Share

4. Terluka

"Kau terluka!"

Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya. 

"Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek. 

Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut. 

Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi  berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya. 

"Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica. 

"Terima ka--" 

"Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya. 

Veronica mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali. Kenapa pria itu menegurnya seolah dirinya lah yang bersalah mencari masalah? 

Bukankah, tadi ...ah! 

Veronica membuka genggaman telapak tangannya yang refleks terkepal sejak tadi. Ada gelang tali berwarna salem di dalam genggamannya.  

Veronica berniat mengembalikan pada pemuda tampan yang membantunya, karena yakin itu adalah miliknya ketika mereka saling berpelukan, tapi pria itu telah melajukan mobilnya pergi meninggalkan lokasi. 

Veronica memperhatikan sekelilingnya yang semakin diterangi cahaya rembulan purnama. Para pemuda mabuk masih jatuh bergelimpangan di atas jalanan, sepertinya mereka pingsan terkena sabetan tali panjang yang memiliki lebar sekitar 5cm oleh si pemuda tampan. 

--

Susie merasa sangat tidak tenang setelah ia tahu, Felix pergi seorang diri tanpa Hvitserk dan para pengawal menemaninya. Meskipun sudah pemuda tua, Susie masih tetap mengkuatirkan Felix layaknya anak lelaki remaja yang pendiam namun tiba-tiba membuat ulah.

Baru saja Susie memerintahkan Hvitserk dan para pengawal pergi berlalu dari hadapannya untuk mencari Felix, tak lama kemudian putra tampannya itu telah membuka pintu. 

"Felix!" Susie berhambur menghampiri dan menahan lengan Felix begitu ia melihat tangan putranya tersebut memegangi perut sebelah kanannya. 

"Kau berdarah!" seru Susie dibalas ringisan manja Felix membuka mulut untuk menampakkan barisan gigi rapinya pada Susie. 

"Tidak lucu dan jangan tertawa!" bentak Susie telah membawa Felix duduk pada salah satu kursi di depan meja makan. 

Susie bergegas memanggil Hvitserk kembali dan memintanya membelikan perban serta obat luka di klinik untuk dibawa pulang secepatnya. Di dalam ruangan hotel mereka tidak terdapat kotak obat darurat. 

"Kau pergi kemana? Berkelahi dengan siapa? Lalu ada apa dengan dandananmu ini, seperti orang culun sangat udik begini, hah?" Susie baru memperhatikan rambut Felix yang tertata rapi sangat licin dengan belah tengah serta memakai kemeja putih murahan. 

"Ambu sangat cantik!" goda Felix iseng memajukan wajah untuk memberikan kecupan ke pipi Susie. 

Susie mendengkuskan tawa campur kesal, membuka kemeja Felix dengan telaten untuk melihat serta membersihkan luka pada perut putranya itu. 

"Aw, pelan-pelan, Ambu ...sakit!" Felix sengaja mengaduh manja

Sangat bertolak belakang dengan wajah jahilnya tertawa menyandarkan kepala pada sandaran kursi, pasrah menerima perawatan Susie yang mengelap cidera pada perutnya. 

"Katakan, siapa yang melukaimu?" Susie berusaha membuat Felix agar terbuka padanya. 

"Aku latihan dan tertusuk sendiri ..." 

"Akan ku beritahu Zetha!" 

"Sekelompok pemuda mabuk berkelahi dan salah satu dari mereka menusukkan pisau salah sasaran padaku. Jangan mengadu pada Zetha, oke?" Felix langsung menjawab cepat perkataan ancaman Susie namun tetap tidak mengatakan kebenarannya. 

Felix tidak ingin menyusahkan atau merepotkan Zetha atau anggota keluarganya yang lain. Meskipun sebenarnya semua anggota keluarga Salvatore diam-diam selalu menguatirkan Felix yang sudah lebih dari cukup usia untuk menikah, tetapi terlihat selalu menghindari lawan jenis selain keluarganya. 

Effren Salvatore, saudara tertua Felix pernah bertanya, "Apakah kau ingin menikahi Susie?" 

Susie yang ditinggal suaminya tewas bersama Mommy mereka, masih terlihat sangat muda, tubuh dan wajahnya terawat.

Susie juga sah untuk Felix nikahi jika pemuda itu menginginkannya, mereka semua anggota keluarga Salvatore akan merestui tanpa memandang usia Susie dua kali lipat di atas Felix. 

"Konyol!" Felix menyahut saudara tertuanya. 

Susie juga mendelik kejam melirik Effren, "Mana ada Ibu yang waras menikahi putranya sendiri! Kau tak punya otak bertanya seperti itu pada adikmu, Effren!" 

Meskipun begitu, Felix tetap membawa Susie untuk tinggal bersamanya di manapun. Felix juga akan meluangkan waktunya di akhir pekan untuk mengajak Susie pergi liburan singkat atau hanya sekedar berjalan-jalan di tepi pantai Cape Town, menikmati cerahnya matahari, makan di restoran terbaik, layaknya anak lelaki menyenangkan hati Ibunya, meski orang yang tidak mengetahui hubungan mereka akan memandang Felix dan Susie seperti pasangan.  

Hvitserk dan para pengawal tiba di hotel ruangan president suite tempat Susie bersama Felix. 

"Lain kali, jangan biarkan ia pergi sendiri! Ini memang hanya luka pisau yang tak terlalu dalam. Tapi bagaimana jika itu adalah peluru yang bersarang di perutnya? Kalian bertanggungjawab atas nyawanya, mengerti?" Susie berkata tegas menoleh pada Hvitserk dan para pengawal yang ia pandangi satu persatu. 

"Ya, Ambu. Maafkan kami." Hvitserk menjawab sekaligus mewakili rekan-rekannya yang menganggukkan kepala patuh atas perkataan Susie. 

"Sudahlah, jangan marah-marah terus. Ambu sudah seperti Mommy kalau emosi seperti itu." Felix meraih telapak tangan Susie yang baru saja selesai membebat perutnya dengan perban setelah membubuhi obat anti peradangan pada permukaan luka di perutnya. 

"Hvits, bantu aku ke kamar." Felix menoleh pada Hvitserk, lalu mencium punggung tangan Susie, "Ambu juga istirahatlah. Jangan emosi lagi atau nanti akan ku carikan suami untuk Ambu."

Felix terkekeh rendah melihat kedua bola mata Susie yang melotot tajam menanggapi perkataannya. 

"Aku benar-benar akan meminta Zetha terbang kemari jika sampai luka pada perutmu itu terbuka semakin parah karena kekehanmu!"

Setelah berada di dalam kamarnya,"Kirim orang untuk bekerja di restoran The Grill agar bisa memberikan perlindungan pada Veronica diam-diam." titah Felix berbisik tegas pada Hvitserk yang alisnya sedikit bertaut. 

"Aku tidak menyukai apalagi mencintainya! Aku hanya tidak ingin ada orang lain menyakiti, menyiksa atau membunuhnya. Karena hanya aku yang boleh melakukan itu pada orang yang telah membuatku juga Susie kehilangan Mommy dan Joko!" 

"Baik, aku mengerti." Hvitserk tahu sedalam apa dendam dan kebencian yang dipendam oleh Felix pada Veronica. 

Wajah serta netra kecoklatan emas Felix bahkan terlihat menggelap ketika ia menyebut nama Veronica. 

"Lalu siapa yang melukai perutmu dengan pisau?" Hvitserk bertanya yang tentu saja dia akan disalahkan oleh keluarga besar Salvatore karena dianggap lalai melindungi putra tertua Marcella dan Michael tersebut, jika mereka semua mengetahuinya. 

Meskipun ketika Felix pergi, Hvitserk beserta para pengawal sedang diberikan tugas mencari rumah tinggal di sekitar Amalfi Coast. 

"Periksa kamera mobilku dan cari tau tentang pemilik mobil ARCXX!"

--

Veronica berjalan masuk ke dalam bilik mandi, masih sambil menggenggam gelang tali di telapak tangannya. 

"Apakah ini jimat? Siapa dia?" Veronica bergumam pelan, mengguncang kepalanya sendiri karena berpikir terlalu jauh. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ulyana
ish ish ish cenayang nih, kok ketebak sih? hahaha
goodnovel comment avatar
senja_awan
effrennnn mulutmu yaaaaa..masak iya susie nikah ma Felix............klo gini ceritanya,aku yakin duluan Vero yg cinta ma Felix......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status