Share

2-14

Author: Maey Angel
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Rasanya benar benar air di bak dingin sampai tulang ini rasanya ikut menggigil. Setelah mandi aku langsung mencari mamak buat pamitan. Namun, Mamak tak terlihat di manapun. Ke mana mereka ya?

“Mak …. “

Aku berteriak memanggil Emak, tapi aku melihat Mamak ada di ujung jalan. Tapi kok sendirian? Aku pun berjalan mendekati mamak.

“Gilang cari cari kok, tahunya Mamak lagi di sini. Lagi mancing, Mak?” tanyaku sambil menepuk pundak Mamak.

“Gil!”

Panggilan dari belakang membuatku menengok. Aku melihat Mamak yang berteriak memanggilku. Aku pun kembali menengok ke depan. Eh, mamak yang tadi nggak ada. Eh, kok bisa? Lalu tadi siapa kalau bukan emak?

“Kamu itu mau ke mana? Mau pergi tanpa pamit?” Mamak menjewerku, lalu menatapku kesal.

“Mamak?” Aku membolak balikkan tubh mamak, lalu percaya yang secerewet ini pasti mamakku yang asli. Rupanya, aku ditipu jin yang mirip mamak lagi.

“Eh, ditanya orang tua malah muter muterin badan mamak. Mau pergi tanpa pamit?” tanya Mamak.

“Nggak, Mak. Tadi mendad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jerat Pemikat   2-15

    “Minum dulu, Lang,” ucap Noval yang menyadarkan aku bahwa ini bukan mimpi. Setelah minum aku pun diajak noval ke kampus, melanjutkan semua yang sudah direncanakan di awal. Pendaftaran lanjutan Noval sudah selesai. Kami akan sama sama ke kampus ini sebagai mahasiswa satu minggu lagi. Aku dan Noval tersenyum saat keluar ruangan pada beberapa cewek yang juga lalu lalang masuk ruang pendaftaran.“Cuit cuit,” ucap Noval.“Belum juga jadi mahasiswa sini, udah dijual murah aja itu siulan,” decakku pada Noval.“Ceweknya cantik cantik, bray,” ucap Noval.“Kalau cewek ganteng, mata lo rabbun, Val,” jawabku.Dia malah tersenyum saja dan mengajakku mampir ke rumah Bima. Sebenarnya penasaran dengan Marimar, aku ingin mengajak Noval ke sana juga. Tapi, aku pun menunggu selesai ke rumah Bima.Saat ke rumah Bima, kami disambut beberapa ART yang memang bekerja di sana. Bima cukup kaya, jadi dia sakit pun tak dituntut buat kerja atau mikir harga sembako juga biaya kosan. Aku duduk dan menatap rumah ya

  • Jerat Pemikat   2-16

    ..Aku pun menuju ke rumah Paman Hamzah. Tapi, rumah Paman begitu sepi. Aku baru ingat jika Bibi Nurul sedang ada di rumah sakit dan aku juga belum sempat ke sana. Jadinya, aku pun tak tahu mereka gimana kabarnya. Kuputuskan pulang saja, lalu menemui Asma nanti jika dia sudah memberi tahu di mana sekarang.Bapak terlihat sedang duduk di depan rumah dengan Mamak. Keduanya masih seperti orang pacaran saja, padahal umur sudah tak lagi muda. Namira juga terlihat sibuk mencoret coret kertas, pasti mendalami hasil dari belajarnya bersama mamak.“Assalamualaikum,” salamku lesu.“Waalaikumsalam. Anak Mamak sudah pulang, sini,” ucap mamak menepuk bangku kosong di sebelahnya.“Mak, Bibi Nurul sama Paman Hamzah belum pulang ya? Tadi ke sana sepi,” tanyaku.“Belum, kan mereka dirujuk ke Bogor kota ujung saja.” Bapak menyahutiku.“Loh, kok jauh?” tanyaku kaget.“Ya karena sakitnya parah. Asma juga terancam gagal kuliah, ini Bapak sama Mamak mau niatan menikahkan kamu dengan Asma, biar mereka nggak

  • Jerat Pemikat   2-17

    Kenapa dia ada di sini?Aku pun berjalan keluar, lalu hendak menemui Marimar yang tiba tiba datang ke rumahku dalam keadaan kacau. Mata merah, rambut berantakan dan badannya basah. Dia memakai baju sekolah, bahkan aku heran melihatnya dalam kondisi seperti itu. Apakah itu hantu Marimar atau bagaimana?Aku membuka pintu kamar dan berjalan ke depan. Aku hendak membuka pintu. Suara petir menggelegar dan spontan kembali dikejutkan dengan matinya lampu. Namun, saat aku membuka pintu Marimar yang tadi ada di sisi jendela kini ada di depanku.“Mar, kamu kok ada di sini malam malam? Ada apa dengan kamu? Ini kamu atau hantumu?” tanyaku dengan nada yang lumayan dibuat berani, padahal hati mah udah komat kamit baca ayat ayat suci. Aku berusaha tak takut, dia temanku sendiri. Mungkin dia menemuiku malam malam untuk mengatakan sesuatu.Tangannya mengkode agar aku mengikutinya. Tapi ini sudah malam, aku tak mungkin mengikuti hantu yang jelas jelas sudah beda alam denganku.“Tolong aku, Gilang ….”

  • Jerat Pemikat   2-18

    Aku menjadi imam di surau ini. Surau dan masjid memang berbeda. Bedanya, surau itu kecil dan masjid itu besar. Surau biasanya ada di lingkup kecil, sedangkan Masjid biasanya digunakan untuk sholat jum’at dan lain lain. Letak srau tak jauh, hanya berjalan beberapa meter saja sudah sampai. “Besok Gilang mau ke surau lagi lah, senang rasanya kalau ke surau pagi pagi. Udaranya masih seger, juga gak harus rebutan mik sama pak haji,” kekehku. “Bukan karena kamu jadi imamnya tadi?” tanya Bapak.“Itu termasuk,” jawabku.Pak Haji tadi terlambat datang, katanya mules dan harus buang hajat dahulu. Daripada kelamaan nunggu, Bapak haji memintaku maju. Padahal, pinter dan sholeh Bapak daripada aku bapak malah mengusulkan aku maju. Begitulah Bapak, suka sekali membuat anaknya ini percaya diri. Sesampainya di rumah, aku melihat ponsel yang tadi hendak aku tengok. Saat aku nyalakan, ternyata tak bisa. Aku pun lupa belum di charge dan aku mencolokan dalam stopkontak dan meninggalkan ponsel itu sampa

  • Jerat Pemikat   2-19

    ..“Paman, Bibi bangun.”Aku memanggil Paman dan menunjuk Bibi yang tampak sedih saat menatap padaku. Aku bahagia sekali, tapi Paman Hamzah malah menunjukan raut sebaliknya. Pun Asma yang langsung mendekat padaku. Mereka malah terlihat sangat sedih. “Jangan bercanda, Gilang! Ini gak lucu,” ucap Asma menyingkirkan tubuhku dan mendekat pada Bibi.“Umi,” panggil Asma. “Gilang, kamu melihat sesuatu pada Bibi Nurul?” tanya Paman Hamzah.“Bibi tadi bangun kok, Paman,” ucapku.Aku memang melihat Bibi sedih tadi. Bahkan, dia seperti ingin mengusap Asma. Aku pun mengucek mataku, lalu kembali melihat. “Loh, kok nggak bangun?”“Kamu ini, bikin Paman dan Asma jantungan saja. Kalian berdua di sini, Paman akan ke ruangan Dokter dulu. Semoga tanda tanda kamu tadi bukan tanda buruk untuk Uminya Asma. Kamu itu kayak bapakmu, ucapannya bikin deg degan.”Paman Hamzah pergi, tinggalah aku dan Asma. Aku melihat Bibi yang memang masih terpejam, padahal tadi udah bangun. Tapi, apa iya bibi nggak bangun

  • Jerat Pemikat   2-20

    “Titip Asma, Gilang.”Bibi mengucapkan hal itu lalu aku merasa beliau bangun dan keluar dari ruangan. Aku pun mengikutinya dan kaget saat teriakan Asma terdengar menggema.“Umi …”Aku menengok pada Asma dan melihat Bibi Nurul masih ada di sana dengan kondisi masih terbaring. Jika Bibi masih di sana, lalu tadi siapa? Mungkinkah ...Aku cukup shock saat kembali mendekat dan Bibi Nurul dinyatakan sudah tiada. Penyakit yang terlambat ditangani itu membuat Bibi Nurul meninggal dunia, tepatnya hari jum’at ini jam 11 siang. Aku pun membantu menguatkan Asma dan berharap dia bisa sabar dengan semuanya.Jenazah akan dikebumikan selepas kepengurusan di rumah sakit ini selesai. Aku mengabarkan kedua orangtuaku kabar duka ini dan mereka bilang akan mengurus persiapan pemakaman di sana. Setelah izin membawa jenazah disetujui rumah sakit, jam 4 sore akhirnya kami semua pulang ke desa. Kami pulang menggunakan ambulans. Aku mendampingi Asma, menguatkan Asma dan ingin dia juga tidak meratap. Bagaiman

  • Jerat Pemikat   2-21

    ..Masih dalam suasana duka, para tamu pun masih banyak yang datang dan menginap di pesantren. Mamak dan Bapak membantu menyambut mereka karena keluarga Bibi memang besar, apalagi dari Abah yang katanya dari Jawa Timur. Asma juga kedatangan banyak sanak saudara sehingga belum bisa aku mengajaknya bicara masalah hal lain. Sepertinya masalah Marimar akan aku tanyakan lain waktu.“Gilang sama Namira pulang dulu gak apa apa, Mak? Gilang udah dua hari gak pulang ini. Mau mandi dan salin di rumah,” ucapku.“Mandi gak mandi sama saja kamu, Lang,” kekeh Pak Yai.“Ya kan pengin pulang, besok ke sini lagi selepas kuliah.”“Nggak nungguin Mamak?” “Mamak gak pulang lagi kan?” tanyaku setelah dua hari kami menginap di rumah Asma.“Tamu dari Bojonegoro baru pulang, ini yang dari Ampel baru sampai. Palingga nggak, besok malam baru pulang.”“Ya sudah, Gilang sama Namira saja yang pulang. Mamak nanti selepas tahlilan aja, ya?”“Nggak nunggu tahlilan selesai, Lang?” tanya Paman Hamzah.“Gilang harus

  • Jerat Pemikat   2-22

    ..“Loh, Mamak udah balik? Tadi katanya malam?” tanyaku.“Mamak mau ajak kamu, Gilang,” ucap Mamak berdiri di depan pintu sambil tersenyum padaku.“Ngapain, Mak? Kan Mamak ada pekerjaan di rumah Paman Hamzah. Mamak ke sana aja, aku sama Namira di sini.”“Bang!” Panggilan Namira membuatku menengok, lalu melihat dia yang berlari langsung ke arahku.“Apa sih?”“Mamak balik?” Namira terlihat bingung, aku pun menengok kembali ke pintu dan ada Mamak berdiri di sana.“Mana, Bang?” tanyanya.“Apanya?” tanyaku.“Mamak. Tadi Abang bilang, Mamak balik.”“Lah ini?”Namira nampak mencarinya. “Kenapa?” tanyaku bingung yang dia balik malah memelukku.“Abang pasti liat hantu,” ucap Namira ada ada saja.Adikku memang tahu kalau aku suka aneh. Dia bahkan langsung menutup pintu dan tidak boleh aku melihat ke arah sana.“Di sana ada hantu pasti, Mamak malah nanti kalau Abang ngeyel. Nggak boleh, Bang. Nanti dilukyah lagi, Namila sendilian lagi di lumah.”Aku tersenyum. Mungkin benar, tadi itu hantu mam

Latest chapter

  • Jerat Pemikat   2-47

    Beberapa hari di rumah ini aku pun mulai merasa normal. Tak ada suara suara aneh yang aku dengar kala malam. Mamak dan Bapak pun terlihat sudah mulai beraktivitas seperti biasa.Asma dan aku sudah siap berangkat kuliah. Kuliah jam 9 pagi, Mamak juga sudah selesai dengan aktivitasnya dengan bapak di luar yang katanya berjualan. Aku diberi uang saku, lalu dibawakan bekal seperti anak TK.“Besok bukan mamak lagi yang siapin bekal, tapi istrimu. Takutnya mamak pulangnya gak selalu pagi,” ucap Mamak membuatku merenges. Aku yang belum terbiasa bermanja untuk urusan seperti ini tak banyak memprotes. “Iya, Mak.”Aku pun ke sekolah menaiki motor yang baru dibeli Bapak seminggu yang lalu. motor lamaku ada di rumah lama dan tak boleh dibawa pulang. Alasanya, tak ada gunanya dibawa karena akan membonceng Asma dan bawa dagangan.Kami tiba di kampus jam setengah sembilan.Aku menyapa beberapa mahasiswa lain yang melintas, tentu yang cantik cantik. Asma sampai mencubitku dan aku merenges saja.“Kat

  • Jerat Pemikat   2-46

    “Nggak apa apa. Mungkin wajah saya memang familiar,” ucap Kyai Hasanudin.“Mirip sama Ayahandanya Mak Nyai,” gumamku dan Pak Kyai Hasanudin hanya mengangguk dan tersenyum padaku. Sungguh, wajahnya sangat mirip. "Hus! Jangan sembarangan ngomong, Gil," bisik Emak dan aku hanya mengangguk saja. Tapi memang agak kenal. Serius sangat mirip Ayahanda.Kami berbincang banyak hal, termasuk kegiatan para santri di pondok pesantren ini. Bahkan, Pak Kyai menawarkan aku dan Asma untuk tinggal di sini tetapi aku menolak. Aku tak ingin jauh dari mamak. Tentu selain tak bebas ada di pesantren yang orangnya tak aku kenal, aku juga tak tahu apakah Pak Kyai ini manusia betulan atau jadi jadian. “Ya sudah kalau tak mau menginap. Tapi setiap hari bantu Yai urus asrama, bisa?” tanyanya.“Insyaallah, bisa,” ucap Asma langsung.Aku pun melirik padanya. Dia tak menatapku kembali dan fokus berbincang dengan salah satu Ustadzah yang terlihat masih muda. Tadi dikenalkan sebagai istri dari salah satu Ustad di p

  • Jerat Pemikat   2-45

    ..Akhirnya kami tiba di Bandung. Kota kembang yang katanya memiliki banyak warga gadis yang cantik cantik di sini. Aku pun dibawa Bapak dan Mamak ke sebuah hunian sederhana di dekat pondok pesantren. Bukan pondoknya, tapi kawasannya memang religius sekali.“Nanti diturunkan semua, Gil,” ucap Mamak saat mobil sudah turun.Kedatangan kami disambut seorang nenek paruh baya yang langsung menyapa Mamak. Mereka sepertinya sudah kenal lama dan aku pun langsung membuka bagasi untuk menurunkan koper.“Kamar sudah nini bersihkan,” ucap nenek itu. “Oh iya, kenalkan saya Sudarsih. Panggil saja nini Darsih. Nenek angkat Ibu kamu.”Entah sejak kapan mamak punya nenek. Dari garis wajah tak ada yang sama, hanya sama gendernya saja dan lainnya blas nggak ada yang sama.“Gilang,” ucapku memperkenalkan diri pada Nini Darsih yang langsung bergantian kenalan dengan Asma.“Geulis, Neng. Pantes dipilih jadi mantunya anak Nini,” ucap Nini.“Alhamdulillah, Nini sehat sekali nampaknya. Senang berkenalan denga

  • Jerat Pemikat   2-44

    “Selamat ya, Gilang. Paman nitip Asma sama kamu. Kuliah yang bener di sana, kalau nggak mau repot jangan ada anak dulu. Kalian kan nikah untuk saling melindungi saja,” ucap Paman saat aku diminta membawa Asma ke Bandung.“Insya Allah, Paman,” jawabku singkat.“Nikah untuk ibadah tentunya, Zah. Masa buat melindungi saja. Ntar, kalau keduanya ngebet, berabe juga.” Bapak ikut menimpali.“Ya kan belum resmi, Fir. Mereka masih nikah siri, nggak ada kekuatan hukumnya. Gak apa apa tunda dulu, asal kalian berdua udah sah dan ke mana mana berdua nggak undang dosa. Apalagi jauh di sana.” paman Hamzah pun menjawabnya dengan serius.“Ya nggak bisa gitu, Ham. Anak gue laki sejati, mana bisa nahan lama lama. Udah, lo aman aja udah diam di sini kerja yang bener urus kebun, sawah dan peternakan. Awas aja kalau kerjanya di sini asal asalan,” omel mamak.“Peh, meski kita sahabatan juga kalau anak lo nggak becus jagain anak gue, gue murka lah. Pokoknya, Gilang harus jadi suami yang baik buat Asma. Jaga

  • Jerat Pemikat   2-43

    Kode mahar? Apakah hadiah dari Mamak kemarin adalah mahar yang akan aku berikan pada Asma?Aku merogoh saku dan melihat kotak hadiah dari mamak. Warnanya bukan merah melainkan putih. Aku pun menunjukkannya pada Bapak dan Bapak mengangguk.“Coba dibuka,” ucap Paman Hamzah yang juga ada di sisiku.Aku membuka surat emas yang ada di tanganku, lalu melihat tulisan 5 gram emas yang ada di surat pembelian cincin itu. Tak banyak, tapi sepertinya ini mahar yang akan diberikan pada Asma.“Nanti bacakan saja nominalnya, biar langsung sah,” bisik Paman. Aku baru sadar, posisi paman dan Bapak ada di sebelahku dan cukup mengagetkan karena aku malah dipaksa nikah sama Asma pagi ini juga.“Gilang, meski umur kamu masih muda, tapi tubuh dan jiwa kamu yang seperti ayahmu ini, maka Yai menyarankan untuk kamu menikah saja. Pagi ini setelah kamu melakukan i’tikaf, Yai sarankan untuk menikah. Apa sekiranya kamu berkenan?” tanya Pak Yai pelan dan ramah sambil menepuk bahuku.“Tapi, Yai, Gilang belum ad

  • Jerat Pemikat   2-42

    Setelah diberikan izin keluar pesantren, tujuanku saat ini adalah pulang ke rumah. Bapak sudah menjemputku, tak jauh di sana Namira adik bungsuku yang langsung minta turun dari gendongan Bapak dan berlari ke arahku.“Abang…”“Hai, bocil Abang yang comel. Kangennya,” ucapku.“Namila juga, Abang lama benel pulangnya. Namila jadi lama dititip di lumah Kak Ilma.”“Gak apa apa, dia seneng direpotin ngasuh kamu.”“Makasih ya, Irma, Hamzah, sudah mau dititipi Gilang. Kami pulang dulu, semoga setelah ini semuanya baik baik saja.”“Iya, Fir. Santai saja, anakmu sudah jinak di sini,” jawab Paman Hamzah.Aku tersenyum mendengarnya. Jinak katanya, padahal kalau bareng sama Asma kami bertengkar dan selalu bikin gaduh.Kami pulang berboncengan dan Namira begitu senang dengan kepulanganku seperti nya. Dia tak henti bercerita banyak hal tentang apa yang sudah dia lewati selama aku di rumah sakit. Aku juga senang karena Bapak ternyata baik baik saja, seperti tak ada kejadian apapun sebelum ini.“Aban

  • Jerat Pemikat   2-41

    Aku membuka mata perlahan, melihat kembali cahaya yang tadinya membawa kami menuju jalan pulang. Aku melihat lampu putih di atas kepalaku, lalu mengerjapkan mata karena terlalu silau setelah tadi merasakan gelap yang sangat menyeramkan.Suara suara orang yang sangat aku kenal akhirnya sangat jelas terdengar. Aku mulai jelas melihat ke wajah mereka, lalu melihat mamak dengan wajah sembabnya.“Anak Mamak sudah bangun, alhamdulillah ya Allah.”Aku mencoba mengingat kembali terakhir aku berada di mana, tempat yang aneh dan berbeda dengan saat aku kini ada di mana. Aku menengok dan ternyata ada Bapak di sisiku.“Pak.”Aku melihat Bapak terpejam juga. Banyak selang infus daripada aku yang hanya di bagian tangan saja. Tapi kepala dan kaki Sepertinya tidak terluka.“Mak, Bapak kenapa?” tanyaku.“Sedang istirahat, Nak. Kamu bikin mamak panik, ditambah bapak mu juga,” ucap Mamak yang langsung memelukku. Aku melihat Asma dan Paman Hamzah juga Ustad Kyai di ruangan ini. Ada alquran di tangan mer

  • Jerat Pemikat   2-40

    “Asma?”Aku menyentuh pundaknya. Dia sejak tadi hanya menangis dan diam saja. Tapi lelehan air mata itu membuatku cukup khawatir dan takut dengan apa yang akan terjadi dengan Bapakku.“Gilang, Bapakmu mencarimu. Beliau bilang akan mengusahakan. Hanya saja … kemarin Ustad Yai bilang, Bapak kamu mau ke sebuah hutan di belakang desa kita tanpa ditemani. Jadi, Mamak kamu khawatir dan mungkin juga beliau juga sudah kembali. Kita berdoa saja. Soalnya hutan di kawasan desa kita itu terkenal angker, Bapak kamu kan pernah hilang di sana.”Aku mengingatnya. Bapak pernah beberapa kali hilang di tempat tempat angker. Pernah di hutan bambu, pernah di kawasan hutan dan pernah juga hilang saat sedang tidur. Semua diceritakan agar aku waspada dan tentu tak sembarangan masuk kawasan kawasan itu.“Semoga Bapak bisa kembali.”Aku pun menunggu sembari berdoa. Asma juga menemaniku dan menghubungi Paman Hamzah. Beliau datang sendirian dan aku pun penasaran kenapa Paman tak datang dengan mamak dan bapakku.

  • Jerat Pemikat   2-39

    ..“Kita akan pulang nanti.”Bapak memastikan pastinya aku baik baik saja. Hal yang perlu dibahas dan diingat bahwa semua ini tak mungkin akan mudah. Namun, aku juga tak ingin menyia nyiakan kesempatan ini untuk bersama Bapak mencari jalan pulang. Bapak pergi bersama dengan sang raja dan beberapa pengawal, lalu tak lama kemudian kembali padaku. “Kalian makanlah,” ajak raja yang seperti Bapak panggil tadi. Raja. Aku yang dibaringkan di kamar khusus, hanya kamar ini terbuka sehingga aku bisa melihat Bapak duduk di meja khusus ditemani Mak Nyai.“Kalau tak begini, kamu tak mau datang ke sini lagi.” Mak Nyai terlihat menangis.“Untuk apa? Jangan membuat masalah dengan keluarga kami, bahkan setelah ini aku ingin kita hanya berdampingan beda dunia. Tak juga mencampuri urusan di alam masing masing.”“Mana bisa begitu? Gilang adalah anakmu, di mana kamu pernah mengatakan akan bisa menjaganya demi aku. Lupa?”“Menjaganya bukan berarti memilikinya. Ini tidak akan pernah terjadi lagi, jadi ber

DMCA.com Protection Status