Waktu baru menunjukkan menjelang siang ketika Felix, Susie, Hvitserk beserta beberapa pengawal tiba di salah satu hotel terbaik berpemandangan lautan biru mediterania.
"Ambu suka di sini?" tanya Felix sambil membuka tutup botol air mineral yang segera ia tenggak dan memberikannya satu botol minuman lainnya pada Susie.
Belum sempat Susie menjawab jika pemandangan lautan mediterania ini mengingatkannya pada Marcella, Mommynya Felix dan anak-anak Salvatore, Felix sudah menambahkan, "Nanti kita akan mencari rumah untuk tinggal sementara di sini. Udaranya meskipun sama-sama panas dengan di Cape Town, Amalfi cukup menyenangkan."
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
Selama ini Felix menolak berkumpul bersama keluarga besarnya di Palermo dengan alasan pekerjaannya sangat sibuk. Alasan yang sama juga dia selalu utarakan ketika ada yang bertanya mengenai pasangan hidupnya.
"Ada Billy yang akan mengontrol di Cape Town sekaligus turun ke lapangan. aku bisa memantau secara online dari sini." jawab Felix sambil berjalan ke arah sofa besar yang bisa di buka menjadi ranjang empuk untuk ia tiduri.
Selama perjalanan dari Cape Town, Felix hampir tidak memejamkan mata. Ia memeriksa semua laporan, membuat koordinasi dengan semua para staff serta orang-orang kepercayaannya untuk didelegasikan pekerjaan serta tanggungjawab di Cape Town serta Somalia.
Sangat wajar begitu tiba di Amalfi, Felix sangat ingin meluruskan tulang punggungnya dan memejamkan mata sejenak.
Namun, baru saja mata Felix terpejam, rahangnya tiba-tiba menggemeretak kaku, "Aku akan menemukanmu, Veronica! Kau akan membayar kehilangan kami dan aku akan membuatmu menyesal seumur hidup!"
"Fells ...bangun. Berbaringlah di ranjang. Ambu mau pergi jalan-jalan berkeliling sebentar." Susie duduk pada pinggiran sofa, membelai rambut yang menjuntai di kening Felix begitu menyadari putranya itu sepertinya sedang bermimpi karena wajahnya terlihat sangat tersiksa.
"Ambu?! Ma-maaf ..." Felix terbangun menyadari jika tangannya sedang mencengkeram kuat pergelangan tangan Susie, hingga membuat Ibunya tersebut sedikit meringis,
"Berbaring di ranjang. Nanti akan Ambu bangunkan jika makan siang telah siap." ucap Susie lembut dengan pandangan teduh menatap Felix yang langsung bangkit bangun berjalan menuju ranjang.
Susie menahan desahan lirih yang terasa berat keluar dari rongga dadanya, memandangi punggung rapuh Felix yang segera menjatuhkan diri berbaring di atas ranjang.
Diantara semua anak-anak Michael Salvatore, Felix adalah orang yang paling tertutup meskipun dahulunya dia sangat ceria, penyayang juga peduli, sangat tidak tega jika apa yang ia lakukan bisa menyakiti orang lain.
Tapi kini, semuanya berubah. Sejak kematian tragis Marcella bersama Joko, Felix seperti menumpulkan sisi kemanusiaannya dimana dirinya hanya terbuka tersenyum pada keluarganya saja, tetapi tidak pernah lagi bercerita apa yang ada di hati serta pikirannya pada siapapun.
Sikap Felix sangat dingin, bahkan pada para pengawal serta pekerjanya yang selalu ia temukan cara agar mereka tidak bisa membantah perkataannya.
Felix menyimpan trauma kehilangannya akan sosok Marcella seorang diri.
--
"Apakah dia ada di sini?" Felix berbicara melalui earphone yang terpasang di telinganya dengan Simon, keponakannya.
"Ya. Dia ada di dalam." Simon sang ahli hacker selain pekerjaannya sebagai Dokter menjawab pertanyaan Felix.
"Paman belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Apakah Paman jatuh cinta pada Veronica?" Simon mengingatkan dirinya untuk bertanya kembali pada Felix yang mengabaikan pertanyaannya sebelumnya.
"Jatuh cinta hanyalah untuk orang yang bodoh!" cetus Felix dengan nada sedikit dingin, memperhatikan restoran The Grill dari dalam mobilnya. "Aku bukan pria bodoh!"
Simon tidak bisa menahan kerutan senyum pada sudut bibir hingga matanya menyipit begitu telinganya mendengar perkataan Felix. Seandainya Zeze, adik perempuannya yang memiliki insting tajam mendengar perkataan Felix, niscaya adiknya itu pasti akan tertawa terpingkal-pingkal guling-guling menggoda Paman tampan mereka.
"Lalu untuk apa Paman sampai mencarinya hingga datang ke Amalfi? Bagaimana jika benar dia telah menikah ..."
"Akan ku rampas dia dari suaminya!"
Lagi, Simon tertawa hingga menggigit jemari telunjuknya sendiri, namun telinga Felix dapat menangkap kata "Oh ...!" dari keponakannya tersebut.
"Ingat, jangan katakan pada siapapun jika aku meminta tolong padamu!" Felix kembali memperingatkan Simon untuk tidak membocorkan rahasianya pada siapapun anggota keluarga besar mereka.
"Jangan kuatir, Paman. Baiklah, Veronica ada dalam ruangan kerjanya di lantai dua. Detail lokasinya sudah ku kirimkan ke ponsel Paman. Selamat bersenang-senang!"
Belum sempat Felix membantah godaan Simon, sambungan telponnya telah terputus berganti notifikasi tata letak ruang restoran The Grill juga menampilkan ruangan kerja yang diberikan tulisan oleh Simon, 'Veronica berada di sini!'
Senja sudah semakin merayap turun berganti gelap. Restoran The Grill memiliki lokasi yang sangat strategis. Banyak turis lokal serta pelancong yang selalu ramai mendatangi restoran The Grill di waktu jam makan malam.
Veronica sangat jarang turun langsung melayani pelanggan. Bagian pelayanan serta pegawai restoran dikoordinasi oleh Selena, adik perempuannya bersama suaminya Keanu.
Veronica mengurus resep masakan di bagian dapur atau bartender serta penanggung jawab utama mengontrol pembelian bahan stok makanan.
Felix mematut dirinya di depan cermin kecil di bagian atas kap mobilnya, membetulkan dasi kupu-kupu serta mengancingkan pergelangan lengan kemeja putih yang ia pakai.
Felix membelai rambutnya yang ia olesi gel agar terlihat rapi juga sangat licin, membuat penampilannya terlihat seperti tenaga staff marketing lapangan yang culun.
Sebelum turun dari mobil, Felix menyandang tas selempang berwarna hitam yang isinya terdapat berkas-berkas penawaran kerjasama dan nantinya akan ia tawarkan pada Veronica.
"Selamat datang ...Anda sendiri atau akan ada rekan yang menyusul?" Selena kebetulan berada di bagian depan, tiba-tiba merasa familiar begitu ia melihat Felix melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran The Grill.
Felix mengangguk seperti seorang pegawai yang patuh, menggetarkan sudut bibir untuk berpura-pura tersenyum canggung menatap Selena sekilas, "Saya sendiri. Tapi mau bertemu dengan Nyonya Veronica. Apakah Anda ...Nyonya Veronica?" Felix berkata gagap, memegangi tas selempangnya gugup dipandangi tatapan selidik Selena.
"Silakan duduk dulu. Anda tidak keberatan duduk di depan meja bartender?" Selena mengarahkan lengannya, berjalan membawa Felix menuju kursi tinggi di depan meja bartender karena restoran sedang ramai para lelaki muda berpesta.
"Anda mau pesan minuman apa?" Selena bertanya setelah Felix mendudukkan bokongnya dengan nyaman di atas kursi tinggi.
"Air mineral."
Selena mengangguk, meminta sebotol air mineral pada Keanu, suaminya yang kebetulan sedang berada di balik meja bartender.
"Ada keperluan apa Anda ingin bertemu dengan Veronica, bos kami?" Selena menyodorkan botol air mineral ke depan Felix seraya bertanya tujuan dari customernya itu yang masih ia merasa sangat familiar, tetapi tidak ingat pernah bertemu dimana.
"Bos di tempat kerja meminta saya menawarkan kerjasama dengan Nyonya Veronica,"
Setelah menyesap air mineral di botol, Felix segera membuka tas selempangnya dengan jemari putih lentiknya terlihat bergetar seolah dirinya sangat gugup untuk mengeluarkan berkas penawaran kerjasama penyediaan stok bahan pokok untuk restoran The Grill.
Semua tingkah dan gerakan Felix tidak luput dari pandangan Selena yang kembali tersenyum manis.
"Silakan Anda mencicipi daging steak kami terlebih dahulu, saya akan memberikan harga diskon." tawar Selena terdengar manis. "Untuk penawaran kerjasamanya, mohon datang lagi esok siang. Jika memungkinkan, bawakan kami sampel produk yang kalian punya sebagai pertimbangan kerjasama."
Felix menganggukkan kepalanya cepat menanggapi perkataan Selena, seiring pekikan pemujaan para pria muda di tengah ruangan restoran meneriakkan nama "Veronica ...! We love you!"
Sudut mata Felix memperhatikan wanita yang masih terlihat muda, baru saja menuruni tangga ke lantai bawah, tersenyum tipis menganggukkan kepala ke arah kumpulan anak-anak muda yang sedang berpesta.
Veronica melangkahkan kakinya menuju ke arah Selena yang masih berdiri di samping Felix duduk pada kursi bar.
"Tolong sampaikan pada Keanu, perintahkan pegawai menutup restoran kita lebih awal malam ini. Mereka, jika dibiarkan akan terus mengacau minum sampai mabuk hingga dinihari."
Suara deru motor yang bergaung bergema sedang melaju kencang itu tiba-tiba terhenti mendadak. Jalanan sedikit menanjak pada bagian depannya di tutup oleh tiga buah mobil mewah. "Apa maunya kalian?!" Veronica mendengkuskan napas kesal seraya melepaskan help penutup kepalanya, bertanya pada sekelompok anak muda yang sebelumnya berpesta di The Grill. Ada tiga orang pemuda sedang duduk pada atas mobil yang dibiarkan melintang menghalangi jalan. Jarak mereka sekitar tiga meter dari posisi Veronica menghentikan laju motor sportnya. Lima orang pemuda muncul di belakang Veronica, mulai berjalan pelan mendekati wanita muda yang masih tetap duduk di jok motor sportnya tersebut. Beruntung tadi, Selena pulang bersama Keanu, suaminya menggunakan mobil di jalur lain. Jika tidak, adik perempuan Veronica tersebut akan lepas kontrol jika perjalanan pulangnya dihadang sekelompok pemuda mabuk. "Veronica!"Salah satu pemuda berperawakan urakan dengan rambut panjang di ikat ke belakang kepalanya, mer
"Kau terluka!"Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya. "Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek. Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut. Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya. "Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica. "Terima ka--" "Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya. Veronica meng
"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama. "Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..." "Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya. "Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya. "Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya. "Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tanga
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
Felix menyadari jika 'cakar' Mussolini cukup tajam mencengkeram di Amalfi. Keluarga Mussolini bahkan lebih dihormati dari pemimpin Amalfi yang sebenarnya, dimana Mussolini hanyalah seorang wakil pemimpin. Keluarga Mussolini sudah dianggap kaya raya sejak turun temurun, memiliki bisnis infotainment dan surat kabar terbesar yang bisa mengendalikan pemberitaan di Amalfi juga daerah sekitarnya. Tidak ada yang menduga jika Mussolini melakukan cara licik untuk memeras perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki progres bagus agar ia dan keluarganya tetap menjadi manusia terkaya di Amalfi Coast. Karena itu pula, nama Mussolini hanya ada sebagai penanggung jawab di belakang layar untuk berbagai jenis serta sektor perusahaan-perusahaan yang tentu saja ia meraup keuntungan besar dari tindakannya tersebut. "Bagaimana dengan restoran The Grill?" Felix mendapatkan laporan dari anak buahnya jika restoran milik Veronica sedang kewalahan mencocokkan harga jual untuk semua menu karena bahan baku ma
Charles dan semua pelayan kediaman Felix sudah berganti pakaian berwarna hitam dengan lapisan bagian dalamnya adalah kevlar anti peluru. "Mari, Tuan Effren." Charles mengarahkan Effren untuk naik ke lantai dua, meninggalkan Felix dan beberapa anak buahnya di area kolam renang.Effren berdecak menganggukkan kepala ketika melihat betapa siapnya pasukan adiknya akan siaga perang. Tangan Effren menerima alat komunikasi kecil dari Charles yang kemudian diselipkan ke daun telinga dan bagian depan pakaiannya. Pada masing-masing ujung teras lantai dua kediaman Felix sudah mengalami renovasi dan perombakan, terdapat bangunan seperti menara yang menghadap ke arah lautan. Tetapi Charles membawa Effren ke bagian tengah-tengah teras yang ia dorong temboknya maju lalu terbuka.Ada pintu celah kecil muat masuk satu pria bertubuh tinggi, namun bagian dalam ternyata bisa untuk lima orang pria dewasa bertubuh besar. Effren tidak berhenti berdecak takjub melihat ada dua senapan canggih dengan peluru
Mister Meyer masih terkejut mendengar pertanyaan pria di depannya yang menanyakan tentang Ibunya Lorenza. Siapakah dia sebenarnya? "Kau memperlakukan Ibunya Lorenza seperti pelacur, benar?" Effren pun sudah lupa nama ibunya Lorenza, dan dalam buku diari putrinya tidak ia temukan nama ibunya. Mister Meyer menyipitkan kelopak matanya, memindai Effren. "Ku sarankan Anda cepat menjawab pertanyaan saudaraku, jika tak ingin menyesal!" Felix berkata dari kejauhan sembari menyendok puding chesnut yang baru saja dihantarkan oleh Charles. "Perempuan itu sudah lama mati dan aku lupa bagaimana dia bisa mati." Mister Meyer akhirnya membuka mulut menjawab pertanyaan Effren. Effren mendengkuskan seringaian sinis, mundur ke belakang untuk duduk pada kursi samping Felix yang dengan santai menggeser piring puding chesnut untuk Effren. Effren butuh asupan makanan untuk menetralkan gejolak aliran darahnya dari emosi. Hansel dan Quince berjaga pada masing-masing sisi Mister Meyer. "Perempuan itu .
Felix akhirnya bisa tidur setelah melihat status sosial media Selena yang menampilkan wajah tersenyum Veronica. Di Aachen, Knox memberitahu Luca, Luciano, Jonathan dan Ubba jika Alfred membelot ke organisasi rahasia dunia. Itu pulalah alasan Felix mengirimkan Knox lebih dulu ke Aachen, demi keamanan Zeze. Pun sama dengan kelompok Owen, dimana salah satu pembunuh bayaran yang mencari Zeze demi hadiah besar adalah mantan rekannya Russo. Semuanya terdiam di dalam ruangan, sama sekali tidak menyadari kedatangan gadis kecil usil Freyaa yang berdiri diam-diam menopang dagu dengan tangan tepat di belakang sandaran kursi duduk Luciano, posisinya pun tersembunyi di balik punggung Didinya tersebut. "Saya rasa mereka para team pembunuh bayaran itu sudah berada di Aachen saat ini, tetapi cuaca dan jalanan yang sering di tutup membuat mereka bertindak berhati-hati." Knox menyampaikan analisanya sebagai mantan kesatuan marinir yang banyak mengetahui rahasia organisasi dunia berlokasi di Amerika
"Selena, kau baik-baik aja?" Zetha mendatangi Selena di kamar kecil yang sedang membasuh wajahnya dengan air wastafel. "Uhm, maaf. Ya, aku baik-baik aja. Hanya sepertinya sedikit lelah." Selena sedikit gugup menatap netra Zetha yang memandangnya menelisik. Zetha meraih tisu, memberikannya pada Selena, lalu memegangi pergelangan tangan wanita itu, tak lama kemudian, bibirnya tersenyum, "Mari, lanjutkan makan malam. Tak akan lama, kita bisa segera pulang istirahat jika sudah kenyang." Selena menganggukkan kepala, balas tersenyum tipis pada Zetha yang merapikan syal di leher Selena, "Udara dingin dan tubuhmu lelah, jangan sampai masuk angin."Selena tahu jika pria tampan yang ia selamatkan ketika melawan Papanya di Greenland waktu itu adalah bagian dari pasukan Salvatore. Tetapi Selena tak menduga jika dia adalah Luca Salvatore, bos suaminya sendiri., adik lelaki Zetha, wanita yang berada di depannya saat iniLuca Salvatore yang membuat hati Selena bergetar pertama kalinya juga menumbu
Setelah memerintahkan Hansel dan Quince membawa Edward dan Bobby yang pingsan ke ruangan tahanan dalam kediamannya, juga membuat mereka berada dalam ruangan terpisah, Felix melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lorong kamar. Selain Hansel dan Quince serta anak buah Felix, team medis juga turut bersiaga menangani kesehatan khusus untuk Edward, Bobby dan Mister Alfred yang babak belur dipukuli Effren. Felix menanggalkan pakaiannya satu persatu, berceceran di lantai, sementara kakinya menuju kamar mandi, masuk ke dalam jacuzzi seraya memejamkan mata, sesudah ia menghidupkan kran air hangat dan menuangkan sabun cair yang biasa di pakai Veronica. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki berjalan masuk ke area kamar mandi dan semakin mendekat ke jacuzzi membuat Felix membuka kelopak matanya malas. "Kenapa kau ke sini?" Felix bertanya dingin, kembali memejamkan kelopak mata setelah ia menuangkan semua sabun cair dalam botol samping jacuzzi. Effren terkekeh rendah, "Kau kesepi
Hansel dan Quince melemparkan tubuh Edward juga Bobby ke lantai ubin tepi kolam renang, tanpa mempedulikan kedua orang itu kesakitan apalagi beberapa peluru masih bersarang dalam tubuh Edward dan kedua mata Bobby berdarah. Bobby meraung kesakitan, segala macam sumpah serapah hingga permohonan maaf dia ucapkan. Tetapi Felix dan Effren hanya menganggap angin lalu. Kedua pria bersaudara tersebut justru sedang menikmati masakan Charles karena cuaca yang dingin, membuat perut sering merasa lapar. "Apa rencanamu?" Felix bertanya pada Effren karena Mister Meyer di Cape Town juga sudah berada dalam pengawasan orang kepercayaan Felix. "Setelah ini? Mengajak Meyer liburan, mungkin ...mencari lubang baru untuk dimasuki." Felix berdecak, "Oke. Lakukan saja sesukamu, tapi jangan minta tolong padaku jika nanti Deristi tahu kau suka menyarungkan batang ke sembarang tubuh!" Effren terkekeh, meminum soup hangat dari tepi mangkuk sepert cara Zetha menikmati makanan, "Kau belum pernah bercinta selai
Arman menoleh pada Felix dan Effren, lalu menganggukkan kepala pada anak buahnya."Pria itu melakukan hipnotis pada kalian dan mereka berniat melarikan diri." tutur Arman seraya berdiri dipegangi Felix pada sisi tubuhnya.Arman memindai semua anak buahnya dengan tatapan sangat tegas, lalu berkata, "Dua tersangka teroris tewas di tempat. Apa kalian semuanya mengerti?!"Semua anak buah Arman menjawab serempak, "Dua tersangka teroris tewas di tempat ketika hendak melarikan diri."Felix tersenyum samar melihat anak buah Arman yang loyal pada sahabatnya itu, "Mari, ku antar kau ke rumah sakit."Arman melepaskan tangan Felix yang memegangi pinggangnya, "Tidak perlu. Ada beberapa orang lagi yang sepertinya juga ingin dirawat di rumah sakit." tolaknya memberikan senyuman tipis pada Felix, kemudian menganggukkan kepala pada anak buahnya.Dor ...dor ...dorr!!Beberapa orang anak buah Arman menembaki diri mereka mas
Arman mengajak Felix dan Effren makan malam dulu sebelum mereka akan menengok Edward dan Bobby juga para wanita penghibur yang ditangkap bersama di penjara khusus."Ada apa?" Arman bertanya pada Effren yang berkali-kali menoleh ke belakang juga menatap berkeliling ruangan penjara khusus sebelum mereka pergi ke tempat Edward, Bobby dan para wanita di tahan pada bagian belakang. "Keamananmu terlalu longgar." ucap Effren pendek, meraba pistol pada samping pinggangnya. Arman terdiam. Ia juga merasa aneh. Biasanya paling sedikit ada enam orang anggota yang akan berjaga di pintu depan. Tetapi, tadi mereka masuk hanya ada satu orang. Pun bagian dalam sangat hening, tidak ada suara apapun. Bangunan penjara khusus terdiri dari satu ruangan besar seperti lobi di bagian depan, lalu ada satu lorong menuju bagian belakang, dimana pada bagian belakang tersebut terdapat beberapa ruang berjeruji besi ukuran 3x3 meter, salah satunya adalah tempat Edward, Bobby dan para wanita penghibur dikurung.Saa
Veronica masih syok melihat Bonnie yang kepayahan bernapas di pelukan Luca."Bon-bon, dengar aku? Kendalikan dirimu, Bon-bon!" Luca sudah membaringkan tubuh Bonnie di atas sofa lipat yang telah dibuka oleh Ubba, "Please ...kembali, Bon-bon."Luca terus berbisik dekat telinga Bonnie, menggenggam telapak tangannya erat-erat ke depan mulut. Pernapasan Bonnie sangat lemah, hilang timbul. Air masih merembas keluar dari sudut bibirnya."Aku tidak mengijinkanmu pergi, Bon-bon, patuhi perintahku, cepat kembali!' Luca meramas kuat jemari Bonnie dalam genggamannya, berkata lebih tegas.Ubba dan semuanya terdiam, mereka percaya pada cara Luca menyadarkan Bonnie. Tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu Bonnie bereaksi mendengar perkataan Luca."Baik, kau tidak ingin kembali?" Luca mengetatkan rahang menatap tajam wajah Bonnie yang kedua kelopak matanya tertutup rapat, "Ubba, bangunkan Zeze, bawa dia kemari untuk menghisa