Yuhuuu ...gimana? Masih seru tak? Jangan lupa komen dan vote ya. Terima kasih, i love you all!
Felix terus menahan telapak tangan lembut yang membelai wajahnya, Felix beringsut hendak menyusupkan wajah yang ia berpikir itu adalah Marcella, Mommynya. Tapi, suara rengekan manja memaksa Felix membuka kelopak matanya terkejut. "Eyaa tidak bisa napas, Paman!" Freyaa berusaha mendorong tubuh besar Felix, "Jangan tumpuk Eyaa ..." sambungnya terengah dengan suara yang sangat manja disertai tawa begitu Felix sudah memeluknya dengan sangat nyaman. "Kenapa kamu di sini?" tanya Felix sambil mencium aroma wangi keponakannya tersebut dalam pelukan. "Eyaa penasaran. Eyaa pikir Paman tidur bersama Veronica. Tapi ...tadi wajah Paman Felix terlihat marah, apa Paman bermimpi?" Freyaa meraba rahang Felix kembali dengan tangan mungil nan lembutnya,"Paman Eyaa sangat tampan!" pujinya polos dengan kedua mata birunya terbuka cemerlang memandang Felix dengan jarak yang sangat dekat. "Ambu bisa mengadu pada Mumma kalian dan paman akan berakhir di atas meja operasi untuk di congkel organ tubuh paman
Felix baru saja selesai memandikan Freyaa dengan air bersih di bilik shower samping area kolam renang, ketika ponsel pintarnya mendapatkan notifikasi, 'Mussolini datang ke The Grill'. Notifikasi yang akan segera hilang tak berbekas begitu Felix sudah membacanya. "Paman mau pergi? Apakah kencan dengan Veronica?" Freyaa dalam gendongan Felix bertanya, menatap lekat ke wajah paman tampannya yang telah menggendongnya keluar untuk dibawa naik ke lorong kamar dari area kolam renang. "Tidak. Paman ingin berkencan denganmu, mau?"Freyaa langsung memajukan bibirnya untuk memberikan ciuman ke rahang Felix yang berbulu maskulin, "Mau!" sahutnya ceria. "Ingat janjimu untuk merahasiakan ini dari semua orang, oke?" Freyaa menganggukkan kepalanya berkali-kali, menjawab,"Oke!" Felix bertemu Zetha di lorong kamar, memberikan Freyaa ke saudarinya itu yang segera membawa putrinya ke kamar untuk berpakaian, namun telinga Felix masih bisa mendengar perkataan keponakannya, "Mumma, Eyaa mau pergi berken
"Dimana kau sembunyikan putraku?"Veronica berbalik, berdiri pada samping meja tamu regulernya yang ia berikan anggukan dan senyuman tipis sebelum bertanya balik pada pria yang kini berada di hadapannya. "Silakan duduk, Mister Mussolini. Selamat datang." ucap Veronica sopan dengan senyuman profesional yang tidak terlalu ramah juga bukan senyuman sinis. "Saya tidak datang untuk makan, tapi bertanya padamu, dimana kau sembunyikan putraku, Arkada?!" Mussolini menegaskan tujuannya datang, menatap tajam dan lurus pada Veronica yang mengangguk perlahan. "Mari, silakan duduk dulu." ajak Veronica sudah membukakan salah satu kursi untuk Mussolini duduki, memilih meja yang sedikit jauh dari para tamu regulernya duduk di area sofa. Begitu Mussolini duduk, Veronica juga menghenyakkan tubuhnya pada kursi di seberang pria tua bertubuh besar juga terkenal sangat berkuasa seantero Amalfi. "Saya tidak mengerti pertanyaan Anda, Mister Mussolini. Saya tidak mengenal Arkada, putra Anda ..." "Omong
Felix tiba di kediamannya sebelum semua orang berkumpul untuk makan siang bersama. "Hei, kemarilah ...kau terlihat sangat cantik memakai gaun." Felix mengulurkan tangannya ke arah Freyaa yang digendong oleh Luciano menuju ruangan makan. Freyaa segera melingkarkan kedua lengannya ke leher Didinya, memalingkan wajah menolak memandang juga tidak menanggapi perkataan Felix. "Ada apa?" Felix bertanya pada Luciano yang menggedikkan sebelah bahu dan gelengan kepala tidak tahu jika Freyaa sedang marah pada Felix. "Didi, aku tidak jadi lapar. Aku mau ke kamar aja." Freyaa bergerak hendak turun dari gendongan Luciano yang membuat Didi dan paman tampannya refleks menaikkan alis berjengit terkejut. Orang yang paling memahami emosi Freyaa adalah Zeze, yang sudah seperti baby sitternya sejak bayi. "Paman membeli bumbu barbeque enak untukmu, kau pasti suka." Felix berkata yang sebenarnya ia tidak tahu bagaimana membujuk Freyaa yang sedang merajuk. Freyaa menyusupkan wajahnya ke dalam dada Luci
"Eyaa akan pinta Simon carikan satu lagi ulat bulu untukmu dan kirimkan ke Dubai." tutur Freyaa sangat menyakinkan dengan kelopak mata birunya terbuka lebar membujuk Rayya yang menginginkan Luca membelikannya ulat bulu. Semua orang dewasa yang mendengar perkataan ulat bulu akan di kirim ke Dubai, menggigit bibir menahan tawa. Termasuk Susie yang berdehem berkali-kali agar ia tidak ketahuan hendak tertawa besar. "Kau akan meminta Simon mengirimkan ulat bulu ke Dubai pakai apa, Young Lady?" tanya Susie berusaha menahan nada bicaranya yang benar-benar merasa sangat lucu karena wajah Freyaa terlihat serius mengatakan akan mengirimkan ulat bulu untuk Rayya. "Pakai jet." sahut Freyaa sekaligus memberitahu Rayya yang turut menganggukkan kepala setuju di layar monitor ponsel. "Young Lady ..." Felix muncul dari arah belakang Freyaa dan Susie, otomatis masuk ke dalam frame videocall. "Kita memiliki janji kencan," tambah Felix, tidak menyadari kehebohan keponakan, adik-adik dan Papanya Jonat
"Hallo ..."Felix menyapa Selena yang kebetulan baru saja mengantarkan pesanan minuman dari bartender ke meja pelanggan, menyambut kedatangan Felix yang menggendong Freyaa diiringi oleh Simon dan Zeze di belakangnya. "Anda ..." Selena tertegun sesaat, memandang Felix yang terlihat seperti pria culun malam itu, namun ...orang yang ada di depannya saat ini sungguh sangat jauh berbeda. "Apakah ada ruangan private untuk kami?" Felix bertanya cepat untuk mengacaukan fokus Selena yang seolah sedang mengingat-ingat dirinya. Selena buru-buru mengangguk, "Tentu. Mari, ikuti saya." Selena melirik pada Keanu sejenak sebelum membawa Felix, Freyaa, Simon dan Zeze ke lantai dua yang terdapat ruangan private. Biasanya hanya tamu reguler yang ada acara pestra pribadi menggunakan ruangan private di The Grill tersebut, karena pelayanannya berbeda juga ada biaya sewa untuk ruangannya yang memiliki balkon dengan pemandangan laut. "Di sini lebih homey!" cetus Zeze begitu mereka memasuki ruangan privat
Setelah makan malam yang canggung bersama Felix dan tiga ponakannya yang usil juga sangat iseng menjahili Felix, Veronica akhirnya menghembuskan napas lega begitu ia telah berada di luar ruangan private. "Veronica sangat cantik, Eyaa suka!" cetus Freya kembali memanjat naik ke pelukan Felix dan memandangi wajah datar paman tampannya itu. "Ya, Veronica cantik juga pandai memasak!" tanggap Zeze menambahkan penilaian plus untuk Veronica. "Uhm, setuju! Veronica cantik, pandai memasak juga sepertinya idola para pria. Apakah kalian berdua setuju kalau aku mendekati Veronica untuk menjadi kakak ipar kalian?" Simon yang biasanya pendiam, tidak banyak bicara, tiba-tiba terarik ingin menggoda Felix. "Dia tak cocok untukmu!" celetuk Felix dingin seraya mengunyah kacang sebagai camilan penutup makan malam mereka. "Aku tak masalah dengan usianya. Bagiku, jika dia menyukaiku, itu sudah cukup. Aku akan mengundang dan memperkenalkannya pada Mumma dan Didi di hari kelulusanku menjadi pilot pesawat
"Awasi wanita itu dan segera lakukan tindakan begitu anak buah Salvatore lengah dalam menjaganya!" Alfred memberikan perintah pada Ivar begitu ia tiba di kediaman. Alfred langsung menyadari setelah kedatangan Felix ke The Grill, menandakan ada hubungan spesial antara Veronica dengan Felix Salvatore. Alfred juga meyakini, ada anak buah Felix yang ditempatkan untuk melindungi serta memberi info pada Felix mengenai dirinya berada di restoran wanita itu. "Baik, Bos. Tapi ...bagaimana dengan Arkada?" Alfred membalikkan tubuh besarnya ketika hendak memasuki ruangan kerja, menatap Ivar yang menunggu jawabannya. "Panggil Loras, perintahkan menemuiku sekarang!" Loras adalah pengawal serta tangan kanan Arkada yang sebenarnya adalah anak buah Alfred ditempatkan untuk menjaga putra semata wayangnya itu. "Baik, Bos." Ivar berkata seraya membungkukkan tubuhnya hormat sebelum berbalik dan menghubungi Loras yang sejak beberapa hari terakhir jarang terlihat mengelilingi Arkada. Di ujung lorong,
"Sister ...!" Felix berteriak terkejut mendapati ruangan tengah kediamannya terang benderang, ada tujuh ranjang portable tersusun dengan tubuh anak buahnya di atasnya, sementara Zetha dan Simon masih belum selesai melakukan operasi darurat mengeluarkan peluru dari John.Hvitserk sudah dipindahkan ke dalam ruangan perawatan yang dijaga oleh ketat beberapa pelayan wanita.Luciano, Billy yang sudah terbiasa melihat tindakan perawat di rumah sakit Siniy Dom, Nyaksimvol, Rusia, serta para pelayan lainnya di kediaman ikut membantu membebat lengan, perut, menghentikan pendarahan para anak buah Felix yang terluka menunggu giliran ditangani oleh Zetha dan Simon,Charles di bagian dapur tidak bisa diam. Ia memerintahkan pelayan bawahannya menyiapkan bubur, minuman serta makanan besar untuk Zetha, Luciano, Simon serta Felix, juga pria itu bolak balik memastikan air hangat serta kain lap tersedia untuk membantu melancarkan pekerjaan Zetha serta Simon.&
"Kau pemlik gallery lukisan!" Felix masih ingat lukisan yang ia pinta John membelinya untuk di dalam ruangan kerja Veronica memiliki kamera tersembunyi. Felix sebenarnya sudah pernah bertemu dengan pria pemilik gallery lukisan tersebut yang mengadu tentang perusahaan supplier milik keluarganya terancam bangkrut karena Alfred Mussolini terus meminta upeti.Sang pria sudah berdiri, membungkukkan tubuhnya hormat pada Felix, "Ikutlah denganku, maka keponakan Anda akan aman." Entah berapa banyak informasi yang didapatkan oleh pria di depannya, tapi bibir Felix menyeringaikan senyuman tipis dengan tatapan berkilat kejam memindai sang pria pemilik gallery lukisan."Kau tau tentang keponakanku?" pancing Felix seraya tersenyum seakan mengendorkan kewaspadaannya. "Keponakan Anda menjadi inang racun The Queen. Bukankah Anda sedang mencari keberadaannya saat ini?" jawab sang pria ditanggapi anggukan samar Felix. "Racun dalam tubuh Anda bisa memanggil inang The Queen kembali. Karena itu Anda h
Felix berhasil menarik tubuh besar Hvitserk keluar dari mobil dan membawanya menjauh sebelum van meledak dengan api membubung tinggi. "Perintahkan yang lain menangkap mereka semuanya, Knox! Jangan ada satupun yang lolos!" titah Felix pada Knox yang sudah melompat melindungi bosnya itu dari tembakan dengan membidik tepat sasaran menjatuhkan anak buah Alfred yang bersembunyi di dalam gedung, atas atap serta gang-gang gelap. Tangan Hvitserk menggapai mencengkeram bagian depan pakaian Felix yang memeluknya, "Temukan istrimu sebelum Edward membunuhnya dalam kecelakaan." "Simpan tenagamu, jangan banyak bicara!" Felix berusaha memapah Hvitserk menuju mobilnya. "Edward, dia adalah sepupunya Veronica dan pria itu ingin istrimu mati dalam kecelakaan." Hvitserk tidak menghiraukan teguran Felix, ia tetap menyampaikan info dengan lancar dalam satu tarkan napasnya sebelum semuanya terlambat. Felix membolakan netranya memandang Hvitserk yang menggerakkan kepala membuat anggukan dan susah payah
"Mister Salvatore ..." Lorenza menyentuh lembut lengan Felix, karena tiba-tiba bos tampannya itu terdiam setelah mendengar perkataannya. "Aku harus pergi. Jaga dirimu, Lo!"Felix bangkit berdiri dari duduknya, menoleh sekilas pada Lorenza ketika mengucapkan perkataannya, kemudian beralih menatap lurus ke netra Hvitserk yang reflek mengikuti bangkit dari kursinya dengan tetap tidak melepaskan lengan dari pinggang Erika. "Arkada menyuntikkan racun modifikasi pada Zee," bisik Felix ke Hvitserk yang refleks mengeratkan pelukan lengannya ke pinggang Erika. Erika tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi melihat wajah tegang Felix dan Hvitserk yang semakin mengeratkan lengan, gadis itu tdak banyak berkata, refleks mengikuti Hvitserk. "Ku pikir kalian sibuk menggoda wanita, tak akan pernah tau jika Zeze sedang kritis!" sebuah suara bergema masuk melalui headset mini dalam telinga Felix dan Hvitserk. "Ku pikir kau mencintai Veronica ..." ejek Luca terdengar sinis di telinga Felix. San
Mengetahui Zeze pergi menghilang membawa Veronica dan Freyaa bersamanya, Zetha, Luciano Sky dan Simon langsung meninggalkan pekerjaan mereka pada team dokter Siniy Dom, terbang menggunakan jet tempur menuju Amalfi membawa Billy, asisten Felix. Bagaimanapun, Zetha dan Luciano berharap, Freyaa yang jenius bisa meninggalkan 'pesan' diam-diam untuk mereka di kediaman Felix. Zetha dan Lucano hanya tidak menduga, Freyaa sama sekali belum mengetahui keadaan Zeze yang keracunan. Jika tidak, tak mungkin gadis jenius itu tidak akan bertindak meninggalkan remah nasi agar ditemukan oleh Luca, Simon, dan kedua orangtua mereka. "Apa kau tak bisa makan lagi? Ada apa denganmu? Kenapa kau masuk anginnya lama sekali?!" Freyaa menghampiri Zeze yang duduk termenung di balkon kamar, menatap kegelapan malam yang sengaja gadis itu matikan beberapa lampu, membuat cahaya sangat redup.Sebelumnya Zeze meninggalkan Freyaa dan Veronica di meja makan dengan alasan buang air. namun sebenarnya memuntahkan cairan
"Owh ...?!" telinga Arkada masih mendengar gumaman Hvitserk yang seolah pria itu maklum karena ada anak buahnya mengelilingi. Tapi ...Arkada si pemuda sombong lagi picik yang hanya peduli akan kebutuhan sela pahanya, sama sekali tidak menduga jika akan mendapat serangan secepat kilat dari Hvitserk.Hvitserk memberikan totokan ke urat nadi Arkada, menjalar ke siku bagian dalam dan pundaknya serta leher samping yang mengantarkan dorongan sesak ke rongga dada Arkada karena pasokan oksigen seakan terhenti selama beberapa detik sehingga otomatis genggamannya pada jemari Erika terlepas begitu saja. "Kau?" bibir Arkada berdesis emosi melihat Erika mengulum senyum memandang Hvitserk, dimana pinggang gadis itu sudah berada dalam rangkulan lengan Hvitserk. "Aku apa?" ejek Hvitserk menyeringaikan senyum sinis, "Sudah ku peringatkan, jangan coba-coba mendekati wanitaku. Ini kedua kalinya kau ku lepaskan, tapi tidak untuk ketiga kali!" tambah Hvitserk seraya membawa Erika pergi dari hadapan Ar
"Fells? Ada apa?"Hvitserk yang sedang memperhatikan para artis di agency Mussolini memberikan pertunjukan penyambutan untuk para tamu di atas panggung, merasakan firasat tidak nyaman, langsung menoleh pada Felix di sebelahnya. "Perhatikan sekeliling, segera tangkap Ivar dan Bobby begtu mereka menampakkan diri." ucap Felix dengan nada bergetar sembari satu telapak tangan menekan dada kirinya yang terasa sangat sesak. Sebuah firasat juga dirasakan oleh Felix. Firasat yang membuatnya kesulitan bernapas sehingga harus menekan dadanya sedikit lebih kuat. "Kau ...kau kenapa? Apakah ada sesuatu dalam minuman itu?" Hvitserk mengerutkan keningnya kuatir melihat reaksi wajah Felix yang terlihat sedikit pucat. Felix menggelengkan kepalanya samar, "Fokus pada apa yang ku sebutkan tadi."Beberapa saat lalu, ketika Hvitserk sedang asyik mengedarkan pandangannya memindai para artis Mussolini, mencari keberadaan Erika yang sudah berjanji jika malam ini adalah hari terakhirnya ia berada di bawah
Luca kembali memutar ulang rekaman dari bandul kalung Zeze, "Aku keracunan dan tidak berselera makan ..." keningnya semakin berkerut dalam. Siapapun di keluarga Salvatore tahu jika Simon, Zeze dan Freyaa menuruni bakat kedua orangtua mereka, Zetha dan Luciano Sky yang kebal terhadap berbagai jenis racun. Namun kini, Zeze keracunan. Luca bisa memastikan itu bukanlah racun biasa yang alami melainkan sudah dimodifikasi. "Racun apa yang bisa membuat darahmu tercemar dan kekebalan tubuh kalian hancur?" Luca mengirimkan pesan pada Simon yang sudah berulang kali menghubungi Zeze, tetapi tidak tersambung. "Racun yang sudah dimodifikas dengan darah murni seperti penelitian Efka Reager dahulu." balas Simon menghubungi Luca dengan panggilan video, "Paman bisa menghubungi Zeze? Didi dan Mumma sudah menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif." Sudah menjadi kebiasaan bagi Luciano akan menghubungi kedua putrinya setiap hari, entah sedang berada dimanapun ia, Zetha dan Simon berada. "Zeze bersama F
Hvitserk sudah menyiapkan tempat tinggal pribadinya di luar kediaman Felix, kini pria itu membawa Erika ke apartemen pribadinya tersebut. "Ini, tempat tinggalmu?"Erika mengikuti Hvitserk memasuki ruangan apartemen type studio yang hanya memiliki satu ruang kamar tidur menghadap laut tenang jauh dari hiruk pikuk peselancar ataupun pantai penuh turis. "Ya. Kau bisa tinggal di sini." Hvitserk yang berada di depan Erika menjawab cepat, lalu menoleh ke belakang, menangkup wajah Erika yang kini tepat berada di depannya tersebut dengan kedua tangan, "Arkada tidak akan tinggal diam sampai pria bajingan itu melecehkanmu." Erika bukan tipikal wanita yang mudah percaya pada pria, tetapi kini hatinya merasa nyaman tanpa keraguan pada Hvitserk yang sudah menarik satu pergelangan tangannya, membuka satu-satunya pintu kamar dalam unit apartemen tersebut. Melihat tatapan ragu dari Erika yang bahasa tubuhnya juga jelas terlihat sangat kikuk, Hvitserk memegangi kedua pundak gadisnya, "Aku tidak t