Apakah jawaban yang akan diberikan oleh Veronica untuk Felix? Jangan lupa komen dan vote ya, agar cerita kesayangan kalian ini bisa semakin naik di pencarian :D Terima kasih & I love you all!
Veronica menggigit pelan bagian dalam bibir bawahnya, Sikap Felix yang tiba-tiba lembut padanya saat ini, membuat hatinya menghangat dengan perasaan tak menentu.Padahal sebelumnya Felix terlihat dingin juga ketus, bahkan menuduhnya sebagai orang yang mencari masalah. Belum sempat Veronica menggerakkan bibir untuk menjawab tawaran pernikahan kontrak dari Felix, suara ketukan pada daun pintu ruangan kerja terdengar cukup nyaring dan mengejutkan mereka berdua. "Paman Felix ..."Seorang anak perempuan seperti usia enam tahun berlari tergesa begitu pintu terbuka dari luar. "Paman ..." panggil sang anak perempuan kembali seraya merentangkan kedua lengannya lebar-lebar, menginginkan pelukan, tetap berlari dengan tubuh montok berisinya bergoyang oleng ke kiri dan kanan. Veronica melihat ada gadis muda mengikuti masuk tidak jauh di belakang anak kecil yang sudah tertawa cengengesan dalam pelukan besar Felix, menahan dengan satu lengan dan lengan yang lain merengkuh pundak sang gadis muda.
Felix baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah tinggal Veronica. Setelah mengucapkan doa bersama akan harapan di malam pergantian usia Susie, Veronica segera minta ijin pulang diantarkan Felix. "Kau belum memberikanku jawaban," Felix memegangi lengan Veronica yang hendak turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih padanya. Veronica menahan dirinya, menoleh pada Felix sekilas, menutup pintu mobil kembali yang sebelumnya sudah terbuka, lalu memandang jauh ke arah jalanan di depan mereka berdua, "Aku tidak memiliki jawaban selain ...maaf, aku menolak tawaran Anda, Tuan Salvatore." "Kenapa?"Felix semakin mengencangkan jemarinya mencekal lengan Veronica. "Apakah keuntungan yang akan kuberikan padamu masih kurang? Aku bisa membelikanmu rumah tinggal yang jauh lebih mewah dan layak untuk keluargamu, aku juga akan membantu mengembangkan restoranmu tersebar di beberapa kota besar dunia dan aku ..." Veronica melirik ke arah tangan Felix yang mencengkeram lengannya, sehingga Fel
Felix terus menahan telapak tangan lembut yang membelai wajahnya, Felix beringsut hendak menyusupkan wajah yang ia berpikir itu adalah Marcella, Mommynya. Tapi, suara rengekan manja memaksa Felix membuka kelopak matanya terkejut. "Eyaa tidak bisa napas, Paman!" Freyaa berusaha mendorong tubuh besar Felix, "Jangan tumpuk Eyaa ..." sambungnya terengah dengan suara yang sangat manja disertai tawa begitu Felix sudah memeluknya dengan sangat nyaman. "Kenapa kamu di sini?" tanya Felix sambil mencium aroma wangi keponakannya tersebut dalam pelukan. "Eyaa penasaran. Eyaa pikir Paman tidur bersama Veronica. Tapi ...tadi wajah Paman Felix terlihat marah, apa Paman bermimpi?" Freyaa meraba rahang Felix kembali dengan tangan mungil nan lembutnya,"Paman Eyaa sangat tampan!" pujinya polos dengan kedua mata birunya terbuka cemerlang memandang Felix dengan jarak yang sangat dekat. "Ambu bisa mengadu pada Mumma kalian dan paman akan berakhir di atas meja operasi untuk di congkel organ tubuh paman
Felix baru saja selesai memandikan Freyaa dengan air bersih di bilik shower samping area kolam renang, ketika ponsel pintarnya mendapatkan notifikasi, 'Mussolini datang ke The Grill'. Notifikasi yang akan segera hilang tak berbekas begitu Felix sudah membacanya. "Paman mau pergi? Apakah kencan dengan Veronica?" Freyaa dalam gendongan Felix bertanya, menatap lekat ke wajah paman tampannya yang telah menggendongnya keluar untuk dibawa naik ke lorong kamar dari area kolam renang. "Tidak. Paman ingin berkencan denganmu, mau?"Freyaa langsung memajukan bibirnya untuk memberikan ciuman ke rahang Felix yang berbulu maskulin, "Mau!" sahutnya ceria. "Ingat janjimu untuk merahasiakan ini dari semua orang, oke?" Freyaa menganggukkan kepalanya berkali-kali, menjawab,"Oke!" Felix bertemu Zetha di lorong kamar, memberikan Freyaa ke saudarinya itu yang segera membawa putrinya ke kamar untuk berpakaian, namun telinga Felix masih bisa mendengar perkataan keponakannya, "Mumma, Eyaa mau pergi berken
"Dimana kau sembunyikan putraku?"Veronica berbalik, berdiri pada samping meja tamu regulernya yang ia berikan anggukan dan senyuman tipis sebelum bertanya balik pada pria yang kini berada di hadapannya. "Silakan duduk, Mister Mussolini. Selamat datang." ucap Veronica sopan dengan senyuman profesional yang tidak terlalu ramah juga bukan senyuman sinis. "Saya tidak datang untuk makan, tapi bertanya padamu, dimana kau sembunyikan putraku, Arkada?!" Mussolini menegaskan tujuannya datang, menatap tajam dan lurus pada Veronica yang mengangguk perlahan. "Mari, silakan duduk dulu." ajak Veronica sudah membukakan salah satu kursi untuk Mussolini duduki, memilih meja yang sedikit jauh dari para tamu regulernya duduk di area sofa. Begitu Mussolini duduk, Veronica juga menghenyakkan tubuhnya pada kursi di seberang pria tua bertubuh besar juga terkenal sangat berkuasa seantero Amalfi. "Saya tidak mengerti pertanyaan Anda, Mister Mussolini. Saya tidak mengenal Arkada, putra Anda ..." "Omong
Felix tiba di kediamannya sebelum semua orang berkumpul untuk makan siang bersama. "Hei, kemarilah ...kau terlihat sangat cantik memakai gaun." Felix mengulurkan tangannya ke arah Freyaa yang digendong oleh Luciano menuju ruangan makan. Freyaa segera melingkarkan kedua lengannya ke leher Didinya, memalingkan wajah menolak memandang juga tidak menanggapi perkataan Felix. "Ada apa?" Felix bertanya pada Luciano yang menggedikkan sebelah bahu dan gelengan kepala tidak tahu jika Freyaa sedang marah pada Felix. "Didi, aku tidak jadi lapar. Aku mau ke kamar aja." Freyaa bergerak hendak turun dari gendongan Luciano yang membuat Didi dan paman tampannya refleks menaikkan alis berjengit terkejut. Orang yang paling memahami emosi Freyaa adalah Zeze, yang sudah seperti baby sitternya sejak bayi. "Paman membeli bumbu barbeque enak untukmu, kau pasti suka." Felix berkata yang sebenarnya ia tidak tahu bagaimana membujuk Freyaa yang sedang merajuk. Freyaa menyusupkan wajahnya ke dalam dada Luci
"Eyaa akan pinta Simon carikan satu lagi ulat bulu untukmu dan kirimkan ke Dubai." tutur Freyaa sangat menyakinkan dengan kelopak mata birunya terbuka lebar membujuk Rayya yang menginginkan Luca membelikannya ulat bulu. Semua orang dewasa yang mendengar perkataan ulat bulu akan di kirim ke Dubai, menggigit bibir menahan tawa. Termasuk Susie yang berdehem berkali-kali agar ia tidak ketahuan hendak tertawa besar. "Kau akan meminta Simon mengirimkan ulat bulu ke Dubai pakai apa, Young Lady?" tanya Susie berusaha menahan nada bicaranya yang benar-benar merasa sangat lucu karena wajah Freyaa terlihat serius mengatakan akan mengirimkan ulat bulu untuk Rayya. "Pakai jet." sahut Freyaa sekaligus memberitahu Rayya yang turut menganggukkan kepala setuju di layar monitor ponsel. "Young Lady ..." Felix muncul dari arah belakang Freyaa dan Susie, otomatis masuk ke dalam frame videocall. "Kita memiliki janji kencan," tambah Felix, tidak menyadari kehebohan keponakan, adik-adik dan Papanya Jonat
"Hallo ..."Felix menyapa Selena yang kebetulan baru saja mengantarkan pesanan minuman dari bartender ke meja pelanggan, menyambut kedatangan Felix yang menggendong Freyaa diiringi oleh Simon dan Zeze di belakangnya. "Anda ..." Selena tertegun sesaat, memandang Felix yang terlihat seperti pria culun malam itu, namun ...orang yang ada di depannya saat ini sungguh sangat jauh berbeda. "Apakah ada ruangan private untuk kami?" Felix bertanya cepat untuk mengacaukan fokus Selena yang seolah sedang mengingat-ingat dirinya. Selena buru-buru mengangguk, "Tentu. Mari, ikuti saya." Selena melirik pada Keanu sejenak sebelum membawa Felix, Freyaa, Simon dan Zeze ke lantai dua yang terdapat ruangan private. Biasanya hanya tamu reguler yang ada acara pestra pribadi menggunakan ruangan private di The Grill tersebut, karena pelayanannya berbeda juga ada biaya sewa untuk ruangannya yang memiliki balkon dengan pemandangan laut. "Di sini lebih homey!" cetus Zeze begitu mereka memasuki ruangan privat
"Kau menyakiti perasaannya." Markus mendesah memandang Luca yang menyapu kasar wajahnya dengan telapak tangan."Harusnya jika kau cemburu atau tidak suka, ajak dia bicara baik-baik. Bukan langsung menolak seperti tadi." tambah Markus menasehati Luca."Kau tdak tau apa-apa, Markus!" Luca sudah berdiri, menumpukan kedua telapak tangannya ke atas meja dan memajukan wajah ke depan Markus, "Pria itu, Pierre Bastien ...dia adalah pria yang rumit! Menurutmu kenapa pria dewasa seperti dia belum menikah?"Markus menggedikkan kedua bahunya cuek, "Aku juga masih sendiri belum menikah sewaktu seusia dia ...""Ya, itu karena kau hanya ingin bersenang-senang dengan banyak wanita. Pria itu juga sama! Aku mengenalnya dan sangat mengenalnya dengan baik!" potong Luca cepat.Markus menggosok ujung hidungnya dan tersenyum masam mendengar perkataan Luca. Tidak banyak yang tahu kenapa Markus menolak menikah dan bahkan ia pernah menjalin hubungan
Luca bergegas mengemudikan mobil pergi ke penginapan Anne setelah diberitahu oleh Markus jika Zeze baru saja mencium pria.Jantung Luca berdegup kencang dan tentu saja ia sangat kuatir jika pria yang dicium Zeze bisa tewas jika tidak segera diberikan pertolongan. Freyaa tak akan berbaik hati begitu ringan membantu, kecuali orang-orang yang ia kenal dekat."Zee ..." Luca langsung datang ke ruangan makan di penginapan Anne, napasnya memburu dan sorot matanya terlihat sangat kuatir.Zeze terkejut, spontan berdiri dari duduknya begitu melihat kedatangan Luca, "Ada apa? Paman terburu-buru, apakah terjadi sesuatu?"Luca menempelkan telapak tangannya yang dingin ke pipi Zeze, merengkuh pundak keponakannya itu erat-erat, "Jangan kuatirkan apapun. Semuanya akan baik-baik aja." bisiknya sangat pelan.Mendengar perkataan Luca, Zeze langsung merenggangkan pelukan pamannya tersebut, "Apanya yang kuatir dan baik-baik saja?"
Malam benar-benar telah turun gelap ketika Zeze dan Pierre tiba di penginapan.Zeze langsung menuju kamar yang biasa ia tempati jika berkunjung ke penginapan Anne ini, tak pernah disewakan pada orang lain selama gadis itu mengkonfirmasi kedatangannya. Apalagi tadi pelayan penginapan sudah melihat kedatangan juga menyimpan kunci mobilnya."Freyaa ...!!"Zeze melihat ke bawah kolong ranjang dipan, membuka lemari baju, mencari ke kamar mandi dan semua sudut ruangan kamar. Namun adik perempuannya tidak ditemukan."Hai ..."Pierre mendatangi Zeze ke ke depan pintu kamarnya, memberikan kode dengan jemari menunjuk ke arah salah satu ruangan yang pintunya terbuka, kamarnya bersama Richie, masih satu lantai dengan kamar Zeze dan Freyaa.Gegas Zeze berlari keluar lalu memasuki kamar yang pintunya terbuka tersebut diikuti oleh Pierre di belakang, tetapi ...Syuuuttt ...swinggg ...!!Beberapa jarum terbang dar
Berkat panduan dan arahan dari Markus, Zeze bersama pasukan ninja berhasil mencapai puncak gunung salju jauh lebih cepat.Bagian atas gunung terdapat permukaan landai di bagian tengah, namun banyak lubang-lubang yang tertutup salju dan jika terinjak bisa menjadi jebakan. Sedangkan di bagian lainnya ada kawah yang tertutup asap dan uap putih."Jangan ke sana, tak ada teratai salju di sebelah sana." Markus menarik lengan Zeze yang menuju ke area kawah.Markus sangat mengenal gunung ini. Ia sudah berulang kali naik di musim panas hanya untuk menenangkan pikirannya dari hiruk pikuk suara manusia.Anne dan Marcio serta orang-orang terdekat mereka, biasanya tidak akan ikut campur dalam urusan pribadi Markus. Mereka hanya diam-diam mengirim orang untuk melindungi pria yang disayangi Anne sebagai saudara laki-lakinya itu."Paman mendapatkan teratai salju kemarin di sebelah mana?" Zeze bertanya sembari berjalan cepat dan Markus
Zeze memilih meja dekat jendela, duduk bersama Freyaa di restoran perancis, Andorra. "Pesanlah makanan dan minuman yang kau suka pada pelayan, aku ke kamar kecil dulu." bisik Zeze ke depan wajah Freyaa yang mengangguk mengerti. Andorra adalah negara kecil dan ini adalah daerah 'kekuasaan' Anne-Marcio, sehingga Zeze selalu merasa aman jika datang ke Andorra dan tidak kuatir meninggalkan Freyaa duduk sendiri sementara ia pergi ke kamar kecil. Begitu juga dengan Freyaa, Andorra adalah negara favorite-nya karena ia bisa bermain puas bahkan seorang diri tanpa takut diculik atau hilang tersesat. Hampir semua penduduk Andorra mengenal Anne Mary dan keluarganya, pun Marcio banyak melakukan dukungan ekonomi untuk penduduk Andorra. Freyaa memesan makanan dan minuman pada pelayan, sementara Zeze memuntahkan cairan berwarna hijau keluar dari tenggorokannya. "Ada apa ini?" gumam Zeze seraya memegangi perutnya yang terasa melilit sakit. Zeze menumpukan kedua telapak tangannya pada tepian
Rombongan keluarga Zetha dan Zeze tiba di Girona-Costa Brava, Spanyol dengan suasana riang gembira.Marcio Lamparska, sahabat Michael Salvatore semasa hidup juga selaku pemimpin kelompok mafia Spanyol yang membaiat organisasi Salvatore, sudah mengatur orang-orangnya menyediakan beberapa mobil sport serta mobil keluarga seperti MVP dan beberapa sedan menyambut kedatangan Zetha sekeluarga besar berikut para pelayan dan pengawal untuk membawa mereka pergi ke Andorra. Beberapa jam sebelum pesawat jet yang membawa rombongan Zetha dan Zeze sekeluarga tiba d Girona, terjadi ledakan besar di pangkalan militer Alaska juga kediaman Mister Goval di negara bagian utara Palestine. Tidak ada yang tahu penyebab ledakan dan para pengamat politik serta pejabat terkait hanya bisa menduga-duga serangan tersebut dilakukan oleh kelompok teroris, membuat mereka semua ketar-ketir tidak bisa beristirahat dengan tenang serta melakukan meeting demi meeting untuk membahas apa yang mereka sebut perdamaian dunia
Setelah mendengar perkataan Felix, Veronica menggelayutkan lengannya memeluk pundak suami tampan yang telah berkata jujur terus terang padanya itu, "Apakah kau lapar dan ingin makan?" Netra Felix semakin melembut dan bibirnya tersenyum tipis, menganggukkan kepala dengan cepat, berkata pendek penuh keyakinan, "Ya." Veronica mengulum bibirnya sejenak, balas tersenyum, lalu mendorong punggung Felix rebah ke permukaan ranjang kemudian menaikinya dan duduk di atas perut liat suaminya itu. "Sosisku sepertinya sudah matang, apakah sudah bisa ku nikmati atau kau ingin langsung makan pizza?"Rasanya sudah lama telinga Felix tidak mendengar kata pizza keluar dari mulut Veronica. Percintaan mereka kemarin hanya luahan rasa rindu dan mereka bermain gedubrakan. "Aku sedang lapar berat, berikan aku makan pizza." Dengan satu tangan memegang pinggang Veronica, tangan Felix yang lain melepaskan kancing piyama istrinya itu dan jemari Veronica sudah mulai terlatih tidak lagi gemetar mengurai pakaian
Felix membaringkan tubuh Veronica dengan hati-hati di atas ranjang, lalu ia pun turut berbaring menyamping, menumpukan lengan menyangga kepala menghadap istrinya itu. Setelah pembicaraan di sofa tadi, Veronica digendong Felix ke atas ranjang dan sekarang mereka saling berdiam diri tanpa ada kata yang terucap. Hanya mata Felix yang tersenyum lembut memandangi wajah Veronica juga menggerakkan ujung jemari telunjuknya membelai bibir dan leher Veronica. "Bicaralah, kenapa kau diam?" Veronica sedikit merasa canggung diperhatikan dan sedikit aneh karena biasanya Felix akan membabi buta mencumbunya jika ia sudah memberikan 'lampu hijau'. Atau apakah Felix benar-benar memiliki wanita lain di luar? Pikiran Veronica menjadi lebih liar, membayangkan punggung suaminya bergerak di atas tubuh wanita lain. Dengan cepat Veronica menggelengkan kepalanya, lalu menoleh pada Felix. "Apa yang kau pikirkan? Kenapa menggeleng?" Felix mendekatkan wajahnya ke samping pelipis dan berbisik di daun telinga
Melihat Zeze membawa Freyaa di punggungnya, turun ke ruang tengah keluarga, semuanya langsung bernapas lega. Felix langsung menghampiri Zeze, meraih Freyaa yang tertawa ceria di punggung keponakannya itu, lalu menatap Zeze, "Kau baik-baik aja?"Zeze mengangguk cepat, "Uhm, aku baik-baik aja. Maaf, tadi perutku mulas jadi langsung pergi ke kamar."Felix tersenyum tipis, membelai pipi Zeze yang kemerahan ranum sehabis berendam, "Kau bohong pun, paman akan tetap percaya. Yang penting kau baik-baik aja, itu sudah cukup." Zeze berusaha menahan dirinya untuk tidak gugup, memindai sekelilingnya, memandang Zetha yang mengunci tatapan padanya, tetapi sebelum Zeze meghampiri Mumma cantknya, Luca sudah melangkah lebar langsung memeluknya. "Kemana kau pergi? Apakah kau sudah mengucapkan kata perpisahan dengan Knox?" bisik Luca sangat pelan di telinga Zeze yang ia dekap erat, tak bisa melepaskan diri. "Uhm. Aku bertemu dengannya di depan tadi." Zeze tahu tidak ada gunanya berbohong pada pamanny