Share

Jangan Mendekatiku

"Ssstt... Cika, kenapa kamu tidak bilang jika ada bos baru?" Bisik Bella. Mencubit lengan tangan Cika. Wajah Bella memerah seketika terlihat begitu malu saat berhadapan dengan bos barunya.

"Aku sudah bilang tadi. Tapi, kamu gak sadar," kesal Cika. Sengaja memelankan suaranya. Sesekali Cika melirik ke arah bos. Sembari melayangkan senyuman tipis padanya.

"Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan tentang aku?" Tanya sang bos.

"Tuan, apa anda tidak langsung masuk ke ruangan saja? Ada berkas yang harus segera anda kerjakan."

"Baiklah, aku minta wanita itu masuk ke ruangan saya."

"Tuan, Dion yakin bawa wanita masuk ke ruangan?" Tanya Jun memastikan.

"Bawa dia!" Pinta Deon. Tatapan mata itu tertuju pada Bella yang berdiri dengan wajah bingung. Beberapa kali Bella mengerjapkan matanya. Dengan bibir sedikit terbuka membentuk huruf o.

"Siapa? Saya?" Tanya Bella memastikan. Menunjuk dirinya sendiri.

"Kalau sudah tahu, tidak usah banyak tanya. Masuk dan lakukan tugasmu. Karena kamu telat hari ini. Maka kamu akan mendapatkan pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan lagi." Tegas Deon. Tanpa ekspresi sama sekali. Wajahnya tampak begitu dingin. Deon membalikkan badannya dan segera melangkah pergi menuju ke ruangannya. Jun berjalan di belakang Deon.

Sementara Bella dia masih terlihat bingung. Bella menggerakkan kepalanya pelan menatap ke arah Cika temannya.

Cika memalingkan pandangan matanya. Terlihat dari ekspresi wajah menyedihkan yang ditunjukkan Bella dia sudah tahu jika Bella pasti akan merayunya.

"Bantu aku," Bella memegang lengan tangan Cika sembari merengek menggerakkan lengan tangan Cika beberapa kali. Bella terlihat seperti anak kecil yang ingin beli permen.

"Sudah, lebih baik kamu segera masuk. Sebelum bos datang lagi dan marah padamu. Kamu mau dipecat?" Tanya Cika, dengan anda sedikit kesal.

Bella mengerutkan bibirnya. Tanpa menjawab pertanyaan Cika dia hanya menggelengkan kepala. Tanda dia tidak mau jika sampai di pecat.

"Dia pasti menghukumku?" Tanya Bella.

"Entahlah, siapa tahu jika kamu dijadikan sekretarisnya nanti. Atau, dia minta kamu temani dia tidur." Cika membayangkan Bella menjadi kekasih sang Bos yang di kantor terkenal dengan Playboy. Dan suka sekali ganti wanita untuk menemani di ranjangnya.

"Atau, kamu bisa ajak dia ke ranjang bermain panas di atas ranjang." Goda Cika sembari tertawa kecil. Dia tidak bisa bayangkan temannya bersama bos Deon.

"Huss... Jaga mulutmu. Bagaimana jika dia dengar. Dia pikir aku yang menggodanya nanti." Bella menutup bibir Cika. Cika menarik telapak tangan Bella dari bibirnya.

"Jika kamu mau mendapatkan tempat bagus di kantor. Coba rayu bos dingin itu. Jika kamu berhasil merayunya. Maka aku akan traktir kamu selama satu bulan," ucap Cika. Menarik salah satu alisnya ke atas. Memberikan tawaran taruhan pada Bella.

"Emm... Tawaran yang menarik. Boleh, juga. Aku terima tawarannya. Tapi kamu harus tepati janji." Kata Bella mengulurkan tangannya pada Cika. Cika langsung menerima uluran tangan Bella. Mereka saling tersenyum satu sama lain.

**

Setelah sepakat dengan Cika. Bella dengan wajah tampak begitu gugup. Dia menyerat kedua kakinya untuk masuk paksa ke dalam ruangan Deon. Bella berdiri tepat di depan pintu. Dia mengambil nafas dalam-dalam. Mengeluarkan perlahan. Dia melakukan beberapa kali. Bella mengangkat tangannya, berniat untuk mengetuk pintu. Namun dirinya mengurungkan niatnya.

Dalam satu tarikan napasnya. Bella memegang knop pintu berwarna emas. Meski bukan terbuat dari emas asli. Bella memutar knop pintu, mendorong pintu perlahan. Lalu kedua kaki melangkah masuk kedalam. Ruangan yang sama sekali tidak di kunci itu.

"Cepat masuk,kenapa kamu lama sekali?" Bentak Deon sontak membuat Bella yang baru melangkahkan kakinya masuk terkejut mendengar suara keras dan berat pria itu.

"Dasar bawel!" Gerutu Bella memutar matanya malas.

"Apa yang kamu katakan?" Deon meninggikan suaranya. Entah dendam apa yang ada dalam benak Deon. Pertama melihatnya dia sudah menggunakan nada tingginya.

"Jun, kamu boleh keluar dari sini. Biarkan tugasmu mulai hari ini digantikan olehnya. Kamu lakukan pekerjaan lain." Pinta Deon pada Jun yang masih berdiri di sampingnya.

Jun menundukkan kepalanya dengan kedua tangan saling menggenggam. Seolah memberikan tanda hormat bawahan kepada bosnya.

"Iya, kenapa anda bawel sekali tuan muda," balas Bella tidak mau kalah. Dia menatap tajam ke arah Deon. Sembari berjalan perlahan mendekatinya. Kedua mata itu langsung tertuju pada Deon yang duduk di kursi kerjanya. Seolah tidak mau lepas menatap penuh dengan kebencian.

Brak!

Bella menggebrak meja coklat yang terlihat di depannya. Dengan tangan kiri berkacak pinggang. Badan sedikit condong ke depan. Kedua mata menatap begitu lekat wajah Deon tanpa rasa takut sama sekali terbesit dalam benak Bella.

Kali ini dia tidak mau di tindas apalagi di bentak oleh orang asing baginya.

"Anda bisa saja perlakukan saya dengan buruk. Anda boleh hukum saya karena telat. Tapi, setidaknya anda juga bisa jaga bicara anda tuan. Apa anda lagi PMS. Hanya karena telat anda memperlakukan saya seperti ini?"

"Jaga sikap anda pada tuan muda," saut Jun kesal.

Deon melirik ke arah Jun. Memberikan isyarat kedipan mata agar dia segera pergi.

Jun menghela nafasnya. Dia melangkahkan kakinya pergi. Tanpa melihat pertengkaran di antara mereka. Meskipun Jun terlihat geram oleh tingkah Bella. Tapi, Deon mengedipkan mata agar dia segera pergi dari ruangannya.

"Kamu lupa dengan saya?" Tanya Deon. Dia bangkit dari duduknya. Berjalan mendekati Bella. Bella mengerjapkan matanya. Badannya memutar mengikuti kemana Deon berhenti melangkah. Deon berdiri tepat di depannya.

"Kemarin kau merayuku, sekarang kau berani denganku."

Bella menautkan kedua alisnya. "Bagaimana?" Tanya Bella. "Apa yang anda katakan tuan."

"Mungkin anda salah orang," Bella berusaha mengingat kembali yang terjadi kemarin malam. Dia menatap Deon. Wajah yang ternyata tidak asing di matanya.

"Bentar, kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya." Gerutu Bella dalam hatinya.

"Mungkin anda lupa?" Deon melangkah semakin dekat.

"Bentar, jangan terlalu dekat." Kata Bella. Dia mengangkat kedua tangan sebahu. Mencegah Deon tidak lebih dekat lagi dengannya.

Bella memalingkan pandangannya. Mengerutkan wajahnya. Dia berusaha mengingat lagi dan lagi. Hingga ingatan itu samar-samar mulai terlihat di bayangannya. Dia mabuk berat dan masuk di bawa masuk ke dalam kamar dengannya.

"Bukanya kamu yang cabul?" Tanya Bella. Dia mendorong tubuh Deon menjauh darinya.

"Apa yang kamu katakan? Aku cabul? Anda lupa jika anda yang menggodaku, nona." Deon memegang rahang Bella. Mendekatkan wajahnya berjarak dua telunjuk tangan. Tatapan mata mereka saling tertuju dalam diam. Hembusan napas mereka saling beradu satu sama lain. Wajah Bella tampak begitu pucat pasi. Detak jantung Bella berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Astaga, naga... Ada apa dengan jantungku. Sejak kapan aku punya penyakit jantung. Sepertinya besok aku harus periksa ke dokter. Aku tidak mau mati muda." Gerutu Bella dalam hatinya. Bella menelan salivanya sudah payah. Tatapan mata itu seolah menusuk sampai ke hatinya.

"Apa kamu sudah ingat?" Tanya Deon.

Bella mengerjapkan matanya. Saat Deon semakin dekat. Bella mendorong perlahan setengah badannya ke belakang. Sembari mengerutkan wajahnya bingung.

"Anda terlalu dekat tuan, bukankah tadi anda marah dengan saya. Kenapa sekarang anda mencoba bertingkat mesum dengan saya?" Tanya Bella semakin bingung.

Deon melepaskan rahang Bella. Bella yang terkejut hampir saja jatuh ke belakang. Dengan sigap Deon memegang pinggang Bella dengan tangan kirinya. menarik tubuh Bella masuk ke dalam dekapan hangat tubuhnya. Untuk kesekian kalinya kedua mata mereka saling bertemu.

"Apa kamu wanita malam?"

"Apa?" Bella memicingkan matanya. Dengan tatapan mata sedikit kesal dengan panggilan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status