Felix sedang berdiri tegak menatap pemandangan di luar jendela kaca ruangannya yang menghadap pantai indah kota Cape Town.
Cuaca sedang cerah sudah menjelang sore, riak-riak ombak terlihat jelas dari tempat Felix saat ini berdiri memperhatikan.
Tok ...tok ...tok!
"Masuk!"
Felix beranjak dari depan jendela, kembali duduk pada kursi kerja kebesarannya, pura-pura membalikkan berkas di atas meja ketika Hvitserk, asisten sekaligus sahabatnya memasuki ruangan.
"Simon sudah mendapatkan lokasi wanita itu, Veronica." Hvitserk berkata sembari meletakkan laporan dari sekretaris perusahaan ke atas meja, membuka kursi untuk dia duduki di depan Felix.
"Kenapa Simon tidak menghubungiku?"
"Kau sudah memeriksa ponselmu?" Hvitserk justru balik bertanya sinis pada Felix.
Hvitserk sudah sangat hapal kebiasan baru Felix yang sering lupa mengisi daya ponselnya.
"Ah, dayanya habis." Felix berujar santai setelah memeriksa layar ponselnya yang padam. "Dimana wanita itu?" tanyanya kembali pada topik laporan Hvitserk.
"Dia di Amalfi Coast. Mengelola restoran The Grill. Silakan, lihat aja sendiri." Hvitserk menyerahkan tablet kerja ke depan Felix yang segera meraihnya.
Selama beberapa menit, Felix terdiam. Raut wajahnya datar dan Hvitserk tidak bisa membaca apa yang dipikirkan oleh sahabat sekaligus bos yang sebenarnya ia jaga sebagai pengawal pribadi tersebut.
"Dua pekan lagi Ambu ulangtahun. Kita rayakan di Amalfi Coast!" ucap Felix sambil mengembalikan kembali tablet ke depan Hvitserk. "Siapkan penerbangan esok malam. Lalu perintahkan Billy memberikan semua laporan yang harus ku kerjakan hari ini."
"Ambu tadi juga menghubungiku, ia tidak akan berbicara lagi denganmu selamanya jika malam ini kau tidak makan malam di rumah." tukas Hvitserk menyampaikan pesan sambil diam-diam mengulum bibirnya masuk agar tidak memuncratkan tawa karena wajah Felix tiba-tiba terlihat gusar.
Sejak kematian Mommynya, Marcella Salvatore secara tragis bersama Joko, suaminya Susie, adik perempuan angkat Marcella, Felix membawa Susie, yang ia panggil Ambu untuk tinggal bersamanya di Cape Town.
Susie adalah salah satu wanita yang bisa membuat Felix tunduk dan patuh, selain saudarinya Zetha Salvatore, Aghna Salvatore dan Lucy Salvatore.
"Nanti aku akan menghubungi Ambu."
Hvitserk meraih ponsel Felix yang telah tersambung ke daya listrik, menghidupkannya tanpa persetujuan pria itu.
"Lihat, Ambu menghubungimu lebih dari tiga puluh kali!" Hvitserk memperlihatkan misscall dari Susie ada tiga puluh tujuh kali.
"Bawa semua laporan pekerjaanku, aku akan pulang sekarang!"
Felix akhirnya bangkit berdiri dari duduknya, meraih ponsel, mengambil kunci mobil, kemudian mengangguk serta memberi kode pada Hvitserk agar mengingat tugas-tugasnya yang ia perintahkan menyiapkan penerbangan jet pribadi selain membawa laporan pekerjaan pulang ke kediaman.
Hvitserk tersenyum tipis, mengeluarkan ponselnya begitu Felix telah berlalu keluar dari pintu.
"Dia baru saja keluar ruangan." lapor Hvitserk dalam panggilan telpon.
--
"Ada apa, Paman? Apakah Paman sudah mendapatkan pesan yang ku berikan pada Hvits?" Simon langsung menjawab dan bertanya di panggilan telpon Felix.
"Uhm, ya! Tunggu sebentar!"
Felix menjawab dan menyingkirkan ponsel dari daun telinganya, membuka jendela mobil ketika matanya menangkap sosok anak laki-laki berpakaian sederhana sedang berjualan bunga yang ia tawarkan dari mobil ke mobil sambil mengetuk jendelanya.
"Aku beli semua bungamu! Tapi tolong pesankan cheesecake dalam toko di depan sana, segera bawa ke sini."
Mobil Felix memang sedang berhenti di halaman toko cheesecake yang biasa ia beli untuk Susie, jika Ambunya itu mulai merajuk karena dirinya sering pulang terlambat di malam hari.
"Kemarikan!" Felix meminta semua bunga mawar merah segar di tangan anak lelaki, "Ini bayaran bunga mawarmu dan ini untuk membeli cheesecake toping buah segar blueberry." Felix memberikan beberapa lembar uang kertas ke tangan anak lelaki yang langsung tersenyum cerah dengan tatapan mata berbinar.
"Baik, Tuan muda. Tunggu sebentar." anak lelaki mengambil uang dari Felix, langsung berlari ke depan toko cheesecake juga menyela antrian yang sedang padat pengunjung hendak melakukan pemesanan cake.
Felix memang sangat licik, meminta anak lelaki yang membelikan cake untuknya, karena para orang dewasa yang sedang mengantri di depan toko akan selalu memberikan posisi mereka pada anak kecil meskipun mulut merengut menggerutu.
Tentu saja, ini bukan pertama kalinya Felix melakukan ide konyol 'memperalat' anak-anak agar membantunya. Meskipun Hvitserk sering mencelanya sebagai pria dewasa yang tak beradab, tapi kali ini asistennya itu tidak ada bersamanya, jadi sah-sah saja.
"Simon ..." Felix kembali memanggil Simon di panggilan telpon yang hanya ia hold, tidak dimatikan sebelumnya.
"Ya, Paman,"
"Katakan, apakah Veronica itu sudah menikah?" Felix bertanya dengan suara pelan pada Simon, putra saudarinya, Zetha yang ia pinta membantunya mencari Veronica.
"Ada beberapa pria di sekelilingnya. Tamu reguler yang datang ke restoran The Grill ..." Simon menghentikan perkataan, mengirimkan link ke ponsel Felix yang langsung berbunyi notifikasinya.
"Dia sedang berkencan! Atau mungkin bisa jadi pria itu adalah suaminya. Kenapa Paman menanyakan hal ini? Apakah Paman tertarik pada Veronica?"
Felix sudah berusia lebih dari kata matang sebagai seorang pria untuk menikah. Tetapi dia selalu menutup diri dari hubungan lawan jenis.
"Ok. Terima kasih, Simon. Goodnight!" Felix menolak menjawab pertanyaan Simon yang terdengar terkekeh sebelum ia putuskan sambungan telponnya.
--
"Kau sudah pulang," Susie menyapa Felix yang langsung menyerahkan kotak cake ke tangannya begitu ia tiba di rumah.
"Ya. Maaf, tadi ponselku kehabisan daya dan aku lupa memeriksanya."
Felix meraih punggung tangan Susie yang akan ia cium takzim agar wanita yang masih terlihat sangat awet muda itu tidak memarahinya atau mengadu pada Zetha ataupun Aghna, saudari-saudarinya yang bisa mengomelinya panjang kali lebar.
"Berikan semua bunganya untuk Ambu!" Felix memberikan perintah pada pelayan yang baru saja membawa puluhan tangkai mawar merah ke dalam kediaman mereka.
Susie menaikkan alisnya berjengit ke atas, menatap lekat ke dalam netra Felix yang terlihat lebih manusiawi dengan senyuman tipis ketika berada di depan Susie.
"Aku ingin mengajak Ambu pergi ke Amalfi Coast esok malam, sekaligus nanti kita merayakan ulangtahun Ambu di sana." Felix memberitahukan rencananya pada Susie yang langsung mengulum senyum.
"Susun bunganya di kamar Felix dan sisanya letakkan pada atas meja." Susie memberitahu pelayan kediaman yang terlihat bingung dengan bunga segar di tangannya.
Susie meraih lengan Felix untuk ia bawa ke ruang makan, "Sebenarnya Zetha sudah meminta agar kita datang berkumpul di Palermo tahun ini ..."
"Nanti aku akan bicarakan dengan Zetha." Felix langsung memotong perkataan Susie yang kembali mendengkuskan tawa rendah.
Diantara keluarga besar Salvatore, Susie lah yang paling paham akan karakter Felix yang ia asuh sejak bayi. Felix tidak akan bersikeras pergi ke suatu tempat jika tidak ada rencana lain yang sedang bercokol dalam kepalanya.
"Ku dengar di Amalfi ada banyak wanita-wanita cantik juga seksi ..."
"Aku tidak tertarik!" Felix kembali menjawab cepat, menghentikan tebakan Susie yang justru semakin yakin jika putranya itu sedang mencari wanita.
Felix memang tidak memberitahu siapapun jika ia mencari Veronica, selain Hvitserk dan Simon yang juga ia pinta merahasiakan dari keluarga besar mereka.
Waktu baru menunjukkan menjelang siang ketika Felix, Susie, Hvitserk beserta beberapa pengawal tiba di salah satu hotel terbaik berpemandangan lautan biru mediterania. "Ambu suka di sini?" tanya Felix sambil membuka tutup botol air mineral yang segera ia tenggak dan memberikannya satu botol minuman lainnya pada Susie. Belum sempat Susie menjawab jika pemandangan lautan mediterania ini mengingatkannya pada Marcella, Mommynya Felix dan anak-anak Salvatore, Felix sudah menambahkan, "Nanti kita akan mencari rumah untuk tinggal sementara di sini. Udaranya meskipun sama-sama panas dengan di Cape Town, Amalfi cukup menyenangkan." "Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Selama ini Felix menolak berkumpul bersama keluarga besarnya di Palermo dengan alasan pekerjaannya sangat sibuk. Alasan yang sama juga dia selalu utarakan ketika ada yang bertanya mengenai pasangan hidupnya. "Ada Billy yang akan mengontrol di Cape Town sekaligus turun ke lapangan. aku bisa memantau secara online dari sini." jawab
Suara deru motor yang bergaung bergema sedang melaju kencang itu tiba-tiba terhenti mendadak. Jalanan sedikit menanjak pada bagian depannya di tutup oleh tiga buah mobil mewah. "Apa maunya kalian?!" Veronica mendengkuskan napas kesal seraya melepaskan help penutup kepalanya, bertanya pada sekelompok anak muda yang sebelumnya berpesta di The Grill. Ada tiga orang pemuda sedang duduk pada atas mobil yang dibiarkan melintang menghalangi jalan. Jarak mereka sekitar tiga meter dari posisi Veronica menghentikan laju motor sportnya. Lima orang pemuda muncul di belakang Veronica, mulai berjalan pelan mendekati wanita muda yang masih tetap duduk di jok motor sportnya tersebut. Beruntung tadi, Selena pulang bersama Keanu, suaminya menggunakan mobil di jalur lain. Jika tidak, adik perempuan Veronica tersebut akan lepas kontrol jika perjalanan pulangnya dihadang sekelompok pemuda mabuk. "Veronica!"Salah satu pemuda berperawakan urakan dengan rambut panjang di ikat ke belakang kepalanya, mer
"Kau terluka!"Veronica berseru begitu Felix melepaskan pelukan lengan pada pinggangnya, lalu mencabut picau cukur yang menempel pada perut bagian kanannya. "Minggir!" Felix mengibaskan tangan agar Veronica tidak mendekatinya seraya menggulung tali di tangannya semakin memendek. Felix membantu mendirikan motor sport Veronica yang jatuh ke atas jalanan. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu, nyatanya kini motor Veronica sudah berbunyi bergaung dengan suara nyaring di suasana yang hampir tengah malam tersebut. Veronica datang mendekat, ia ingat pemuda tampan berpenampilan culun yang membantunya ini tadi berbincang dengan Selena di depan meja bartender restorannya. "Kemari, pegangi motormu!" Felix memanggil dengan suara baritonnya yang terdengar serak serta sangat seksi di telinga Veronica. "Terima ka--" "Lain kali jangan membuat masalah jika kau tak bisa menghadapinya seorang diri!" tegur Felix dingin seraya pergi berlalu setelah Veronica memegangi motor sportnya. Veronica meng
"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama. "Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..." "Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya. "Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya. "Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya. "Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tanga
Felix baru selesai mandi dan melilitkan perban ke perutnya sendiri tanpa meminta bantuan Susie atau Hvitserk. Sejak sore, Felix sibuk memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh Billy ke surelnya. "Namanya Edward Suter, dia ingin bertemu dengan Anda, Mister." terngiang dalam kepala Felix akan perkataan Billy, penanggung jawab perusahaannya di Cape Town dan Somalia, yang menyampaikan melalui sambungan videocall jika ada seseorang ingin mengajukan kerjasama untuk project pertambangan di Somalia dengan Felix. Baru saja Felix hendak menyalakan laptopnya untuk mencari tahu tentang Edward Suter, ponselnya sudah berdering panggilan telpon dari Hvitserk. "Veronica di culik. Orang kita tidak bisa bertindak di sini ..." "Tawarkan uang besar untuk para berandal jalanan!" potong Felix cepat dengan nada sangat dingin memberikan perintah. "Jika sampai Veronica terluka karena keengganan mereka bertindak, maka esok aku sendiri yang akan menghabisi mereka semuanya!" tambah Felix sambil memakai pakaia
John Dantes, anak buah Hvitserk asal Rusia memandang Arkada dengan seringai kejam, meraih pistol pada balik pinggangnya yang langsung ia arahkan ke kaki serta paha anak buah Arkada di lantai. Dor ...dor ...dorrr!! "Aow!!" Anak buah Arkada terkejut langsung menjerit mengaduh pilu. "Lepaskan wanita itu, dia milik kami!" tegas John memberikan perintah seraya menggerakkan dagunya pada Arkada yang melotot murka. Melihat Arkada bergeming menurutinya, John kembali mengangkat lengan untuk membidik pria itu dengan moncong pistolnya. "Kami tidak suka bernegosiasi dengan bocah labil Mussolini! Kau lepaskan wanita itu sekarang atau bapak tercintamu akan menemukan mayatmu di depan pintu rumahnya esok pagi!" "Dia milikku!" tegas Arkada sambil menarik pistol yang juga tersampir di sisi pinggangnya, memberikan tembakan yang berhasil dielakkan oleh John. Veronica berusaha menggoyangkan bangku ia duduki untuk menghindari dua orang pria yang kini saling balas menembak dalam ruangan, seakan tidak
Sekejam dan semanipulatif apapun Felix di luar rumah, ia akan selalu lembut juga terlihat sangat patuh jika berhadapan dengan Susie. "Ambu belum tidur?" Felix berbalik menghampiri Susie yang menatap lurus ke luka pada perutnya. "Lukamu berdarah lagi. Atau apakah adakah luka baru?" Susie menarik pelan pundak Felix untuk ia bawa duduk pada salah satu kursi. "Bisnis apa yang sebenarnya kau lakukan di sini, sampai kau tidak mempedulikan cidera tubuhmu sendiri?" Susie bertanya sambil mengambil kotak obat dari dalam ruangan kamar tidur Felix. "Apa kau ingin aku memanggil Zetha kemari untuk menasehatimu?" tanya Susie sambil menatap lekat ke dalam netra Felix yang membalasnya dengan senyuman lembut. "Aku tidak apa-apa, Ambu. Hanya luka kecil, tidak membahayakan nyawa ..." "Ku dengar dari Hvitserk, kau mengincar bisnis restoran di sini. Restoran apa?" Susie memotong perkataan Felix untuk bertanya to the point ke putranya itu yang pastinya tidak ingin memberitahunya. Felix menarik napas
Felix kembali sibuk dengan pekerjaannya, duduk di balkon hotel tempat ia dan Susie menginap. Hvitserk sudah berhasil berbicara langsung dengan pimilik rumah mewah pada tepi pantai Amalfi dan tentu saja tidak ada orang yang berani menolak uang besar dari keluarga Salvatore. Sebagai Ibu, dimana Susie akan selalu memilih perabotan, gorden serta seprai juga tetek bengek lainnya, sudah sangat antusias akan pergi bersama John beserta anak buah Hvitserk untuk berbelanja keperluan rumah baru yang telah menjadi milik Felix tersebut. Felix pun terlihat tersenyum cerah melihat antusias Susie yang sudah heboh bersiap-siap inigin pergi berbelanja sejak pagi.Sebenarnya mudah bagi Felix untuk meminta orang mendatangkan perabotan serta hal lainnya ke rumah baru mereka. Tapi ia tak akan melihat wajah antusias Susie yang bisa membuatnya geleng-geleng kepala tersenyum. "Ingat, jangan keluyuran kemana-mana! Perutmu bisa benar-benar infeksi jika kau banyak bergerak ..." Susie menyeduh sendiri kopi hita
"Sister ...!" Felix berteriak terkejut mendapati ruangan tengah kediamannya terang benderang, ada tujuh ranjang portable tersusun dengan tubuh anak buahnya di atasnya, sementara Zetha dan Simon masih belum selesai melakukan operasi darurat mengeluarkan peluru dari John.Hvitserk sudah dipindahkan ke dalam ruangan perawatan yang dijaga oleh ketat beberapa pelayan wanita.Luciano, Billy yang sudah terbiasa melihat tindakan perawat di rumah sakit Siniy Dom, Nyaksimvol, Rusia, serta para pelayan lainnya di kediaman ikut membantu membebat lengan, perut, menghentikan pendarahan para anak buah Felix yang terluka menunggu giliran ditangani oleh Zetha dan Simon,Charles di bagian dapur tidak bisa diam. Ia memerintahkan pelayan bawahannya menyiapkan bubur, minuman serta makanan besar untuk Zetha, Luciano, Simon serta Felix, juga pria itu bolak balik memastikan air hangat serta kain lap tersedia untuk membantu melancarkan pekerjaan Zetha serta Simon.&
"Kau pemlik gallery lukisan!" Felix masih ingat lukisan yang ia pinta John membelinya untuk di dalam ruangan kerja Veronica memiliki kamera tersembunyi. Felix sebenarnya sudah pernah bertemu dengan pria pemilik gallery lukisan tersebut yang mengadu tentang perusahaan supplier milik keluarganya terancam bangkrut karena Alfred Mussolini terus meminta upeti.Sang pria sudah berdiri, membungkukkan tubuhnya hormat pada Felix, "Ikutlah denganku, maka keponakan Anda akan aman." Entah berapa banyak informasi yang didapatkan oleh pria di depannya, tapi bibir Felix menyeringaikan senyuman tipis dengan tatapan berkilat kejam memindai sang pria pemilik gallery lukisan."Kau tau tentang keponakanku?" pancing Felix seraya tersenyum seakan mengendorkan kewaspadaannya. "Keponakan Anda menjadi inang racun The Queen. Bukankah Anda sedang mencari keberadaannya saat ini?" jawab sang pria ditanggapi anggukan samar Felix. "Racun dalam tubuh Anda bisa memanggil inang The Queen kembali. Karena itu Anda h
Felix berhasil menarik tubuh besar Hvitserk keluar dari mobil dan membawanya menjauh sebelum van meledak dengan api membubung tinggi. "Perintahkan yang lain menangkap mereka semuanya, Knox! Jangan ada satupun yang lolos!" titah Felix pada Knox yang sudah melompat melindungi bosnya itu dari tembakan dengan membidik tepat sasaran menjatuhkan anak buah Alfred yang bersembunyi di dalam gedung, atas atap serta gang-gang gelap. Tangan Hvitserk menggapai mencengkeram bagian depan pakaian Felix yang memeluknya, "Temukan istrimu sebelum Edward membunuhnya dalam kecelakaan." "Simpan tenagamu, jangan banyak bicara!" Felix berusaha memapah Hvitserk menuju mobilnya. "Edward, dia adalah sepupunya Veronica dan pria itu ingin istrimu mati dalam kecelakaan." Hvitserk tidak menghiraukan teguran Felix, ia tetap menyampaikan info dengan lancar dalam satu tarkan napasnya sebelum semuanya terlambat. Felix membolakan netranya memandang Hvitserk yang menggerakkan kepala membuat anggukan dan susah payah
"Mister Salvatore ..." Lorenza menyentuh lembut lengan Felix, karena tiba-tiba bos tampannya itu terdiam setelah mendengar perkataannya. "Aku harus pergi. Jaga dirimu, Lo!"Felix bangkit berdiri dari duduknya, menoleh sekilas pada Lorenza ketika mengucapkan perkataannya, kemudian beralih menatap lurus ke netra Hvitserk yang reflek mengikuti bangkit dari kursinya dengan tetap tidak melepaskan lengan dari pinggang Erika. "Arkada menyuntikkan racun modifikasi pada Zee," bisik Felix ke Hvitserk yang refleks mengeratkan pelukan lengannya ke pinggang Erika. Erika tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi melihat wajah tegang Felix dan Hvitserk yang semakin mengeratkan lengan, gadis itu tdak banyak berkata, refleks mengikuti Hvitserk. "Ku pikir kalian sibuk menggoda wanita, tak akan pernah tau jika Zeze sedang kritis!" sebuah suara bergema masuk melalui headset mini dalam telinga Felix dan Hvitserk. "Ku pikir kau mencintai Veronica ..." ejek Luca terdengar sinis di telinga Felix. San
Mengetahui Zeze pergi menghilang membawa Veronica dan Freyaa bersamanya, Zetha, Luciano Sky dan Simon langsung meninggalkan pekerjaan mereka pada team dokter Siniy Dom, terbang menggunakan jet tempur menuju Amalfi membawa Billy, asisten Felix. Bagaimanapun, Zetha dan Luciano berharap, Freyaa yang jenius bisa meninggalkan 'pesan' diam-diam untuk mereka di kediaman Felix. Zetha dan Lucano hanya tidak menduga, Freyaa sama sekali belum mengetahui keadaan Zeze yang keracunan. Jika tidak, tak mungkin gadis jenius itu tidak akan bertindak meninggalkan remah nasi agar ditemukan oleh Luca, Simon, dan kedua orangtua mereka. "Apa kau tak bisa makan lagi? Ada apa denganmu? Kenapa kau masuk anginnya lama sekali?!" Freyaa menghampiri Zeze yang duduk termenung di balkon kamar, menatap kegelapan malam yang sengaja gadis itu matikan beberapa lampu, membuat cahaya sangat redup.Sebelumnya Zeze meninggalkan Freyaa dan Veronica di meja makan dengan alasan buang air. namun sebenarnya memuntahkan cairan
"Owh ...?!" telinga Arkada masih mendengar gumaman Hvitserk yang seolah pria itu maklum karena ada anak buahnya mengelilingi. Tapi ...Arkada si pemuda sombong lagi picik yang hanya peduli akan kebutuhan sela pahanya, sama sekali tidak menduga jika akan mendapat serangan secepat kilat dari Hvitserk.Hvitserk memberikan totokan ke urat nadi Arkada, menjalar ke siku bagian dalam dan pundaknya serta leher samping yang mengantarkan dorongan sesak ke rongga dada Arkada karena pasokan oksigen seakan terhenti selama beberapa detik sehingga otomatis genggamannya pada jemari Erika terlepas begitu saja. "Kau?" bibir Arkada berdesis emosi melihat Erika mengulum senyum memandang Hvitserk, dimana pinggang gadis itu sudah berada dalam rangkulan lengan Hvitserk. "Aku apa?" ejek Hvitserk menyeringaikan senyum sinis, "Sudah ku peringatkan, jangan coba-coba mendekati wanitaku. Ini kedua kalinya kau ku lepaskan, tapi tidak untuk ketiga kali!" tambah Hvitserk seraya membawa Erika pergi dari hadapan Ar
"Fells? Ada apa?"Hvitserk yang sedang memperhatikan para artis di agency Mussolini memberikan pertunjukan penyambutan untuk para tamu di atas panggung, merasakan firasat tidak nyaman, langsung menoleh pada Felix di sebelahnya. "Perhatikan sekeliling, segera tangkap Ivar dan Bobby begtu mereka menampakkan diri." ucap Felix dengan nada bergetar sembari satu telapak tangan menekan dada kirinya yang terasa sangat sesak. Sebuah firasat juga dirasakan oleh Felix. Firasat yang membuatnya kesulitan bernapas sehingga harus menekan dadanya sedikit lebih kuat. "Kau ...kau kenapa? Apakah ada sesuatu dalam minuman itu?" Hvitserk mengerutkan keningnya kuatir melihat reaksi wajah Felix yang terlihat sedikit pucat. Felix menggelengkan kepalanya samar, "Fokus pada apa yang ku sebutkan tadi."Beberapa saat lalu, ketika Hvitserk sedang asyik mengedarkan pandangannya memindai para artis Mussolini, mencari keberadaan Erika yang sudah berjanji jika malam ini adalah hari terakhirnya ia berada di bawah
Luca kembali memutar ulang rekaman dari bandul kalung Zeze, "Aku keracunan dan tidak berselera makan ..." keningnya semakin berkerut dalam. Siapapun di keluarga Salvatore tahu jika Simon, Zeze dan Freyaa menuruni bakat kedua orangtua mereka, Zetha dan Luciano Sky yang kebal terhadap berbagai jenis racun. Namun kini, Zeze keracunan. Luca bisa memastikan itu bukanlah racun biasa yang alami melainkan sudah dimodifikasi. "Racun apa yang bisa membuat darahmu tercemar dan kekebalan tubuh kalian hancur?" Luca mengirimkan pesan pada Simon yang sudah berulang kali menghubungi Zeze, tetapi tidak tersambung. "Racun yang sudah dimodifikas dengan darah murni seperti penelitian Efka Reager dahulu." balas Simon menghubungi Luca dengan panggilan video, "Paman bisa menghubungi Zeze? Didi dan Mumma sudah menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif." Sudah menjadi kebiasaan bagi Luciano akan menghubungi kedua putrinya setiap hari, entah sedang berada dimanapun ia, Zetha dan Simon berada. "Zeze bersama F
Hvitserk sudah menyiapkan tempat tinggal pribadinya di luar kediaman Felix, kini pria itu membawa Erika ke apartemen pribadinya tersebut. "Ini, tempat tinggalmu?"Erika mengikuti Hvitserk memasuki ruangan apartemen type studio yang hanya memiliki satu ruang kamar tidur menghadap laut tenang jauh dari hiruk pikuk peselancar ataupun pantai penuh turis. "Ya. Kau bisa tinggal di sini." Hvitserk yang berada di depan Erika menjawab cepat, lalu menoleh ke belakang, menangkup wajah Erika yang kini tepat berada di depannya tersebut dengan kedua tangan, "Arkada tidak akan tinggal diam sampai pria bajingan itu melecehkanmu." Erika bukan tipikal wanita yang mudah percaya pada pria, tetapi kini hatinya merasa nyaman tanpa keraguan pada Hvitserk yang sudah menarik satu pergelangan tangannya, membuka satu-satunya pintu kamar dalam unit apartemen tersebut. Melihat tatapan ragu dari Erika yang bahasa tubuhnya juga jelas terlihat sangat kikuk, Hvitserk memegangi kedua pundak gadisnya, "Aku tidak t