Waktu baru menunjukkan menjelang siang ketika Felix, Susie, Hvitserk beserta beberapa pengawal tiba di salah satu hotel terbaik berpemandangan lautan biru mediterania.
"Ambu suka di sini?" tanya Felix sambil membuka tutup botol air mineral yang segera ia tenggak dan memberikannya satu botol minuman lainnya pada Susie.
Belum sempat Susie menjawab jika pemandangan lautan mediterania ini mengingatkannya pada Marcella, Mommynya Felix dan anak-anak Salvatore, Felix sudah menambahkan, "Nanti kita akan mencari rumah untuk tinggal sementara di sini. Udaranya meskipun sama-sama panas dengan di Cape Town, Amalfi cukup menyenangkan."
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
Selama ini Felix menolak berkumpul bersama keluarga besarnya di Palermo dengan alasan pekerjaannya sangat sibuk. Alasan yang sama juga dia selalu utarakan ketika ada yang bertanya mengenai pasangan hidupnya.
"Ada Billy yang akan mengontrol di Cape Town sekaligus turun ke lapangan. aku bisa memantau secara online dari sini." jawab Felix sambil berjalan ke arah sofa besar yang bisa di buka menjadi ranjang empuk untuk ia tiduri.
Selama perjalanan dari Cape Town, Felix hampir tidak memejamkan mata. Ia memeriksa semua laporan, membuat koordinasi dengan semua para staff serta orang-orang kepercayaannya untuk didelegasikan pekerjaan serta tanggungjawab di Cape Town serta Somalia.
Sangat wajar begitu tiba di Amalfi, Felix sangat ingin meluruskan tulang punggungnya dan memejamkan mata sejenak.
Namun, baru saja mata Felix terpejam, rahangnya tiba-tiba menggemeretak kaku, "Aku akan menemukanmu, Veronica! Kau akan membayar kehilangan kami dan aku akan membuatmu menyesal seumur hidup!"
"Fells ...bangun. Berbaringlah di ranjang. Ambu mau pergi jalan-jalan berkeliling sebentar." Susie duduk pada pinggiran sofa, membelai rambut yang menjuntai di kening Felix begitu menyadari putranya itu sepertinya sedang bermimpi karena wajahnya terlihat sangat tersiksa.
"Ambu?! Ma-maaf ..." Felix terbangun menyadari jika tangannya sedang mencengkeram kuat pergelangan tangan Susie, hingga membuat Ibunya tersebut sedikit meringis,
"Berbaring di ranjang. Nanti akan Ambu bangunkan jika makan siang telah siap." ucap Susie lembut dengan pandangan teduh menatap Felix yang langsung bangkit bangun berjalan menuju ranjang.
Susie menahan desahan lirih yang terasa berat keluar dari rongga dadanya, memandangi punggung rapuh Felix yang segera menjatuhkan diri berbaring di atas ranjang.
Diantara semua anak-anak Michael Salvatore, Felix adalah orang yang paling tertutup meskipun dahulunya dia sangat ceria, penyayang juga peduli, sangat tidak tega jika apa yang ia lakukan bisa menyakiti orang lain.
Tapi kini, semuanya berubah. Sejak kematian tragis Marcella bersama Joko, Felix seperti menumpulkan sisi kemanusiaannya dimana dirinya hanya terbuka tersenyum pada keluarganya saja, tetapi tidak pernah lagi bercerita apa yang ada di hati serta pikirannya pada siapapun.
Sikap Felix sangat dingin, bahkan pada para pengawal serta pekerjanya yang selalu ia temukan cara agar mereka tidak bisa membantah perkataannya.
Felix menyimpan trauma kehilangannya akan sosok Marcella seorang diri.
--
"Apakah dia ada di sini?" Felix berbicara melalui earphone yang terpasang di telinganya dengan Simon, keponakannya.
"Ya. Dia ada di dalam." Simon sang ahli hacker selain pekerjaannya sebagai Dokter menjawab pertanyaan Felix.
"Paman belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Apakah Paman jatuh cinta pada Veronica?" Simon mengingatkan dirinya untuk bertanya kembali pada Felix yang mengabaikan pertanyaannya sebelumnya.
"Jatuh cinta hanyalah untuk orang yang bodoh!" cetus Felix dengan nada sedikit dingin, memperhatikan restoran The Grill dari dalam mobilnya. "Aku bukan pria bodoh!"
Simon tidak bisa menahan kerutan senyum pada sudut bibir hingga matanya menyipit begitu telinganya mendengar perkataan Felix. Seandainya Zeze, adik perempuannya yang memiliki insting tajam mendengar perkataan Felix, niscaya adiknya itu pasti akan tertawa terpingkal-pingkal guling-guling menggoda Paman tampan mereka.
"Lalu untuk apa Paman sampai mencarinya hingga datang ke Amalfi? Bagaimana jika benar dia telah menikah ..."
"Akan ku rampas dia dari suaminya!"
Lagi, Simon tertawa hingga menggigit jemari telunjuknya sendiri, namun telinga Felix dapat menangkap kata "Oh ...!" dari keponakannya tersebut.
"Ingat, jangan katakan pada siapapun jika aku meminta tolong padamu!" Felix kembali memperingatkan Simon untuk tidak membocorkan rahasianya pada siapapun anggota keluarga besar mereka.
"Jangan kuatir, Paman. Baiklah, Veronica ada dalam ruangan kerjanya di lantai dua. Detail lokasinya sudah ku kirimkan ke ponsel Paman. Selamat bersenang-senang!"
Belum sempat Felix membantah godaan Simon, sambungan telponnya telah terputus berganti notifikasi tata letak ruang restoran The Grill juga menampilkan ruangan kerja yang diberikan tulisan oleh Simon, 'Veronica berada di sini!'
Senja sudah semakin merayap turun berganti gelap. Restoran The Grill memiliki lokasi yang sangat strategis. Banyak turis lokal serta pelancong yang selalu ramai mendatangi restoran The Grill di waktu jam makan malam.
Veronica sangat jarang turun langsung melayani pelanggan. Bagian pelayanan serta pegawai restoran dikoordinasi oleh Selena, adik perempuannya bersama suaminya Keanu.
Veronica mengurus resep masakan di bagian dapur atau bartender serta penanggung jawab utama mengontrol pembelian bahan stok makanan.
Felix mematut dirinya di depan cermin kecil di bagian atas kap mobilnya, membetulkan dasi kupu-kupu serta mengancingkan pergelangan lengan kemeja putih yang ia pakai.
Felix membelai rambutnya yang ia olesi gel agar terlihat rapi juga sangat licin, membuat penampilannya terlihat seperti tenaga staff marketing lapangan yang culun.
Sebelum turun dari mobil, Felix menyandang tas selempang berwarna hitam yang isinya terdapat berkas-berkas penawaran kerjasama dan nantinya akan ia tawarkan pada Veronica.
"Selamat datang ...Anda sendiri atau akan ada rekan yang menyusul?" Selena kebetulan berada di bagian depan, tiba-tiba merasa familiar begitu ia melihat Felix melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran The Grill.
Felix mengangguk seperti seorang pegawai yang patuh, menggetarkan sudut bibir untuk berpura-pura tersenyum canggung menatap Selena sekilas, "Saya sendiri. Tapi mau bertemu dengan Nyonya Veronica. Apakah Anda ...Nyonya Veronica?" Felix berkata gagap, memegangi tas selempangnya gugup dipandangi tatapan selidik Selena.
"Silakan duduk dulu. Anda tidak keberatan duduk di depan meja bartender?" Selena mengarahkan lengannya, berjalan membawa Felix menuju kursi tinggi di depan meja bartender karena restoran sedang ramai para lelaki muda berpesta.
"Anda mau pesan minuman apa?" Selena bertanya setelah Felix mendudukkan bokongnya dengan nyaman di atas kursi tinggi.
"Air mineral."
Selena mengangguk, meminta sebotol air mineral pada Keanu, suaminya yang kebetulan sedang berada di balik meja bartender.
"Ada keperluan apa Anda ingin bertemu dengan Veronica, bos kami?" Selena menyodorkan botol air mineral ke depan Felix seraya bertanya tujuan dari customernya itu yang masih ia merasa sangat familiar, tetapi tidak ingat pernah bertemu dimana.
"Bos di tempat kerja meminta saya menawarkan kerjasama dengan Nyonya Veronica,"
Setelah menyesap air mineral di botol, Felix segera membuka tas selempangnya dengan jemari putih lentiknya terlihat bergetar seolah dirinya sangat gugup untuk mengeluarkan berkas penawaran kerjasama penyediaan stok bahan pokok untuk restoran The Grill.
Semua tingkah dan gerakan Felix tidak luput dari pandangan Selena yang kembali tersenyum manis.
"Silakan Anda mencicipi daging steak kami terlebih dahulu, saya akan memberikan harga diskon." tawar Selena terdengar manis. "Untuk penawaran kerjasamanya, mohon datang lagi esok siang. Jika memungkinkan, bawakan kami sampel produk yang kalian punya sebagai pertimbangan kerjasama."
Felix menganggukkan kepalanya cepat menanggapi perkataan Selena, seiring pekikan pemujaan para pria muda di tengah ruangan restoran meneriakkan nama "Veronica ...! We love you!"
Sudut mata Felix memperhatikan wanita yang masih terlihat muda, baru saja menuruni tangga ke lantai bawah, tersenyum tipis menganggukkan kepala ke arah kumpulan anak-anak muda yang sedang berpesta.
Veronica melangkahkan kakinya menuju ke arah Selena yang masih berdiri di samping Felix duduk pada kursi bar.
"Tolong sampaikan pada Keanu, perintahkan pegawai menutup restoran kita lebih awal malam ini. Mereka, jika dibiarkan akan terus mengacau minum sampai mabuk hingga dinihari."
Suara deru motor yang bergaung bergema sedang melaju kencang itu tiba-tiba terhenti mendadak. Jalanan sedikit menanjak pada bagian depannya di tutup oleh tiga buah mobil mewah. "Apa maunya kalian?!" Veronica mendengkuskan napas kesal seraya melepaskan help penutup kepalanya, bertanya pada sekelompok anak muda yang sebelumnya berpesta di The Grill. Ada tiga orang pemuda sedang duduk pada atas mobil yang dibiarkan melintang menghalangi jalan. Jarak mereka sekitar tiga meter dari posisi Veronica menghentikan laju motor sportnya. Lima orang pemuda muncul di belakang Veronica, mulai berjalan pelan mendekati wanita muda yang masih tetap duduk di jok motor sportnya tersebut. Beruntung tadi, Selena pulang bersama Keanu, suaminya menggunakan mobil di jalur lain. Jika tidak, adik perempuan Veronica tersebut akan lepas kontrol jika perjalanan pulangnya dihadang sekelompok pemuda mabuk. "Veronica!"Salah satu pemuda berperawakan urakan dengan rambut panjang di ikat ke belakang kepalanya, mer
"Kau terluka!"Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya. "Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek. Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut. Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya. "Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica. "Terima ka--" "Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya. Veronica meng
"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama. "Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..." "Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya. "Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya. "Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya. "Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tanga
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
Felix menyadari jika 'cakar' Mussolini cukup tajam mencengkeram di Amalfi. Keluarga Mussolini bahkan lebih dihormati dari pemimpin Amalfi yang sebenarnya, dimana Mussolini hanyalah seorang wakil pemimpin. Keluarga Mussolini sudah dianggap kaya raya sejak turun temurun, memiliki bisnis infotainment dan surat kabar terbesar yang bisa mengendalikan pemberitaan di Amalfi juga daerah sekitarnya. Tidak ada yang menduga jika Mussolini melakukan cara licik untuk memeras perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki progres bagus agar ia dan keluarganya tetap menjadi manusia terkaya di Amalfi Coast. Karena itu pula, nama Mussolini hanya ada sebagai penanggung jawab di belakang layar untuk berbagai jenis serta sektor perusahaan-perusahaan yang tentu saja ia meraup keuntungan besar dari tindakannya tersebut. "Bagaimana dengan restoran The Grill?" Felix mendapatkan laporan dari anak buahnya jika restoran milik Veronica sedang kewalahan mencocokkan harga jual untuk semua menu karena bahan baku ma
"Hai, tadi kau tak ada di makan malam. Kau baik-baik aja?" Luca membawa nampan berisi makanan ke dalam kamar Jonathan dimana Zeze sedang duduk sendiri pada sofa. Luca menjentikkan jemarinya dan ruangan kamar Jonathan yang sebelumnya gelap, hanya mendapat terang dari lampu teras, kini menyala dengan cahaya redup. Zeze bergeming dari pandangannya menatap keluar jendela, duduk dengan menumpu memeluk kedua lututnya di sofa. Setelah meletakkan nampan di atas meja, Luca menghenyakkan tubuhnya duduk pada samping Zeze. Lalu meraih samping kepala keponakannya itu untuk ia sandarkan ke depan dada. "Apakah ada masalah dengan Pierre? Kau ingin berubah pikiran? Belum terlambat jika kau ingin membatalkannya meskipun esok Marcio dan Anne secara resmi datang melamarmu untuk Pierre." "Aku rindu Papa juga Mommy Cella dan Daddy Michael." lirih Zeze hampir seperti desahan. "Paman juga rindu. Kita semua rindu Papa dan Mommy juga Daddy." Luca melingkarkan lengannya ke depan dada Zeze, memeluk keponaka
Senyum di bibir Pierre semakin merekah lebar, kepalanya mengangguk beberapa kali, lalu seutas tali bening sangat tipis terentang diantara jemari kedua tangannya. "Aku bekerja untuk mereka? Yayasan sosial penderita ODHA, hem?" cetus Pierre sembari menaikkan kedua alis tebalnya dan menatap lekat ke netra pria di depannya yang balas menyeringaikan senyuman sinis. Tanpa jawaban dari Mister Walikota, Pierre sudah bisa menduga siapa 'mereka' yang pria tua itu maksud. "Jika Anda memang benar mengenalku, Anda pastinya tahu apa yang bisa ku lakukan dengan tali ini bukan?" Dari tempat tersembunyi, Zeze bisa mendengarkan pembicaraan Pierre dengan Mister Walikota di dalam ruangan. Pengaruh hipnotis Zeze pada kedua orang penjaga yang ada depan pintu ruangan private Mister Walikota masih belum hilang. "Kau tak akan membunuhku, aku tau itu." ucap Mister Walikota sangat percaya diri. Pierre mendengkuskan tawa rendah, "Jika begitu, Anda tidak akan tetap berada di sini bukan?" Pierre bangkit berd
Pelayan baru saja keluar dari ruangan private tempat Mister Walikota, ketika Zeze mengintip dari kejauhan. Di depan pintu ruangan private Mister Walikota berdiri tegak dua orang penjaga bertubuh besar seperti tukang pukul dan Zeze menduga jika sang Walikota sedang ada janji temu dengan seseorang di dalam ruangannya. Zeze mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memeriksa titik-titik kamera CCTV terpasang dalam ruangan restoran dan ia menemukan jika ruangan tempat Mister Walikota berada, terhalang pilar besar. "Menarik!" gumam Zeze menyunggingkan senyuman tipis sangat sinis. Tepat ketika Zeze hendak bergerak pergi menuju ruangan sang Walikota, tiba-tiba pergelangan tangannya dicekal kuat. "Libatkan aku." bisik Pierre lembut, sudah menarik pinggang ramping Zeze dengan lengannya yang lain. "Aku sudah lama tidak olah tubuh, sedikit peregangan sepertinya menyenangkan." lanjut Pierre, kini berkata di depan wajah Zeze yang sedikit terdongak dengan bibir merekah menggoda dan sinar matany
Bertahun-tahun Pierre menutup diri serta menjaga jarak dari para wanita yang mendekatinya, tetapi kini benteng pertahanannya benar-benar hancur di hadapan Zeze yang blak-blakan, sangat ekspresif juga membuat jantungnya menggelepar riang hendak meloncat keluar. "Wajah Daddy Pierre memerah, apakah Daddy juga terangsang sama sepertiku?" Zeze membelai rahang berbulu maskulin Pierre, lalu mengecup sangat lembut daun telinga tunangannya itu yang bisa ia rasakan sedikit tersentak dan pelukan lengan Pierre semakin posesif menahan pinggangnya. "Jangan menggoda lagi. Aku benar-benar bisa membawamu ke hotel, Baby." Pierre berkata seakan seperti desahan ke depan wajah Zeze, lalu mengecup serta menggigit gemas bibir gadis mudanya itu. "Aku tak keberatan ..." Pierre langsung melumat gemas bibir Zeze yang akhirnya tak bisa melanjutkan perkataannya. Pasangan itu saling memagut, meluahkan semua rasa yang mengganjal di dalam hati dengan ciuman hingga akhirnya terlepas karena pernapasan semakin
"Kau baik-baik aja?" Felix menghampiri Zeze yang berdiri di teras, melihat pemandangan lautan luas dari jauh, terlihat berkilau seperti karpet berlian terkena sinar terik matahari menjelang siang. "Paman ..." Zeze menoleh dan memberikan senyuman tipis pada Felix. "Mari duduk, kau baru siuman. Kakimu pasti lelah." Felix meraih pundak Zeze, mengajaknya duduk pada sofa di belakang mereka. "Mungkin karena di tubuhku mengalir darah serigala, jadi pemulihannya sangat cepat. Kakiku tidak apa-apa, tidak ada kaku atau stress syaraf."Dimitri sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Zeze dan tak menemukan satu pun keluhan pada tubuh gadis muda yang baru siuman setelah sepuluh hari tertidur tersebut. Zeze bangun dan beraktifitas layaknya orang normal yang tak pernah tertidur berhari-hari. Hal yang paling menggembirakan adalah pertumbuhan racun dalam darah Zeze seolah terhenti begitu saja.Anne memang tak menyebutkan jenis campuran pada ramuan yang dibantu Dimitri suntikkan ke pembuluh dar
Sekarang giliran tubuh Zetha yang berguncang hebat mendengar cerita Zeze di alam kabut mimpi. "A-apakah mereka semua baik-baik aja? A-apakah mereka bahagia?" cicit Zetha berurai airmata yang kini Zeze balas memeluk pundak Mumma cantiknya itu dan mengecup kelopak matanya sangat lembut. Seperti tindakan Jonathan sewaktu Zetha kecil jika menenangkan putrinya itu ketika menangis sedih. Pun Michael melakukan hal yang sama dahulunya pada Zetha. Dua orang kesayangan yang jiwa mereka telah melebur menjadi satu di alam kabut mimpi Zeze."Mereka semuanya baik dan bahagia." jawab Zeze pelan dan ia teringat kelembutan juga sikap Michael dan Marcella yang sangat memanjakannya. Zeze tak menceritakan pada Mummanya jika jiwa Jonathan dan Michael menyatu di alam keabadian. "Apakah Papa dan Daddy sudah menyatu?" Zetha malah bertanya hal yang disembunyikan oleh Zeze. Zeze merenggangkan pelukannya, menatap lekat ke netra Zetha, lalu menganggukkan kepala, "Ya. Aku melihat Papa dan Daddy menjadi satu.
Tubuh Zeze semakin gemetar menangis terisak-isak di pelukan Zetha, ia teringat saat terjun ke dalam laut beberapa menit lalu, merasakan ada kekuatan sangat besar mendorong tubuhnya naik ke permukaan yang kemudian ombak menghempaskannya tapi tubuhnya mendarat dengan sangat lembut di batuan karang. "A-aku membunuh Papa ...a-aku bukan manusia lagi, please Mum, bunuh aku." cicit Zeze pilu di pelukan Zetha. Zetha semakin mengeratkan pelukannya ke Zeze dan serigala di sebelahnya. Zetha kedinginan, tetapi ada kehangatan yang mengaliri dirinya dari tubuh Zeze dan Blacky-serigala hitam. "Kau tak membunuh Papa, Sayang. Mari pulang dulu, Mumma akan jelaskan semuanya ...tubuh Mumma dingin di sini ..." gigi Zetha bahkan bergemelatukan saat ia berbicara karena suhu udara memang sangat dingin, apalagi masih di musim dingin hendak memasuki awal musim semi. Menyadari Mummanya kedinginan, Zeze segera memeluk pinggang Zetha, lalu dengan tangkas ia membawa wanita yang telah melahirkannya itu berusaha
Tanpa menunggu Zetha dan Sarah menjawab, Zeze telah menghilang seperti kelebatan angin pergi keluar dari ruangan menuju kamar tidur Jonathan. "Papa ..." Zeze merasakan jantungnya berhenti berdebar, tenggorokan tercekat dan udara di sekitarnya seolah tak bertiup, dimana ia hanya bisa mencium samar aroma dari tubuh Jonathan di seantero kamar tidur kakeknya tersebut. Di kamar Zeze, Zetha turut berlari mengejar, sehingga Sarah hanya mampu menggelengkan kepala pada para lelaki di ruangan tamu kamar yang sebelumnya sama-sama merasakan hembusan angin lembut melewati mereka saat Zeze pergi keluar secepat kilat. "Zeze ...mencari Jonathan." ucap Sarah yang bahunya segera di peluk Dimitri, mengajaknya duduk pada sofa. Freyaa semakin menyusupkan wajah ke ceruk leher Luciano yang juga semakin memeluk tubuh bergetar putrinya tersebut karena kembali terisak menangis. Simon dan Pierre gegas menyusul Zetha yang gagal menemukan Zeze dalam ruangan tidur Jonathan. "Mum, biarkan kami yang mencari Ze
Malam begitu sangat hening, hanya terdengar suara deburan ombak yang bagaikan musik alami dari kejauhan.Biasanya akan selalu ada orang berjaga dalam kamar Zeze dan malam ini Simon bersama Pierre di sana sementara Freyaa tidur di sebelah Zeze di atas ranjang. Namun entah kenapa, semakin malam, Pierre dan Simon tak bisa menahan kantuk yang datang tiba-tiba seiring malam semakin bertambah sunyi. Bukan hanya Simon dan Pierre yang terlelap pulas, Zetha dan Luciano yang terbiasa bangun di sepertiga malam untuk berdoa pun nyenyak dalam tidur. Bahkan bayi Lula sama sekali tidak terbangun untuk menyusu atau rewel karena pampersnya penuh. Begitu juga dua ekor serigala di kandang samping kediaman Salvatore, ikut merasakan angin kedamaian, membuat mereka sangat tenang. **Bahu Freyaa berguncang, menahan isak tangis tapi airmatanya mengalir turun ke wajah Zeze yang ia peluk erat di pangkuan. "Freyaa ..." Zeze bergumam, membuka kelopak mata, menatap Freyaa yang memeluk kepalanya sambil menangi