans."Urus dia." P
Vina masih di posisi yang sama dia duduk di pangkuan pria itu. Kedua tangan melingkar di leher pria asing itu. kedua mata mereka masih saling menatap sangat dalam, perlahan Bibir pria itu mendekat padanya. Sekujur tubuh Vina seketika mulai kaku. Dia berusaha menelan ludahnya, entah kenapa terasa lebih susah ludahnya tertelan. Itu karena dia terlalu gugup, atau takut. Dirinya sendiri juga tidak paham akan hal itu. Jemari tangan pria itu menyentuh lembut wajahnya, sengaja dia berusaha menggoda Vina. Jemari tangan kanan Pria itu menyentuh paha Vina perlahan merangkak ke atas, sedikit menyingkap rok span yang di pakai oleh Vina.Vina yang terkejut dengan perlakuan itu. Dia hanya bisa diam dengan kedua jata melebar sempurna. Tangan kiri pria itu menyentuh perlahan wajah kiri Vina, hingga merangkak ke belakang kepala Vina. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan lebih dekat lagi. Hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Hanya satu gerakan saja, kedua bibir itu bisa salin
"Anda harus temani saya, saya akan bayar berapapun yang kamu inginkan.""Maaf, tapi saya tidak bisa..." Vina berusaha menghindar. tangan kekar laki-laki itu tidak bisa membuatnya berkutik. Dia hanya bisa diam di atas pangkuannya. Kedua tangan memeluk erat pinggang ramping Vina. Jemari tangan kiri menyentuh pinggang ramping milik Vina. Menghisapnya begitu lembut.Seolah memberikan sentuhan gairah pada Vina Namun perlahan sentuhan itu menjadi cengkeraman sangat kuat. Seperi cengkeraman srigala yang ingin memangsa musuhnya."lepaskan aku, jangan kurang ajar padaku." teriak Vina. berusaha mendorong tubuh bugar laki-laki bertopeng itu."Jangan kamu pikir aku wanita yang gampang kamu nikmati, tuan." Vina berbicara teoat di depan pria itu. pasangan mata saling menatap satu sama lain. Wajah mereka semakain dekat, tanpa rasa takut Vina mendekatkan tubuhnya, lalu berbisik pelan padanya."Aku memang pekerja disini. Tapi, bukan be
"Astaga, kenapa bisa aku tiduran terlalu lama.""Aaahh... Aku telat sekarang!" gerutu Vina. Dia terlihat begitu paniknya di atas tempat tidurnya. Ingin beranjak namun tampak terlihat bingung mencari sesuatu.Vina meraih jepit rambut di atas meja. Dia beranjak dari tempat tidur berlari menuju ke kamar mandi. Tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membasuh sekujur tubuhnya yang terasa begitu lengket.Selesai mandi. Vina segera bersiap memakai baju saksinya dia sengaja memakai baju itu dari rumah. Lalu menutupinya dengan rok panjang dan jaket Agar tidak terlalu mencolok saat dia naik angkutan umum nantinya.Setelah Selesai memakai baju hitam dan seksi begitu melekat menunjukan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian depan terlihat lebih menonjol keluar dari sela-sela bajunya. Vina bergegas menuju ke depan cermin. Jemari tangan itu meraih beberapa alat make up. Vina sedikit memoles wajah cantiknya dengan bedak
"Apa, pak?" tanya Vina ragu-ragu."Besok, kamu harus temani aku untuk pergi ke acara client kita. Pakailah pakaian yang rapi.""Jam?" Vina memicingkan matanya. Menunggu jawaban dari Dion. Dia tidak bisa membagi waktunya secara tiba-tiba apalagi dirinya bekerja di dua tempat sekaligus."Jam 8 malam,""Maaf, pak! Saya tidak bisa. Saya kasih ada pekerjaan lain.""Apa sebegitu pentingnya pekerjaan kamu dari pada perintah bos?" tanya Vina."Semuanya penting, pak! Saya juga harus bekerja sesuai jam. Jika saya telat saya juga harus membayar denda.""Kamu bekerja dimana?" tanya Dion."Bapak, tidak perlu tahu, maaf!" Vina menundukkan pandangan matanya."Oke, baiklah! Kamu boleh pergi sekarang." Dion tidak mau memaksa Vina. Dia kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara Vina dia merasa sangat bersalah. Vina berjalan keluar dengan sangat hati-hati. Dalam hati diriny
"Foto kakak ku, itu waktu masih kecil!" kata Rico."Sudah, jangan banyak tanya Sekarang, bersihkan rumahku. Bekas sepatumu masih menempel di lantai rumahku!" Rico beranjak duduk di sofa putih. Tangan kanan berada di atas kepala sofa. Dia duduk menyilangkan kakinya, punggung menyandar di sofa."Dimana dia sekarang?" tanya Bella penasaran."Tidak perlu banyak tanya lagi. Sekarang, lebih baik kamu segera bersihkan lantai." tegas Rico.Disisi lain. Kantor tempat Bella bekerja terlihat begitu riuh. Bos mengumpulkan semua karyawan. Dia ingin mengubah peraturan perusahaan. Dan, jika sampai ada yang telat beberapa menit saja. Maka akan dapat sanksi. Dengan suara lantang bos mengatakan semua peraturan baru yang harus ditepati."Untuk semua karyawan disini. Jangan pulang sebelum waktunya. Pulang lah tepat waktu.""Tidak boleh telat, harus datang tepat waktu. Telat 1 menit saja sudah dapat sanksi. Dan, jika sampai 3 kali k
"Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana bisa kamu mengenal laki-laki tampan itu?" tanya Cika.Bella menghentikan langkahnya. Menoleh cepat ke arah Cika. Mata menyipit menatap kedua jata Cika."Laki-laki?" tanya Bella memastikan.Cika menganggukan kepalanya. "Siapa?" tanya Bella."Mana aku tahu!" Cika menarik kedua bahu bersamaan ke atas."Aku tidak tahu, lagian aku juga bingung kenapa kamu bisa mengenal seorang laki-laki tampak kaya. Bahkan, dia datang membawa mobil. Lalu memarkir mobilnya tepat di depan kantor!" ucap Cika. Bella mengerutkan bibirnya bingung. memutar otaknya, berpikir siapa yang ada janji dengannya hari ini. Tapi, sepertinya memang tidak ada janji dengan siapapun. Aku juga tidak punya teman laki-laki. Apalagi punya mobil. Bagaimana jika Cika berbohong padaku."Sekarang, dia dimana?" tanya Bella."Ikut, aku!" Cika menarik tangan Bella membawanya pergi ke lobi. Hingga ke luar dari
"Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya
"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya. "Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya. "Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos. "Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan." "Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya." "Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan."Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o. "Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri. "Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena k