Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
Felix menyadari jika 'cakar' Mussolini cukup tajam mencengkeram di Amalfi. Keluarga Mussolini bahkan lebih dihormati dari pemimpin Amalfi yang sebenarnya, dimana Mussolini hanyalah seorang wakil pemimpin. Keluarga Mussolini sudah dianggap kaya raya sejak turun temurun, memiliki bisnis infotainment dan surat kabar terbesar yang bisa mengendalikan pemberitaan di Amalfi juga daerah sekitarnya. Tidak ada yang menduga jika Mussolini melakukan cara licik untuk memeras perusahaan-perusahaan kecil yang memiliki progres bagus agar ia dan keluarganya tetap menjadi manusia terkaya di Amalfi Coast. Karena itu pula, nama Mussolini hanya ada sebagai penanggung jawab di belakang layar untuk berbagai jenis serta sektor perusahaan-perusahaan yang tentu saja ia meraup keuntungan besar dari tindakannya tersebut. "Bagaimana dengan restoran The Grill?" Felix mendapatkan laporan dari anak buahnya jika restoran milik Veronica sedang kewalahan mencocokkan harga jual untuk semua menu karena bahan baku ma
Alfred Mussolini menatap penuh harap pada Felix yang menyunggingkan senyuman tipis di wajah tampannya, tetapi tatapan mata pria Salvatore itu terlihat sangat dingin. "Bagaimana, Mister Salvatore?" tanya Alfred cukup berani dengan tawaran kerjasama bagi hasil 50:50 dengan Felix. Bisa bekerjasama dengan keluarga Salvatore adalah impian Alfred juga banyak pengusaha di dunia. Karena memang tidak sembarang orang bisa berhubungan langsung apalagi bekerjasama dalam bisnis dengan keluarga mafia Salvatore yang selain terkenal kaya raya juga bisnis mereka sangat solid berkembang terus. Felix menaikkan satu tungkai menumpuk pahanya yang lain, menyandarkan punggung santai ke sandaran sofa, seolah ruangan kerja tersebut adalah miliknya pribadi. "Tujuan saya datang kemari bukan berniat ingin melakukan kerjasama." Felix menjawab datar pertanyaan Alfred, sembari memandang lurus ke netra pria tua di depannya itu. "Saya sudah menyelidiki jika ada nama Alfred Mussolini di belakang semua bisnis-bisni
"Dasar Jalang! Kenapa kau begitu lemah, huh?!" Arkada memaki wanita yang baru saja ia masuki, tetapi sudah berdenyut mencapai pelepasannya. "M-maafkan saya, Tuan Muda. Milik Anda terlalu besar dan nikmat ...saya, tidak kuat ...ahh!" sang wanita memberikan alasan dengan wajah bersemu merah, namun sedetik kemudian tubuhnya disentak kasar oleh Arkada. "Hoh, baiklah kalau begitu! Aku akan menyiksamu dan jangan coba-coba menyerah sebelum aku puas!" Arkada menghentak mengeluar-masukkan batang jantannya dengan sangat kasar ke tubuh wanita yang menjerit pilu antara perih dan nikmat di bawah tubuhnya. "Ah ...ah ...ah ...Tuan Muda!" sang wanita kembali hendak mencapai pelepasan. Arkada buru-buru mencabut organ jantannya, berpindah ke mulut atas sang wanita yang dia sodok geram tanpa peduli jika sang wanita sangat kewalahan karena tersedak. Tok ...tok ...tok!!Terdengar suara ketukan pada pintu hotel tempat Arkada sedang memuaskan hasrat primitifnya. Berkali-kali suara ketukan pada daun pi
Veronica dan Selena turun tergesa dari lantai dua restoran, tempat ruangan kerja Veronica berada. "Halo, Nyonya Veronica ..." Hvitserk langsung berdiri, memindai dua orang wanita yang berdiri di hadapannya dengan senyuman tipis. "Saya Veronica." Veronica mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Hvitserk, diikuti Selena setelahnya yang memasang senyuman misterius melirik suaminya, Keanu. "Boleh saya meminta waktu Nyonya Veronica beberapa menit? Saya ingin ..." Hvitserk berkata dan bertanya hati-hati dimana matanya tidak lepas dari memperhatikan perubahan raut wajah Veronica yang sebelumnya terlihat terkejut melihatnya. "Oh, tentu. Mari, silakan duduk."Veronica membawa Hvitserk untuk duduk pada salah satu kursi yang terdapat di bagian pojok restoran dan ia mengambil posisi di depan pria itu. "Perkenalkan saya Hvitserk. Kedatangan saya kemari, ingin menawarkan kerjasama berkelanjutan dengan Nyonya ..." "Panggil saya Veronica aja." potong Veronica cepat. "Kerjasama dibidang apa
"Selena, sepertinya malam ini kita perlu menyetok susu domba segar lebih banyak ..." "Uhm, nanti pulang biar aku dan Keanu yang pergi membelinya." Selena menyahut spontan perkataan Veronica, tapi sedetik kemudian, gadis muda itu menatap saudarinya dengan tatapan tajam. "Apa kakak ikut saja pergi bersama kami? Ada security yang akan menjaga motor kakak." Veronica tersenyum menggelengkan kepalanya, "Ada yang perlu kakak beli di supermarket nanti. Jangan kuatir." sahut Veronica sambil bangkit berdiri dari duduknya untuk pergi memeriksa keadaan dapur restoran bersama Selena. "Tidak, biar Keanu saja yang pergi membeli susu domba segar. Aku akan pulang bersama kakak!" Veronica mencubit gemas pipi Selena yang langsung mengaduh manja. "Tidak perlu takut ataupun kuatir akan apapun. Karena ketakutan serta kekuatiran dalam pikiran bisa menjadi kenyataan di kehidupan." bisik Veronica lembut seraya membelai pipi Selena yang sebelumnya ia cubit. "Pergilah temani suamimu membeli susu domba, kal
Felix menghentikan laju mobilnya tepat di depan pintu gerbang tinggi yang otomatis terbuka perlahan untuk mobilnya bisa masuk ke dalam kediaman. Sembari menunggu pagar terbuka sempurna, Felix kembali menoleh memandang Veronica di sebelahnya yang masih belum menjawab pertanyaannya. "Apa yang kau pikirkan? Apakah kau bersedia menjadi istriku, Veronica ...Reager ...!" Felix mengucapkan nama belakang Veronica di sela-sela gigi, meredam emosi yang bergejolak dalam rongga dadanya ketika menyebut nama 'Reager'. "Kenapa harus aku?" Veronica memberanikan diri menatap lekat kedua mata Felix yang mengunci pandangan padanya. Sinar lampu pada pagar kediaman yang sedang membuka otomatis perlahan, menyinari mereka di dalam mobil. "Anda kaya dan sepertinya pria berpengaruh. Anda bisa mendapatkan wanita lain yang kelas kekayaannya setara dengan Anda. Kenapa harus aku?" lanjut Veronica bertanya dengan sorot mata tegas menunggu jawaban Felix. "Karena kau cocok dengan kategori wanita untuk menjadi i
Veronica menggigit pelan bagian dalam bibir bawahnya, Sikap Felix yang tiba-tiba lembut padanya saat ini, membuat hatinya menghangat dengan perasaan tak menentu.Padahal sebelumnya Felix terlihat dingin juga ketus, bahkan menuduhnya sebagai orang yang mencari masalah. Belum sempat Veronica menggerakkan bibir untuk menjawab tawaran pernikahan kontrak dari Felix, suara ketukan pada daun pintu ruangan kerja terdengar cukup nyaring dan mengejutkan mereka berdua. "Paman Felix ..."Seorang anak perempuan seperti usia enam tahun berlari tergesa begitu pintu terbuka dari luar. "Paman ..." panggil sang anak perempuan kembali seraya merentangkan kedua lengannya lebar-lebar, menginginkan pelukan, tetap berlari dengan tubuh montok berisinya bergoyang oleng ke kiri dan kanan. Veronica melihat ada gadis muda mengikuti masuk tidak jauh di belakang anak kecil yang sudah tertawa cengengesan dalam pelukan besar Felix, menahan dengan satu lengan dan lengan yang lain merengkuh pundak sang gadis muda.
Diantara semua anak keturunan Salvatore, Effren adalah yang paling lemah dalam ilmu beladiri. Meskipun begitu, Effren sangat mahir menembak tepat sasaran, bahkan sambil menutup mata. Satu-satunya keahlian Marcella yang berhasil Effren menyamai.Felix masih meneliti penampilan pemimpin kelompok preman yang mengaku tunduk pada Zeze, keponakannya, hal itu mengingatkan Felix pada beberapa penculikan Veronica. Tetapi belum sempat Felix bertanya, telinganya mendengar detak-detak suara bom. "Hei ...!" Felix belum tahu nama Owen, ia berteriak sebelum melompat melewati meja persegi panjang di depannya menuju ke arah Effren, "Ada Bom! Cepat bawa anak buahmu menjauh, pria tua itu milik kami!" Sudut bibir Alfred yang kesulitan menarik pergelangan tangannya dari bawah telapak sepatu Owen, menyeringaikan senyuman tipis mendengarkan perkataan Felix.Alfred memang memerintahkan anak buahnya memasang bom dalam restoran, namun hanya ada bom asap untuk dalam ruangan private tempat pertemuannya dengan
Felix dan Effren memindai sekeliling dalam ruangan restoran sedang ramai pengunjung, namun rata-rata mereka adalah pria yang terlihat seperti terlibat obrolan serius, sesekali terdengar tawa terbahak dari arah meja lain. "Sepertinya akan semakin seru, hem?" bisik Effren dekat telinga Felix sambil mereka berjalan mengikuti pelayan yang mengantarkan sampai ke depan ruangan pribadi tempat Alfred Mussolini menunggu. "Jangan terlalu bersemangat, nanti kau encok! Ingat umurmu sudah tidak muda, meskipun kau masih terlihat hot ...menurutmu!" akhirnya Felix mendapatkan kesempatan untuk balas menggoda Effren yang menoleh dengan kelopak mata menyipit. "Terima kasih sudah datang, Mister Salvatore." Alfred langsung berdiri menyambut kedatangan Felix dan Effren. "Effren Salvatore dan saya anak tertua di keluarga Salvatore." Effren kembali memperkenalkan dirinya pada Alfred sambil tersenyum tipis dipaksakan. Sungguh, Effren sudah sangat tidak sabar ingin menelanjangi Alfred yang tubuhnya banyak
Menjelang sore di Amalfi, matahari bersinar lebih cerah dan salju berhenti turun. Effren berlari marathon bolak-balik di pantai pribadi kediaman Felix setelah pria itu berkata harus bersiap pada Felix atas undangan 'makan malam' Alfred, satu jam lalu. Felix sudah mwnyampaikan perintah pada anak buahnya yang disambut semangat antusias mereka semua. Kini pria matang bertubuh atletis sangat maskulin tersebut sedang asyik main seluncuran dari kolam renangnya ke pantai yang entah sudah berapa kali ia lakukan sebelum digoda oleh Effren. "Apakah Veronica senang berseluncur?" Felix yang baru menjejakkan kakinya di pasir, masih duduk pada atas seluncuran, menoleh pada Effren yang tubuh bagian atasnya tidak mengenakan baju telah bermandikan keringat. "Tua bangka pamer!" Effren terkekeh rendah, "Akui saja jika aku lebih tampan darimu!" sahutnya berjalan mendekat ke depan Felix yang masih duduk di atas seluncuran, mendengkuskan napas menanggapi. "Biarpun aku sudah tua, aku masih hot! Tidak
"Jangan coba-coba berkhianat lagi! Kali ini bos tidak akan memberikan ampun jika kalian tak patuh pada perintah!" Ivar berkata tegas dengan sorot mata mengancam pada Owen yang ia datangi ke markas kelompok preman itu. Owen menggedikkan sebelah bahunya, memandang ke arah rekan-rekannya yang berdiri tidak jauh darinya, "Kalian mau olahraga malam ini?" Salah satu anak buah Owen menggoyangkan dagu maju mundur, "Tergantung bayarannya, Bos!" "Bayaran beserta bonus akan diberikan setelah kalian menghabisi target!" Ivar menjawab dingin perkataan anak buah Owen. "Kami hanya menghabisi target dan tidak perlu memberikan perlindungan pada kalian?" Owen memastikan tugasnya mengunci tatapan dengan Ivar. "Jangan pandang remeh target kali ini. Kalian tidak bisa bermain-main, lakukan cepat begitu mendengar suara lonceng di menara!" Owen tertawa terbahak hingga tubuh besarnya berguncang, lalu mengusap mulutnya dengan sebelah tangan, memandang lekat ke netra Ivar yang tetap dingin. "Anda tidak me
Luca dan Luciano berdiri tegak depan jendela lantai dua kediaman, memperhatikan Zeze memberikan pelajaran pada Arkada. Kedua mata pria itu berkilat takjub melihat perkembangan beladiri dan seni pedang Zeze yang tak melukai Arkada seinchi pun. "Dia berkembang sangat pesat." ucap Luca yang matanya tidak berkedip melihat gerakan Zeze sangat gesit. Luciano mengangguk, "Ya, kemampuannya berkembang sangat cepat. Tapi itu juga membuat peluang bagi racun dalam tubuhnya semakin kuat untuk mengambil alih merusak organ-organ tubuhnya." sahut Luciano lirih. "Michele, Veronica dan Bonnie pasti bisa menemukan penawarnya." Luca menoleh memandang Luciano yang juga menatapnya, "Usai musim dingin ini, aku akan pergi sendiri mencari obat penawarnya di seluruh dunia, di manapun." tekad Luca demi cintanya pada Zeze. "Jangan paksa istrimu bekerja keras. Ingat, Michele dan Veronica sedang hamil dan juga Bonnie masih sering kau suruh Zeze menghisap darahnya." "Ku harap dia kuat bertahan melewati musim di
Freyaa berlari membawa ikat pinggang spesial Zeze, memberikannya dengan bibir tertawa cengengesan. Gadis kecil Salvatore itu adalah penggemar sejatinya Zeze dan selalu suka melihat saudarinya membunuh atau menganiaya orang lain.“Sim-sim, menjauh darinya!” Freyaa berteriak pada anak ularnya yang sedang menjulurkan lidah ke depan wajah Arkada.Arkada memalingkan kepala ke samping, seluruh rambut pada tubuhnya berdiri merinding merasakan ujung lidah anak ular menyentuh kulit wajahnya.“Apa kau bersenang-senang?” Luca menggamit pinggang Freyaa untuk ia gendong tinggi pada samping tubuhnya.“Eyaa mau di sini,” Freyaa berkata karena ia tidak ingin melewatkan pertunjukan Zeze pada Arkada, “Paman Luca kalah lagi dari Zee?” lanjutnya menggoda Luca yang semua orang tahu sangat tidak suka dikalahkan.Kecuali oleh Zeze.Luca menoel puncak hidung Freyaa, “Paman yang mengalah agar saudarimu semakin bersemangat, hem?”Freyaa tergelak ceria, menganggukkan kepala seakan setuju. Namun sebenarnya gadis
Alfred mengamuk membanting semua barang di atas meja kerjanya, ketika mendengar laporan dari Ivar yang menyebutkan dinding ruangan pribadi wanita germo di bobol dan brangkas hilang. Sedangkan wanita germo tergeletak tewas di atas lantai dengan tubuh bagian bawah polos tanpa pakaian. "Brengsek, kenapa kau kirimkan photo wanita itu padaku?" Alfred memaki dalam sambungan telpon, melihat layar ponselnya menampilkan gambar serta video dalam ruangan termasuk sang wanita germo. "Maaf Bos, wanita itu digunakan sebelum dibunuh. Dia mengenal perampok, jadi ini bukan pemerkosaan dan bisa jadi ia bekerjasama dengan perampok lalu dibunuh karena kebodohannya." Ivar menjawab menyuarakan pendapatnya. "Seret Edward Suter ke hadapanku sekarang!" "Ini dilakukan oleh Edward Suter? Bukankah dia sudah kembali ke Kamboja?" Ivar terkejut karena Bobby pamit pulang ke kamboja.Alfred mendengkus marah, "Bajingan itu tak ada di kamboja. Cepat cari keberadaannya, seret dia ke hadapanku sebelum matahari terbit!
Suara musik DJ yang menghentak, sama sekali tidak ada yang curiga jika dinding ruangan pribadi wanita germo sedang didobrak menggunakan linggis dan palu oleh anak buah Felix dari luar. "Kalian perampok!" wanita germo yang pergelangan tangannya diinjak oleh Effren, hanya bisa bergerak telentang itu, memaki. Mata jeli Effren melihat sebuah benda di atas meja, benda yang sudah sangat ia tahu fungsi kegunaannya. "Ya, kami memang perampok. Hubungi majikanmu, katakan padanya jika kau sedang dirampok!" Effren berjongkok mencekal dagu sang wanita untuk ia bawa berdiri tegak. Tangan Effren meraih benda di atas meja, "Masukkan ini ke sela pahamu, lalu hubungi Alfred!" Effren memberikan benda milik wanita germo, menatap tajam sang wanita yang tak bisa menolak, akhirnya meraih benda dari tangan Effren untuk ia selipkan ke sela pahanya. "Jangan coba-coba kau keluarkan, atau satu biji matamu juga turut meloncat keluar!" Sudut bibir Effren menyeringai sinis melihat anggukan sang wanita
Musik menghentak hingar bingar sangat riuh dari tengah ruangan pesta diskotik yang seperti menjalar ke setiap dinding menjadi bergetar mengikuti sorak sorai manusia berpesta. Pesta dewasa yang sebenarnya, dimana wanita melakukan adegan dewasa antar sesama dipertontonkan diatas panggung dan pria yang berhasil menarik perhatian sang wanita akan mendapatkan satu jam bersama gadis primadona yang tak lain adalah Magdalena. Magdalena memang cantik, menawan dan senyum palsunya berhasil memikat banyak kalangan pria berpengaruh yang sekaligus menjadikannya primadona bukan hanya di diskotik tapi di seluruh jajaran bisnis entertainment Mussolini. "Mungkin itu gadis selingkuhanmu, Erika."Effren menoleh ke belakang memperhatikan kehebohan dari lorong depan pintu ruangan wanita germo, melihat keriuhan para pengunjung diskotik, terlihat seorang gadis sedang beratraksi melakukan akrobat tali, menggunakan gaun indah dikelilingi para wanita mempertontonkan kemesraan antar sesama mereka. Felix melir