Raut wajah polos tanpa polesan make-up itu terlihat cemberut saat mendengar ucapan pria di hadapannya. Lagi-lagi Max akan pulang lebih awal dan meninggalkannya menata buku sendiri. Bukan itu yang membuat Betty kesal, dia hanya takut pulang sendiri, itu saja."Ayo lah, jangan memasang wajah seperti itu. Aku berjanji, setelah anakku lahir aku tidak akan merepotkanmu lagi.""Bukan itu, Max. Kau tahu aku takut pulang malam," sahut Betty mulai mengurutkan buku yang akan dia tata."Sudah ku bilang, naiklah taksi."Betty menatap Max aneh, "Aku hanya membutuhkan waktu 10 menit dengan berjalan kaki. Kenapa harus memakai taksi?”"Kalau begitu berhenti mengeluh. Aku sudah memberikan saran yang baik." Max mengedikkan bahunya acuh dan mulai meraih tasnya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih dan sebentar lagi perpustakaan akan tutup."Aku pulang, Beth."Betty mengangguk pasrah. "Ya, berikan salamku pada Wanda.”Sudah dua jam Betty berkutat dengan kegiatannya menata buku. Entah kenapa banyak sekali
Suara sorakan terdengar menggema saat Aldric—yang dikenal sebagai Dewa Judi— kembali menang tiga kali berturut-turut. Wajah Lukas tampak pias begitu tidak ada uang lagi yang tersisa. Namun dia ingin lagi! Dia tidak akan pernah puas jika belum bisa mengalahkan Aldric."Bagaimana?" tanya Aldric sambil melipat kedua tangannya."Jangan senang dulu, Master. Kita main sekali lagi. Aku yakin kali ini akan menang."Aldric menggaruk pelipisnya pelan dan menunjuk uang Lukas yang hanya tinggal beberapa lembar, "Sepertinya uangmu sudah habis.""Kalau begitu pinjami aku uang," jawab Lukas santai, "Kali ini kita bertaruh, jika aku menang maka semua utangku lunas.""Dan jika aku yang menang?"Lukas mendengkus, "Bodoh! Tentu saja utangku bertambah. Jangan konyol.""Tidak ada untungnya untukku." Aldric berdiri dan mulai mengenakan jaketnya. Dia tidak perlu menanggapi pemuda bodoh yang terobsesi untuk mengalahkannya itu."Tunggu! Baiklah, tiga kali lipat." Lukas mencegah Aldric untuk pergi, "Utangku ak
Aldric membuang puntung rokoknya begitu orang yang dia tunggu telah datang. Kenan Rexton, kepala mafia senjata yang membantunya menyiapkan segala jenis senjata untuk memperlancar aksinya.Aldric sempat terkejut saat melihat Kenan sendiri yang datang untuk melakukan transaksi. Ini memang bukan kali pertama dia bertemu Kenan. Aldric sering berjumpa di Zoo Bar & Club."Lama tak bertemu Mr. Rexton," ucap Aldric sambil mengulurkan tangannya."Jangan kaku begitu, Al." Kenan menyambut tangannya dan tersenyum ramah."Aku hanya tersanjung, kau datang langsung menemuiku untuk mengantarkan pesananku.""Aku selalu ramah dan kau tahu itu." Seringai Kenan membuat Aldric mendengkus. Semua orang harus waspada dengan senyum itu.Kenan mengepulkan asap rokoknya sambil memberi instruksi pada anak buahnya untuk membuka dua koper yang berisi senjata pesanan Aldric."Ini sangat indah," ucap Aldric dan Kenan mengangguk setuju."Kedua pistol ini bukan pistol biasa, pelurunya dimodifikasi dengan sangat rinci
Betty keluar dari flat-nya sambil memasang mantel. Matanya melirik ke flat Rubby dengan bingung. Tidak biasanya wanita itu tidak mengganggunya di pagi hari. Biasanya Rubby selalu meminta, lebih tepatnya merampok makanan di dapurnya untuk sarapan.Untuk berangkat bekerja, Betty memilih untuk menggunakan jalan pintas. Setelah 3 hari menghindari gang sempit itu, akhirnya dia kembali memberanikan diri. Betty memang penakut tapi dia sedang dikejar waktu sekarang. Dia tidak ingin terlambat dan mendapatkan teguran. Mata Betty tertuju pada tempat sampah, tempat di mana Gordon tergeletak dengan mengenaskan. Kepala Betty menggeleng mengingat itu, dia tidak ingin mengingatnya lagi. Memang tidak meninggalkan trauma tapi cukup membuat Betty semakin ketakutan dengan dunia malam.Betty melihat ada pekerja yang sedang mengumpulkan sampah, mencoba memilahnya sebelum dimasukkan ke mobil sampah yang berada di depan gang. Betty masih menatap tempat sampah itu untuk melihat sisa-sisa jejak Gordon, tapi t
Betty tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini. Jantungnya berdetak dengan cepat saat pria yang bernama Chris membukakan pintu untuknya. Mau tidak mau Betty menurut dan masuk ke dalam mobil.Betty baru saja mendengar kabar buruk. Rubby berada di rumah sakit sekarang. Entah apa yang terjadi tapi Betty yakin jika Rubby tidak mempunyai riwayat penyakit apapun. Lalu siapa orang-orang yang menjemputnya saat ini?"Kalian siapa?" tanya Betty takut. Dari semua orang yang menjemputnya, tidak ada yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Hanya pria bernama Chris yang berbicara dengannya, itu pun juga secara singkat.Tidak ada yang menjawab, Chris hanya melirik sebentar dan mengangguk. Seolah memberikan keyakinan pada Betty agar tidak khawatir dan percaya pada mereka. Anggap saja Betty bodoh karena langsung percaya begitu saja, tapi apa yang akan kau lakukan jika mendengar orang yang berarti dalam hidupmu berada di rumah sakit? Keraguan Betty sirna begitu mobil benar-benar memasuki area ru
Lukas membuang topeng hitamnya ke tempat sampah saat akan masuk ke dalam bar. Tangan kanannya membawa tas yang penuh akan uang untuk membayar hutangnya pada Aldric. Hari ini adalah hari terakhir kesempatannya dan sepertinya pria itu sudah menunggu di dalam.Lukas mengedarkan pandangannya ke segala arah dan menemukan seorang pria berkaos hitam yang sedang duduk sendirian. Selalu seperti itu, padahal bisa dibilang Aldric adalah Dewa judi tapi dia tidak akan bermain jika tidak ada yang menantangnya. Orang-orang di sini cukup pintar dan waras untuk tidak mengajak Aldric bermain karena tahu akan bagaimana akhirnya. Hanya Lukas bodoh yang berani melakukannya. Dia seperti terobsesi untuk mengalahkan Aldric.Dengan langkah mantap, Lukas menghampiri Aldric dan duduk di sampingnya. Meminum dengan asal minuman yang Aldric pesan tanpa rasa sungkan. Aldric hanya melirik sebentar dan menghembuskan asap rokoknya, matanya dengan lihai melihat para wanita yang berusaha menggodanya, tapi sayang dia tid
Aldric menatap gadis yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan tatapan kosong. Kedua tangannya terkepal saat ingatan tentang Pedro kembali menghantuinya. Aldric menggeram. Dia tidak menyangka jika Pedro kembali mengganggu hidupnya. Tidakkah cukup dia menembak kepala Abi dengan timah panas? Dan kali ini Pedro kembali mengusiknya melalui Betty.Si gadis kaca mata, batin Aldric dengan senyuman tipis. Dia mendekat ke arah ranjang dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Tidak berniat untuk menyentuh adiknya."Terima kasih karena sudah mau menjenguknya. Aku yakin dia merindukanmu," ucap wanita tua yang duduk di sofa. Sibuk merajut sebuah cardigan yang entah ke berapa kalinya itu."Kesehatannya menurun, apa benar?" tanya Aldric bergerak menyentuh tangan Abigail. Hanya satu jari dan dia kembali menarik tangannya menjauh."Ya, seminggu yang lalu."Aldric mengangkat wajahnya tidak suka, "Kenapa kau tidak memberitahuku?""Maaf, tapi Simon melarangku."Aldric berdecak, "Aku yang me
Betty turun dari mobil dengan berat hati. Tangannya bergerak memeluk tubuhnya sendiri untuk menghalangi angin malam yang berhembus. Aldric benar-benar membawanya ke rumah lagi. Betty sempat melayangkan protes tapi begitu diingatkan dengan dua pria yang mengikutinya tadi, dia memilih diam."Kau tidak turun?" tanya Betty saat Aldric masih diam di dalam mobil."Tidak, kau masuklah."“Kau meninggalkanku sendiri?" tanya Betty khawatir.Aldric menatap Betty jengah, "Ada Roy di dalam. Aku pergi sebentar."Betty mengangguk d an mobil berlalu begitu saja. "Hati-hati," gumamnya saat mobil Aldric sudah menghilang dari pandangannya.Betty berlari kecil menuju pintu rumah. Dia menggeram pelan saat udara musim dingin begitu menusuk tulangnya. Untung saja keadaan rumah Aldric begitu hangat. Betty melepas mantelnya dan menggantungnya di lemari sebelah pintu masuk. Dia melihat ke sekitar dan tidak menemukan Roy di manapun.Langkah Betty membawanya masuk ke ruang tengah. Di sana dia melihat punggung te