"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama.
"Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..."
"Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya.
"Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya.
"Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya.
"Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tangan Veronica.
"Oh, aku menemukannya di jalan. Menurutku lucu, jadi ku pakai." Veronica menjawab asal, menarik tangannya, melanjutkan membuat roti bakar srikaya untuk sarapan mereka semua.
"Jika terjadi sesuatu, jangan sungkan untuk bercerita pada kami." Keanu berkata sembari ia mengambil bahan masakan untuk membuat soup, sementara Selena menyiapkan wadah serta menggiling kopi yang kemudian ia seduh untuk mereka bertiga.
Veronica mengangguk tersenyum menanggapi Keanu yang kembali berkata, "Para pemuda tadi malam, sepertinya memiliki niat jahat padamu. Mulai sekarang, aktifkan terus ponselmu dan berhati-hati pergi kemanapun. Atau mau aku sewa pengawal ..."
"Jangan berlebihan, Keanu. Aku baik-baik aja. Tidak perlu kuatir." potong Veronica cepat sambil melirik Selena yang baru saja terdengar mengaduh karena jemarinya tersiram air panas ketika hendak menyeduh kopi untuk cangkir Veronica.
Keanu bergegas menghampiri Selena, membawa tangan istrinya itu untuk diguyur di bawah air kran mengalir pada wastafel.
"Perih?"
Selena menggelengkan kepala, namun ekor matanya melirik ke arah Veronica yang sudah menata sarapan di atas meja, juga mengambil alih pekerjaan Keanu membuat soup.
Sebuah firasat tiba-tiba menyelip ke relung hati Selena yang membuatnya merinding dan termangu selama beberapa saat.
"Guyur sebentar lagi, aku ambilkan salep agar tanganmu tidak melepuh." Keanu segera berlalu untuk mengambil kotak obat.
"Jangan suka melamun, hem?" Veronica menyuapkan potongan roti yang telah ia olesi srikaya ke mulut Selena yang justru airmata wanita muda itu mengalir deras di sudut matanya tanpa bisa ia kendalikan.
"Ada apa? Kenapa kau menangis?"
Selena langsung berhambur memeluk Veronica dan melabuhkan wajah ke atas pundak saudarinya, "Kakak tidak boleh pergi meninggalkanku. Selain Keanu, cuma kakak yang aku punya."
Veronica mengusap lembut punggung Selena, "Dasar bodoh! Sudah lupakah akan janji kita yang akan selalu bersama-sama?" gerutu sayang Veronica sambil menciumi sisi kepala adik perempuan satu-satunya itu.
Setelah banyak hal dan tragedi yang mereka lalui bersama, menyaksikan sendiri Papa kandung mereka tewas dan mengetahui kenyataan jika Mama mereka berdua yang bersaudari juga sama-sama dibunuh oleh orang-orang suruhan Efka Reager, Papa mereka.
Kini Veronica dan Selena hanya memiliki satu sama lain, dimana Selena menikah dengan Keanu, orang yang menyelamatkan mereka berdua dari tragedi.
"Hari ini, kalian pergilah berlibur. Aku akan menghandel area bartender. Stok bahan makanan akan masuk sore, jadi tidak terlalu berat untuk dikerjakan." Veronica berkata setelah melihat Keanu sedikit menautkan alis menatap Selena manja di pelukannya.
"Tidak, hari ini ada janji dengan pihak perusahaan minuman. Jadi, nanti saja kita liburan bertiga." Selena menyahut, memasrahkan tangannya diolesi salep oleh Keanu yang membawanya duduk pada kursi.
"Oh, ya ...kemarin ada pemuda yang ingin bertemu denganmu, Kak. Dia ingin menawarkan kerjasama ...tapi aku minta dia mencicipi steak andalan kita dan dia bilang jika peternakan tempatnya bekerja memiliki kualitas daging jauh lebih baik."
Veronica mengerjapkan kelopak mata seraya ia mengunyah roti di dalam mulutnya. Ia memang menunggu Selena membahas pemuda yang bersama adiknya itu kemarin malam.
Pemuda yang juga membantunya dari para gerombolan mabuk dan gelang tali yang Veronica yakini milik si pemuda, ia pakai pada pergelangan tangannya setelah diperbaiki dan berniat mengembalikannya nanti jika mereka bertemu.
"Aku memintanya agar datang lagi siang ini juga membawa sampel produk yang hendak dia tawarkan pada kita."
"Pemuda culun dengan rambut rapi belah tengah kemarin malam?" Keanu bertanya memastikan karena hanya pria itu yang terlihat berbicara dengan istrinya.
"Benar, itu dia yang ku bicarakan. Kakak juga pasti melihatnya, sayang kekacauan para pemuda mabuk semalam membuatku lupa memperkenalkan kalian,"
"Kau memiliki kartu namanya?"
Selena menggelengkan kepalanya cepat, "Aku lupa, Kak." ringisnya dengan mulut terbuka lebar, memaksakan tawa tanpa suara.
--
Felix ditinggal di hotel dengan pengawalan ketat para pengawal pada bagian luar pintu kamar, sementara Susie pergi bersama Hvitserk melihat rumah yang akan mereka tinggali selama berada di Amalfi.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Felix, ia lebih suka tinggal di lingkungan rumah daripada hotel atau apartement.
"Ini terlihat bagus." komentar Susie begitu orang suruhan Hvitserk membawa mereka ke sebuah rumah besar berlantai tiga dengan pemandangan lautan dan memiliki tebing serta pantai pribadi.
Dari lokasi strategis tersebut, bisa dipastikan jika pemiliknya pastilah orang yang berduit banyak pecinta laut dan pantai.
"Tapi, Madam ...ini hanya disewakan sebulan ..."
"Tak masalah!" Susie menjawab cepat, menoleh pada Hvitserk yang langsung tersenyum pada orang suruhannya.
"Bawa berkas penyewaan rumah ini padaku dan berikan kontak pemiliknya sekalian. Katakan pada pihak penyewaan rumah, kami hanya akan melakukan transaksi dengan pemiliknya langsung tanpa perantara!"
"Baik, Bos Hupits. Mengenai orang yang tadi malam Bos besar pinta, siang ini sudah mulai masuk bekerja di restoran The Grill."
"Bicarakan itu nanti. Aku masih membutuhkan bantuanmu selanjutnya, pastikan alat komunikasimu aktif!" tolak Hvitserk yang tidak ingin membicarakan hal tentang para pengawal untuk Veronica atas perintah Felix di depan Susie.
Felix masih merahasiakan tentang Veronica. Maka, sebagai asisten sekaligus sahabat juga tangan kanannya, Hvitserk berkewajiban melindungi apapun yang Felix tidak ingin diketahui oleh orang lain, meskipun itu Susie dan keluarganya sekalipun.
Susie tersenyum tipis menikmati pemandangan laut biru di depannya. Dia teringat ketika pertama kali di bawa ke Karibia untuk membantu merawat Zetha, saudarinya Felix sejak usia dua tahun.
"Felix membeli bisnis restoran di sini?" Susie bertanya pada Hvitserk yang datang membawakannya minuman segar kemasan, tanpa memalingkan wajah dari memandangi lautan di depannya.
"Uhm, Felix belum mengatakannya."
Susie menoleh menatap lekat ke wajah Hvitserk, "Lalu, apakah telingaku tuli jika tadi aku mendengar bawahanmu mengirimkan orang untuk bekerja di restoran The Grill? Katakan jujur, Hvitserk, apakah putraku terlibat bisnis atau ..."
"Bisnis, Ambu." Hvitserk menjawab cepat.
Susie mendesah pelan. Susie sangat paham jika Felix akan menggunakan berbagai macam trik agar bisa mendapatkan bisnis apapun yang sudah dia targetkan.
Tapi untuk apa bisnis restoran di Amalfi ini? Keluarga Salvatore memiliki restoran mewah di Hawaii.
--
Malam sudah sangat larut, tetapi Veronica yang berkata akan pulang naik taksi karena motornya sedang diperbaiki, masih belum tiba di rumah.
Selena berjalan bolak-balik, ponselnya masih berdering tetapi tidak kunjung ada jawaban dari Veronica.
"Tunggu di rumah, aku akan menyusul ke restoran." Keanu bangkit mengambil jaket dan kunci mobil hendak pergi keluar.
"Aku ikut!" Selena tidak mau ditinggalkan seorang diri. Seharusnya tadi ia memaksa tinggal bersama Veronica di restoran dan pulang bersama ke rumah.
"Aku takut para pemuda kemarin menaruh dendam pada Kakak dan menculiknya ..." cicit Selena sedih mengerjapkan kelopak mata agar tidak menangis.
Di tempat lain, Veronica duduk dengan kelopak mata terpejam rapat pada kursi belakang taksi yang sebelumnya ia tumpangi untuk membawanya pulang ke rumah.
Sang sopir taksi menyeringai sinis, melirik Veronica dari spion setelah menyemprotkan aroma mengandung obat bius, tepat ketika Veronica membuka pintu taksi lalu duduk pada jok belakang.
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
Felix menyadari jika 'cakar' Mussolini cukup tajam mencengkeram di Amalfi. Keluarga Mussolini bahkan lebih dihormati dari pemimpin Amalfi yang sebenarnya, dimana Mussolini hanyalah seorang wakil pemimpin. Keluarga Mussolini sudah dianggap kaya raya sejak turun temurun, memiliki bisnis infotainment dan surat kabar terbesar yang bisa mengendalikan pemberitaan di Amalfi juga daerah sekitarnya. Tidak ada yang menduga jika Mussolini melakukan cara licik untuk memeras perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki progres bagus agar ia dan keluarganya tetap menjadi manusia terkaya di Amalfi Coast. Karena itu pula, nama Mussolini hanya ada sebagai penanggung jawab di belakang layar untuk berbagai jenis serta sektor perusahaan-perusahaan yang tentu saja ia meraup keuntungan besar dari tindakannya tersebut. "Bagaimana dengan restoran The Grill?" Felix mendapatkan laporan dari anak buahnya jika restoran milik Veronica sedang kewalahan mencocokkan harga jual untuk semua menu karena bahan baku ma
Alfred Mussolini menatap penuh harap pada Felix yang menyunggingkan senyuman tipis di wajah tampannya, tetapi tatapan mata pria Salvatore itu terlihat sangat dingin. "Bagaimana, Mister Salvatore?" tanya Alfred cukup berani dengan tawaran kerjasama bagi hasil 50:50 dengan Felix. Bisa bekerjasama dengan keluarga Salvatore adalah impian Alfred juga banyak pengusaha di dunia. Karena memang tidak sembarang orang bisa berhubungan langsung apalagi bekerjasama dalam bisnis dengan keluarga mafia Salvatore yang selain terkenal kaya raya juga bisnis mereka sangat solid berkembang terus. Felix menaikkan satu tungkai menumpuk pahanya yang lain, menyandarkan punggung santai ke sandaran sofa, seolah ruangan kerja tersebut adalah miliknya pribadi. "Tujuan saya datang kemari bukan berniat ingin melakukan kerjasama." Felix menjawab datar pertanyaan Alfred, sembari memandang lurus ke netra pria tua di depannya itu. "Saya sudah menyelidiki jika ada nama Alfred Mussolini di belakang semua bisnis-bisni
"Dasar Jalang! Kenapa kau begitu lemah, huh?!" Arkada memaki wanita yang baru saja ia masuki, tetapi sudah berdenyut mencapai pelepasannya. "M-maafkan saya, Tuan Muda. Milik Anda terlalu besar dan nikmat ...saya, tidak kuat ...ahh!" sang wanita memberikan alasan dengan wajah bersemu merah, namun sedetik kemudian tubuhnya disentak kasar oleh Arkada. "Hoh, baiklah kalau begitu! Aku akan menyiksamu dan jangan coba-coba menyerah sebelum aku puas!" Arkada menghentak mengeluar-masukkan batang jantannya dengan sangat kasar ke tubuh wanita yang menjerit pilu antara perih dan nikmat di bawah tubuhnya. "Ah ...ah ...ah ...Tuan Muda!" sang wanita kembali hendak mencapai pelepasan. Arkada buru-buru mencabut organ jantannya, berpindah ke mulut atas sang wanita yang dia sodok geram tanpa peduli jika sang wanita sangat kewalahan karena tersedak. Tok ...tok ...tok!!Terdengar suara ketukan pada pintu hotel tempat Arkada sedang memuaskan hasrat primitifnya. Berkali-kali suara ketukan pada daun pi
Veronica dan Selena turun tergesa dari lantai dua restoran, tempat ruangan kerja Veronica berada. "Halo, Nyonya Veronica ..." Hvitserk langsung berdiri, memindai dua orang wanita yang berdiri di hadapannya dengan senyuman tipis. "Saya Veronica." Veronica mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Hvitserk, diikuti Selena setelahnya yang memasang senyuman misterius melirik suaminya, Keanu. "Boleh saya meminta waktu Nyonya Veronica beberapa menit? Saya ingin ..." Hvitserk berkata dan bertanya hati-hati dimana matanya tidak lepas dari memperhatikan perubahan raut wajah Veronica yang sebelumnya terlihat terkejut melihatnya. "Oh, tentu. Mari, silakan duduk."Veronica membawa Hvitserk untuk duduk pada salah satu kursi yang terdapat di bagian pojok restoran dan ia mengambil posisi di depan pria itu. "Perkenalkan saya Hvitserk. Kedatangan saya kemari, ingin menawarkan kerjasama berkelanjutan dengan Nyonya ..." "Panggil saya Veronica aja." potong Veronica cepat. "Kerjasama dibidang apa
"Kau menyakiti perasaannya." Markus mendesah memandang Luca yang menyapu kasar wajahnya dengan telapak tangan."Harusnya jika kau cemburu atau tidak suka, ajak dia bicara baik-baik. Bukan langsung menolak seperti tadi." tambah Markus menasehati Luca."Kau tdak tau apa-apa, Markus!" Luca sudah berdiri, menumpukan kedua telapak tangannya ke atas meja dan memajukan wajah ke depan Markus, "Pria itu, Pierre Bastien ...dia adalah pria yang rumit! Menurutmu kenapa pria dewasa seperti dia belum menikah?"Markus menggedikkan kedua bahunya cuek, "Aku juga masih sendiri belum menikah sewaktu seusia dia ...""Ya, itu karena kau hanya ingin bersenang-senang dengan banyak wanita. Pria itu juga sama! Aku mengenalnya dan sangat mengenalnya dengan baik!" potong Luca cepat.Markus menggosok ujung hidungnya dan tersenyum masam mendengar perkataan Luca. Tidak banyak yang tahu kenapa Markus menolak menikah dan bahkan ia pernah menjalin hubungan
Luca bergegas mengemudikan mobil pergi ke penginapan Anne setelah diberitahu oleh Markus jika Zeze baru saja mencium pria.Jantung Luca berdegup kencang dan tentu saja ia sangat kuatir jika pria yang dicium Zeze bisa tewas jika tidak segera diberikan pertolongan. Freyaa tak akan berbaik hati begitu ringan membantu, kecuali orang-orang yang ia kenal dekat."Zee ..." Luca langsung datang ke ruangan makan di penginapan Anne, napasnya memburu dan sorot matanya terlihat sangat kuatir.Zeze terkejut, spontan berdiri dari duduknya begitu melihat kedatangan Luca, "Ada apa? Paman terburu-buru, apakah terjadi sesuatu?"Luca menempelkan telapak tangannya yang dingin ke pipi Zeze, merengkuh pundak keponakannya itu erat-erat, "Jangan kuatirkan apapun. Semuanya akan baik-baik aja." bisiknya sangat pelan.Mendengar perkataan Luca, Zeze langsung merenggangkan pelukan pamannya tersebut, "Apanya yang kuatir dan baik-baik saja?"
Malam benar-benar telah turun gelap ketika Zeze dan Pierre tiba di penginapan.Zeze langsung menuju kamar yang biasa ia tempati jika berkunjung ke penginapan Anne ini, tak pernah disewakan pada orang lain selama gadis itu mengkonfirmasi kedatangannya. Apalagi tadi pelayan penginapan sudah melihat kedatangan juga menyimpan kunci mobilnya."Freyaa ...!!"Zeze melihat ke bawah kolong ranjang dipan, membuka lemari baju, mencari ke kamar mandi dan semua sudut ruangan kamar. Namun adik perempuannya tidak ditemukan."Hai ..."Pierre mendatangi Zeze ke ke depan pintu kamarnya, memberikan kode dengan jemari menunjuk ke arah salah satu ruangan yang pintunya terbuka, kamarnya bersama Richie, masih satu lantai dengan kamar Zeze dan Freyaa.Gegas Zeze berlari keluar lalu memasuki kamar yang pintunya terbuka tersebut diikuti oleh Pierre di belakang, tetapi ...Syuuuttt ...swinggg ...!!Beberapa jarum terbang dar
Berkat panduan dan arahan dari Markus, Zeze bersama pasukan ninja berhasil mencapai puncak gunung salju jauh lebih cepat.Bagian atas gunung terdapat permukaan landai di bagian tengah, namun banyak lubang-lubang yang tertutup salju dan jika terinjak bisa menjadi jebakan. Sedangkan di bagian lainnya ada kawah yang tertutup asap dan uap putih."Jangan ke sana, tak ada teratai salju di sebelah sana." Markus menarik lengan Zeze yang menuju ke area kawah.Markus sangat mengenal gunung ini. Ia sudah berulang kali naik di musim panas hanya untuk menenangkan pikirannya dari hiruk pikuk suara manusia.Anne dan Marcio serta orang-orang terdekat mereka, biasanya tidak akan ikut campur dalam urusan pribadi Markus. Mereka hanya diam-diam mengirim orang untuk melindungi pria yang disayangi Anne sebagai saudara laki-lakinya itu."Paman mendapatkan teratai salju kemarin di sebelah mana?" Zeze bertanya sembari berjalan cepat dan Markus
Zeze memilih meja dekat jendela, duduk bersama Freyaa di restoran perancis, Andorra. "Pesanlah makanan dan minuman yang kau suka pada pelayan, aku ke kamar kecil dulu." bisik Zeze ke depan wajah Freyaa yang mengangguk mengerti. Andorra adalah negara kecil dan ini adalah daerah 'kekuasaan' Anne-Marcio, sehingga Zeze selalu merasa aman jika datang ke Andorra dan tidak kuatir meninggalkan Freyaa duduk sendiri sementara ia pergi ke kamar kecil. Begitu juga dengan Freyaa, Andorra adalah negara favorite-nya karena ia bisa bermain puas bahkan seorang diri tanpa takut diculik atau hilang tersesat. Hampir semua penduduk Andorra mengenal Anne Mary dan keluarganya, pun Marcio banyak melakukan dukungan ekonomi untuk penduduk Andorra. Freyaa memesan makanan dan minuman pada pelayan, sementara Zeze memuntahkan cairan berwarna hijau keluar dari tenggorokannya. "Ada apa ini?" gumam Zeze seraya memegangi perutnya yang terasa melilit sakit. Zeze menumpukan kedua telapak tangannya pada tepian
Rombongan keluarga Zetha dan Zeze tiba di Girona-Costa Brava, Spanyol dengan suasana riang gembira.Marcio Lamparska, sahabat Michael Salvatore semasa hidup juga selaku pemimpin kelompok mafia Spanyol yang membaiat organisasi Salvatore, sudah mengatur orang-orangnya menyediakan beberapa mobil sport serta mobil keluarga seperti MVP dan beberapa sedan menyambut kedatangan Zetha sekeluarga besar berikut para pelayan dan pengawal untuk membawa mereka pergi ke Andorra. Beberapa jam sebelum pesawat jet yang membawa rombongan Zetha dan Zeze sekeluarga tiba d Girona, terjadi ledakan besar di pangkalan militer Alaska juga kediaman Mister Goval di negara bagian utara Palestine. Tidak ada yang tahu penyebab ledakan dan para pengamat politik serta pejabat terkait hanya bisa menduga-duga serangan tersebut dilakukan oleh kelompok teroris, membuat mereka semua ketar-ketir tidak bisa beristirahat dengan tenang serta melakukan meeting demi meeting untuk membahas apa yang mereka sebut perdamaian dunia
Setelah mendengar perkataan Felix, Veronica menggelayutkan lengannya memeluk pundak suami tampan yang telah berkata jujur terus terang padanya itu, "Apakah kau lapar dan ingin makan?" Netra Felix semakin melembut dan bibirnya tersenyum tipis, menganggukkan kepala dengan cepat, berkata pendek penuh keyakinan, "Ya." Veronica mengulum bibirnya sejenak, balas tersenyum, lalu mendorong punggung Felix rebah ke permukaan ranjang kemudian menaikinya dan duduk di atas perut liat suaminya itu. "Sosisku sepertinya sudah matang, apakah sudah bisa ku nikmati atau kau ingin langsung makan pizza?"Rasanya sudah lama telinga Felix tidak mendengar kata pizza keluar dari mulut Veronica. Percintaan mereka kemarin hanya luahan rasa rindu dan mereka bermain gedubrakan. "Aku sedang lapar berat, berikan aku makan pizza." Dengan satu tangan memegang pinggang Veronica, tangan Felix yang lain melepaskan kancing piyama istrinya itu dan jemari Veronica sudah mulai terlatih tidak lagi gemetar mengurai pakaian
Felix membaringkan tubuh Veronica dengan hati-hati di atas ranjang, lalu ia pun turut berbaring menyamping, menumpukan lengan menyangga kepala menghadap istrinya itu. Setelah pembicaraan di sofa tadi, Veronica digendong Felix ke atas ranjang dan sekarang mereka saling berdiam diri tanpa ada kata yang terucap. Hanya mata Felix yang tersenyum lembut memandangi wajah Veronica juga menggerakkan ujung jemari telunjuknya membelai bibir dan leher Veronica. "Bicaralah, kenapa kau diam?" Veronica sedikit merasa canggung diperhatikan dan sedikit aneh karena biasanya Felix akan membabi buta mencumbunya jika ia sudah memberikan 'lampu hijau'. Atau apakah Felix benar-benar memiliki wanita lain di luar? Pikiran Veronica menjadi lebih liar, membayangkan punggung suaminya bergerak di atas tubuh wanita lain. Dengan cepat Veronica menggelengkan kepalanya, lalu menoleh pada Felix. "Apa yang kau pikirkan? Kenapa menggeleng?" Felix mendekatkan wajahnya ke samping pelipis dan berbisik di daun telinga
Melihat Zeze membawa Freyaa di punggungnya, turun ke ruang tengah keluarga, semuanya langsung bernapas lega. Felix langsung menghampiri Zeze, meraih Freyaa yang tertawa ceria di punggung keponakannya itu, lalu menatap Zeze, "Kau baik-baik aja?"Zeze mengangguk cepat, "Uhm, aku baik-baik aja. Maaf, tadi perutku mulas jadi langsung pergi ke kamar."Felix tersenyum tipis, membelai pipi Zeze yang kemerahan ranum sehabis berendam, "Kau bohong pun, paman akan tetap percaya. Yang penting kau baik-baik aja, itu sudah cukup." Zeze berusaha menahan dirinya untuk tidak gugup, memindai sekelilingnya, memandang Zetha yang mengunci tatapan padanya, tetapi sebelum Zeze meghampiri Mumma cantknya, Luca sudah melangkah lebar langsung memeluknya. "Kemana kau pergi? Apakah kau sudah mengucapkan kata perpisahan dengan Knox?" bisik Luca sangat pelan di telinga Zeze yang ia dekap erat, tak bisa melepaskan diri. "Uhm. Aku bertemu dengannya di depan tadi." Zeze tahu tidak ada gunanya berbohong pada pamanny