"Kau terluka!"
Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya.
"Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek.
Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut.
Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya.
"Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica.
"Terima ka--"
"Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya.
Veronica mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali. Kenapa pria itu menegurnya seolah dirinya lah yang bersalah mencari masalah?
Bukankah, tadi ...ah!
Veronica membuka genggaman telapak tangannya yang refleks terkepal sejak tadi. Ada gelang tali berwarna salem di dalam genggamannya.
Veronica berniat mengembalikan pada pemuda tampan yang membantunya, karena yakin itu adalah miliknya ketika mereka saling berpelukan, tapi pria itu telah melajukan mobilnya pergi meninggalkan lokasi.
Veronica memperhatikan sekelilingnya yang semakin diterangi cahaya rembulan purnama. Para pemuda mabuk masih jatuh bergelimpangan di atas jalanan, sepertinya mereka pingsan terkena sabetan tali panjang yang memiliki lebar sekitar 5cm oleh si pemuda tampan.
--
Susie merasa sangat tidak tenang setelah ia tahu, Felix pergi seorang diri tanpa Hvitserk dan para pengawal menemaninya. Meskipun sudah pemuda tua, Susie masih tetap mengkuatirkan Felix layaknya anak lelaki remaja yang pendiam namun tiba-tiba membuat ulah.
Baru saja Susie memerintahkan Hvitserk dan para pengawal pergi berlalu dari hadapannya untuk mencari Felix, tak lama kemudian putra tampannya itu telah membuka pintu.
"Felix!" Susie berhambur menghampiri dan menahan lengan Felix begitu ia melihat tangan putranya tersebut memegangi perut sebelah kanannya.
"Kau berdarah!" seru Susie dibalas ringisan manja Felix membuka mulut untuk menampakkan barisan gigi rapinya pada Susie.
"Tidak lucu dan jangan tertawa!" bentak Susie telah membawa Felix duduk pada salah satu kursi di depan meja makan.
Susie bergegas memanggil Hvitserk kembali dan memintanya membelikan perban serta obat luka di klinik untuk dibawa pulang secepatnya. Di dalam ruangan hotel mereka tidak terdapat kotak obat darurat.
"Kau pergi kemana? Berkelahi dengan siapa? Lalu ada apa dengan dandananmu ini, seperti orang culun sangat udik begini, hah?" Susie baru memperhatikan rambut Felix yang tertata rapi sangat licin dengan belah tengah serta memakai kemeja putih murahan.
"Ambu sangat cantik!" goda Felix iseng memajukan wajah untuk memberikan kecupan ke pipi Susie.
Susie mendengkuskan tawa campur kesal, membuka kemeja Felix dengan telaten untuk melihat serta membersihkan luka pada perut putranya itu.
"Aw, pelan-pelan, Ambu ...sakit!" Felix sengaja mengaduh manja
Sangat bertolak belakang dengan wajah jahilnya tertawa menyandarkan kepala pada sandaran kursi, pasrah menerima perawatan Susie yang mengelap cidera pada perutnya.
"Katakan, siapa yang melukaimu?" Susie berusaha membuat Felix agar terbuka padanya.
"Aku latihan dan tertusuk sendiri ..."
"Akan ku beritahu Zetha!"
"Sekelompok pemuda mabuk berkelahi dan salah satu dari mereka menusukkan pisau salah sasaran padaku. Jangan mengadu pada Zetha, oke?" Felix langsung menjawab cepat perkataan ancaman Susie namun tetap tidak mengatakan kebenarannya.
Felix tidak ingin menyusahkan atau merepotkan Zetha atau anggota keluarganya yang lain. Meskipun sebenarnya semua anggota keluarga Salvatore diam-diam selalu menguatirkan Felix yang sudah lebih dari cukup usia untuk menikah, tetapi terlihat selalu menghindari lawan jenis selain keluarganya.
Effren Salvatore, saudara tertua Felix pernah bertanya, "Apakah kau ingin menikahi Susie?"
Susie yang ditinggal suaminya tewas bersama Mommy mereka, masih terlihat sangat muda, tubuh dan wajahnya terawat.
Susie juga sah untuk Felix nikahi jika pemuda itu menginginkannya, mereka semua anggota keluarga Salvatore akan merestui tanpa memandang usia Susie dua kali lipat di atas Felix.
"Konyol!" Felix menyahut saudara tertuanya.
Susie juga mendelik kejam melirik Effren, "Mana ada Ibu yang waras menikahi putranya sendiri! Kau tak punya otak bertanya seperti itu pada adikmu, Effren!"
Meskipun begitu, Felix tetap membawa Susie untuk tinggal bersamanya di manapun. Felix juga akan meluangkan waktunya di akhir pekan untuk mengajak Susie pergi liburan singkat atau hanya sekedar berjalan-jalan di tepi pantai Cape Town, menikmati cerahnya matahari, makan di restoran terbaik, layaknya anak lelaki menyenangkan hati Ibunya, meski orang yang tidak mengetahui hubungan mereka akan memandang Felix dan Susie seperti pasangan.
Hvitserk dan para pengawal tiba di hotel ruangan president suite tempat Susie bersama Felix.
"Lain kali, jangan biarkan ia pergi sendiri! Ini memang hanya luka pisau yang tak terlalu dalam. Tapi bagaimana jika itu adalah peluru yang bersarang di perutnya? Kalian bertanggungjawab atas nyawanya, mengerti?" Susie berkata tegas menoleh pada Hvitserk dan para pengawal yang ia pandangi satu persatu.
"Ya, Ambu. Maafkan kami." Hvitserk menjawab sekaligus mewakili rekan-rekannya yang menganggukkan kepala patuh atas perkataan Susie.
"Sudahlah, jangan marah-marah terus. Ambu sudah seperti Mommy kalau emosi seperti itu." Felix meraih telapak tangan Susie yang baru saja selesai membebat perutnya dengan perban setelah membubuhi obat anti peradangan pada permukaan luka di perutnya.
"Hvits, bantu aku ke kamar." Felix menoleh pada Hvitserk, lalu mencium punggung tangan Susie, "Ambu juga istirahatlah. Jangan emosi lagi atau nanti akan ku carikan suami untuk Ambu."
Felix terkekeh rendah melihat kedua bola mata Susie yang melotot tajam menanggapi perkataannya.
"Aku benar-benar akan meminta Zetha terbang kemari jika sampai luka pada perutmu itu terbuka semakin parah karena kekehanmu!"
Setelah berada di dalam kamarnya,"Kirim orang untuk bekerja di restoran The Grill agar bisa memberikan perlindungan pada Veronica diam-diam." titah Felix berbisik tegas pada Hvitserk yang alisnya sedikit bertaut.
"Aku tidak menyukai apalagi mencintainya! Aku hanya tidak ingin ada orang lain menyakiti, menyiksa atau membunuhnya. Karena hanya aku yang boleh melakukan itu pada orang yang telah membuatku juga Susie kehilangan Mommy dan Joko!"
"Baik, aku mengerti." Hvitserk tahu sedalam apa dendam dan kebencian yang dipendam oleh Felix pada Veronica.
Wajah serta netra kecoklatan emas Felix bahkan terlihat menggelap ketika ia menyebut nama Veronica.
"Lalu siapa yang melukai perutmu dengan pisau?" Hvitserk bertanya yang tentu saja dia akan disalahkan oleh keluarga besar Salvatore karena dianggap lalai melindungi putra tertua Marcella dan Michael tersebut, jika mereka semua mengetahuinya.
Meskipun ketika Felix pergi, Hvitserk beserta para pengawal sedang diberikan tugas mencari rumah tinggal di sekitar Amalfi Coast.
"Periksa kamera mobilku dan cari tau tentang pemilik mobil ARCXX!"
--
Veronica berjalan masuk ke dalam bilik mandi, masih sambil menggenggam gelang tali di telapak tangannya.
"Apakah ini jimat? Siapa dia?" Veronica bergumam pelan, mengguncang kepalanya sendiri karena berpikir terlalu jauh.
"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama. "Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..." "Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya. "Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya. "Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya. "Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tanga
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
Felix menyadari jika 'cakar' Mussolini cukup tajam mencengkeram di Amalfi. Keluarga Mussolini bahkan lebih dihormati dari pemimpin Amalfi yang sebenarnya, dimana Mussolini hanyalah seorang wakil pemimpin. Keluarga Mussolini sudah dianggap kaya raya sejak turun temurun, memiliki bisnis infotainment dan surat kabar terbesar yang bisa mengendalikan pemberitaan di Amalfi juga daerah sekitarnya. Tidak ada yang menduga jika Mussolini melakukan cara licik untuk memeras perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki progres bagus agar ia dan keluarganya tetap menjadi manusia terkaya di Amalfi Coast. Karena itu pula, nama Mussolini hanya ada sebagai penanggung jawab di belakang layar untuk berbagai jenis serta sektor perusahaan-perusahaan yang tentu saja ia meraup keuntungan besar dari tindakannya tersebut. "Bagaimana dengan restoran The Grill?" Felix mendapatkan laporan dari anak buahnya jika restoran milik Veronica sedang kewalahan mencocokkan harga jual untuk semua menu karena bahan baku ma
Alfred Mussolini menatap penuh harap pada Felix yang menyunggingkan senyuman tipis di wajah tampannya, tetapi tatapan mata pria Salvatore itu terlihat sangat dingin. "Bagaimana, Mister Salvatore?" tanya Alfred cukup berani dengan tawaran kerjasama bagi hasil 50:50 dengan Felix. Bisa bekerjasama dengan keluarga Salvatore adalah impian Alfred juga banyak pengusaha di dunia. Karena memang tidak sembarang orang bisa berhubungan langsung apalagi bekerjasama dalam bisnis dengan keluarga mafia Salvatore yang selain terkenal kaya raya juga bisnis mereka sangat solid berkembang terus. Felix menaikkan satu tungkai menumpuk pahanya yang lain, menyandarkan punggung santai ke sandaran sofa, seolah ruangan kerja tersebut adalah miliknya pribadi. "Tujuan saya datang kemari bukan berniat ingin melakukan kerjasama." Felix menjawab datar pertanyaan Alfred, sembari memandang lurus ke netra pria tua di depannya itu. "Saya sudah menyelidiki jika ada nama Alfred Mussolini di belakang semua bisnis-bisni
"Dasar Jalang! Kenapa kau begitu lemah, huh?!" Arkada memaki wanita yang baru saja ia masuki, tetapi sudah berdenyut mencapai pelepasannya. "M-maafkan saya, Tuan Muda. Milik Anda terlalu besar dan nikmat ...saya, tidak kuat ...ahh!" sang wanita memberikan alasan dengan wajah bersemu merah, namun sedetik kemudian tubuhnya disentak kasar oleh Arkada. "Hoh, baiklah kalau begitu! Aku akan menyiksamu dan jangan coba-coba menyerah sebelum aku puas!" Arkada menghentak mengeluar-masukkan batang jantannya dengan sangat kasar ke tubuh wanita yang menjerit pilu antara perih dan nikmat di bawah tubuhnya. "Ah ...ah ...ah ...Tuan Muda!" sang wanita kembali hendak mencapai pelepasan. Arkada buru-buru mencabut organ jantannya, berpindah ke mulut atas sang wanita yang dia sodok geram tanpa peduli jika sang wanita sangat kewalahan karena tersedak. Tok ...tok ...tok!!Terdengar suara ketukan pada pintu hotel tempat Arkada sedang memuaskan hasrat primitifnya. Berkali-kali suara ketukan pada daun pi
Setelah memastikan Veronica cukup istirahat di mansion, pagi ini Felix mengajak istri cantiknya itu pergi mengunjungi Lucy di istana. Felix baru saja membuka pintu penumpang, membantu Veronica turun dari mobil, tetapi teriakan anak-anak Lucy sudah membahana berlarian sampai ke halaman. "Bibi Nicca!" pekik Rayya langsung memeluk Veronica seakan Tuan Putri cantik itu telah sangat mengenal Veronica. Di belakang Rayya ada kembar tiga yang berlari terhuyung-huyung, berseru, "Pipi ...Niccaaa ..." Felix tergelak melihat keponakannya, "Dari mana kalian tau jika bibi kalian dipanggil Nicca?" "Freyaa." sahut Rayya sambil menggosokkan wajah lembutnya ke bagian perut Veronica. "Ya, ya ...Eyaa yang kasih tau." tiga anak kembar ikut berkata dan mengangguk serempak. Veronica sangat senang, bibirnya tersenyum lebar dengan mata menyipit indah, "Oh, kalian sangat manis sekali, cantik dan tampan-tampan!" "Bibi Nicca juga sangat cantik!" tukas Rayya seraya menggandeng lengan Veronic
Seperti biasa, Zeze tidak bisa terlelap di malam hari. Setelah menidurkan Freyaa hingga pulas, mendengar suara dengkuran halus Simon dan Dominic di lantai atas yang menandakan kedua pria itu juga telah terlelap, Zeze berjalan pelan keluar dari kamar.Zeze hanya duduk sendiri pada sofa di lorong. Teringat pada Pierre yang kebal terhadap racun dalam tubuhnya juga rasa kenyal bibir pria itu yang membuatnya candu ingin mengulangi lagi.Tiba-tiba daun telinga Zeze bergetar dan ia tanpa sadar menegakkan tulang punggungnya duduk pada sofa."Kau pikir bisa menghalangiku mendekati Massimo, anak pungut?!" dengkus Cecilia menggetarkan tawa seraya berjalan menuju kamar Massimo, membawa sebotol jus segar."Anak pungut aja belagu! Betapa bodohnya Luca Salvatore yang terperangkap pada drama palsumu!" tambah Cecilia masih menggerutu.Sudut bibir Zeze tersenyum samar. Telinganya bisa mendengar langkah kaki Cecilia tidak beraturan menje
Sudah menjadi kebiasaan di keluarga Salvatore untuk makan bersama terutama pada saat sarapan atau makan malam. Tetapi sekarang mereka sedang lliburan, tentu saja makan siang pun menjadi sangat istimewa untuk semua orang berkumpul, makan bersama. Terdapat beberapa meja bundar ukuran besar, kapasitas delapan-sembilan orang untuk keluarga Salvatore makan siang juga beberapa meja bundar ukuran kecil. Massimo mendudukkan Michele depan meja bundar kecil, kapasitas lima kursi."Duduklah, aku mau bicara." Michele menarik lengan Massimo agar duduk di sebelahnya. "Katakan, ada apa? Sebentar, apa kau mau minum susu oat?" Belum sempat Michele menjawab, Massimo sudah menolehkan kepalanya memandang Cecilia di belakang, "Bisa ambilkan susu oat di pelayan untukku?" Cecilia menganggukkan kepala tanpa kata tetapi sorot matanya terlihat berbinar karena akhirnya Massimo mau meminta tolong padanya. Cecilia rela membuat dirinya dimanfaatkan oleh Massimo, dengan begitu ia bisa selangkah lebih dekat untu
Halaman samping penginapan terdapat hamparan landai ditutupi salju. Biasanya itu adalah lapangan untuk bermain tenis outdoor. Sekarang, menjadi tempat keluarga besar Salvatore bermain tarik tambang. Suara suporter para wanita bersorak riuh dengan semangat, keceriaan dan gelak tawa. Bahkan para pelayan keluarga Salvatore dan pelayan penginapan ikut menjadi suporter, bersorak-sorai. Entah siapa yang punya ide, para pria keluarga Salvatore untuk melakukan lomba tarik tambang di hamparan salju. Kenyataannya mereka para pria terlihat bersemangat. "Ah, tidak, kalian curang lagi!" Gerardo berteriak tidak terima karena sudah lima kali kalah berturut-turut. Kelompok Gerardo terdiri dari Massimo, Simon, dan Sandi berlawanan dengan kelompok Effren, Fernando, Rooney dan Timothy. "Ari, liat suamimu ...makin tua makin pengecut dia! Apakah kau ingin ganti suami? Akan ku carikan untukmu, pria yang tampan seperti aku!" Timothy tidak pernah menahan perkataannya menggoda Ariana terang-terangan di
Setelah membeli gelang tali tiga warna dengan asesories batu alam dan pendulum untuk Zeze dan Freyaa, Dominic juga Simon ikut membeli gelang tali tiga warna tanpa asesories untuk mereka.Meski sudah mendapatkan gelang tali, Freyaa tetap ngotot menginginkan kalung berliontin lambang love seperti yang dipakai Zeze.Ketika Dominic melakukan pembayaran untuk kalung, sambil menggendong Freyaa ke depan kasir, diam-diam Simon membuka liontin kalung Zeze. Ia sama sekali tidak terkejut melihat ada photo Knox bersama seorang wanita di dalam liontinnya."Jangan berpikiran macam-macam. Knox berkata dia pergi menjalankan misi dan ku lihat ia sangat menganggap penting kalung ini yang tak pernah ia lepaskan. Jadi aku memintanya agar nanti ia kembali bisa mengambilnya padaku.""Misi?" ulang Simon menyipitkan kelopak mata memandang Zeze."Apakah tak ada misi? Aku dibohongi? Atau memang ada misi rahasia dari Paman Felix?" cecar Zeze menatap l
Zetha mengerutkan alisnya memandang wajah muram Luca, "Kesalahan apa yang kau lakukan? Kau akhirnya khilaf dan meniduri Megan?""Itu konyol! Aku tak mungkin melakukan kebodohan seperti itu!" dengkus Luca cepat, lalu menghadap Luciano yang diam tetapi jelas menunggunya bicara."Aku menegur Zeze ..." Luca menceritakan apa yang diberitahukan oleh Markus sehingga ia bergegas pergi ke penginapan Anne dan berkata jika ia menolak hubungan Zeze bersama Pierre Bastien."Aku bersalah, aku membentaknya keras dan ...Zeze membalasku dengan mengatakan jika ia keturunan Johnson, bukan gadis Salvatore."Baru saja Luca menyelesaikan kalimatnya, Luciano sudah pergi keluar dari kamar mencari Zeze. Luciano sangat paham perasaan putrinya, meskipun ia sendiri pun juga masih belum rela jika Zeze mengenal pria secara spesial di luar sana.Di dalam kamar, Zetha belum berkomentar, hanya memandang Luca dengan tatapan rumit. Baru saja ia merasa b
"Kau menyakiti perasaannya." Markus mendesah memandang Luca yang menyapu kasar wajahnya dengan telapak tangan."Harusnya jika kau cemburu atau tidak suka, ajak dia bicara baik-baik. Bukan langsung menolak seperti tadi." tambah Markus menasehati Luca."Kau tdak tau apa-apa, Markus!" Luca sudah berdiri, menumpukan kedua telapak tangannya ke atas meja dan memajukan wajah ke depan Markus, "Pria itu, Pierre Bastien ...dia adalah pria yang rumit! Menurutmu kenapa pria dewasa seperti dia belum menikah?"Markus menggedikkan kedua bahunya cuek, "Aku juga masih sendiri belum menikah sewaktu seusia dia ...""Ya, itu karena kau hanya ingin bersenang-senang dengan banyak wanita. Pria itu juga sama! Aku mengenalnya dan sangat mengenalnya dengan baik!" potong Luca cepat.Markus menggosok ujung hidungnya dan tersenyum masam mendengar perkataan Luca. Tidak banyak yang tahu kenapa Markus menolak menikah dan bahkan ia pernah menjalin hubungan
Luca bergegas mengemudikan mobil pergi ke penginapan Anne setelah diberitahu oleh Markus jika Zeze baru saja mencium pria.Jantung Luca berdegup kencang dan tentu saja ia sangat kuatir jika pria yang dicium Zeze bisa tewas jika tidak segera diberikan pertolongan. Freyaa tak akan berbaik hati begitu ringan membantu, kecuali orang-orang yang ia kenal dekat."Zee ..." Luca langsung datang ke ruangan makan di penginapan Anne, napasnya memburu dan sorot matanya terlihat sangat kuatir.Zeze terkejut, spontan berdiri dari duduknya begitu melihat kedatangan Luca, "Ada apa? Paman terburu-buru, apakah terjadi sesuatu?"Luca menempelkan telapak tangannya yang dingin ke pipi Zeze, merengkuh pundak keponakannya itu erat-erat, "Jangan kuatirkan apapun. Semuanya akan baik-baik aja." bisiknya sangat pelan.Mendengar perkataan Luca, Zeze langsung merenggangkan pelukan pamannya tersebut, "Apanya yang kuatir dan baik-baik saja?"
Malam benar-benar telah turun gelap ketika Zeze dan Pierre tiba di penginapan.Zeze langsung menuju kamar yang biasa ia tempati jika berkunjung ke penginapan Anne ini, tak pernah disewakan pada orang lain selama gadis itu mengkonfirmasi kedatangannya. Apalagi tadi pelayan penginapan sudah melihat kedatangan juga menyimpan kunci mobilnya."Freyaa ...!!"Zeze melihat ke bawah kolong ranjang dipan, membuka lemari baju, mencari ke kamar mandi dan semua sudut ruangan kamar. Namun adik perempuannya tidak ditemukan."Hai ..."Pierre mendatangi Zeze ke ke depan pintu kamarnya, memberikan kode dengan jemari menunjuk ke arah salah satu ruangan yang pintunya terbuka, kamarnya bersama Richie, masih satu lantai dengan kamar Zeze dan Freyaa.Gegas Zeze berlari keluar lalu memasuki kamar yang pintunya terbuka tersebut diikuti oleh Pierre di belakang, tetapi ...Syuuuttt ...swinggg ...!!Beberapa jarum terbang dar