Share

BAB 2: Meeting Pertama

Gue gak pernah nyangka pagi ini bakal jadi salah satu pagi paling mengejutkan dalam hidup gue. Begitu sampai di kantor, gue langsung disambut oleh Mbak Lala yang ngasih tau kalau ada meeting mendadak di ruang rapat utama.

"Dita, buruan ke ruang rapat. Bima udah nunggu," katanya dengan nada serius.

"Meeting apa, Mbak?" tanya gue, bingung. Biasanya meeting dijadwalkan jauh-jauh hari.

"Pokoknya penting. Langsung aja ya!" balas Mbak Lala sambil buru-buru pergi.

Gue cepet-cepet bawa laptop dan catatan gue, terus langsung menuju ruang rapat utama. Pas gue buka pintu, gue kaget ngeliat ruangan penuh dengan beberapa orang yang gue kenal sebagai petinggi perusahaan, termasuk Bima yang duduk di ujung meja dengan wajah serius.

"Dita, duduk sini," panggil Bima sambil nunjuk kursi kosong di sebelahnya. Gue langsung duduk, sambil ngerasa semua mata tertuju ke gue.

Bima mulai meeting dengan suara tegas. "Hari ini kita akan bahas proyek baru yang gue yakin bisa bawa perusahaan kita ke level berikutnya. Gue udah diskusi sama Dita tentang ide ini, dan gue mau kita semua dengar presentasi dia sekarang."

Gue kaget setengah mati. Gue belum sempet nyiapin presentasi formal, tapi gue berusaha tenang. "Baik, saya akan mulai," kata gue sambil berdiri dan nyalain laptop.

Gue mulai ngejelasin ide pemasaran gue. Awalnya, gue ngerasa grogi banget karena tatapan semua orang ke arah gue, terutama Bima yang terus ngeliatin dengan intens. Tapi, lama-lama gue mulai percaya diri dan lancar ngomong.

"Strategi ini fokus ke media sosial, dimana kita bisa manfaatin influencer buat ningkatin brand awareness. Target pasar kita mayoritas adalah milenial yang aktif di platform seperti I*******m dan TikTok. Dengan kolaborasi yang tepat, kita bisa ningkatin engagement dan penjualan," jelas gue dengan semangat.

Gue nambahin slide demi slide, ngejelasin detail tentang target pasar, cara memilih influencer yang tepat, dan strategi konten yang menarik. Gue juga nyebutin beberapa studi kasus dari perusahaan lain yang sukses pake strategi serupa. Gue bisa ngeliat beberapa orang mulai nyatat, dan ini ngasih gue keyakinan lebih.

Setelah selesai presentasi, Bima langsung angkat bicara. "Gue suka dengan ide ini. Tapi, gue pengen denger pendapat kalian," katanya sambil ngeliat ke arah petinggi lainnya.

Pak Rudi, kepala bagian pemasaran, angkat tangan duluan. "Saya setuju dengan konsep ini. Tapi, kita perlu strategi yang lebih detail untuk eksekusi. Budget dan timeline harus jelas."

Bu Anita, kepala bagian keuangan, nambahin. "Kita juga harus pertimbangkan ROI dari investasi di media sosial. Gimana caranya kita bisa ukur efektivitasnya?"

Bima nyengir dan ngeliat ke arah gue. "Dita, lo ada jawaban buat pertanyaan-pertanyaan mereka?"

Gue menarik napas dalam dan mulai ngejawab satu per satu. "Untuk budget, kita bisa alokasikan dari anggaran pemasaran yang ada. Gue juga udah bikin perkiraan timeline untuk tiap tahapannya. Soal ROI, kita bisa pake tools analytics buat ngukur engagement dan conversion rate dari kampanye kita."

Pak Rudi dan Bu Anita sama-sama ngangguk-ngangguk tanda setuju. Pak Joko, kepala bagian operasional, ikut nimbrung. "Gue rasa kita juga perlu rencana cadangan kalau strategi ini gak jalan sesuai harapan. Lo udah pikirin soal itu, Dita?"

Gue mengangguk lagi. "Betul, Pak. Kita bisa pake pendekatan yang lebih tradisional sebagai backup plan, seperti iklan di media cetak atau event offline. Tapi gue yakin, dengan perencanaan yang matang, strategi media sosial ini bakal berhasil."

Semua orang kelihatan puas dengan jawaban gue. Bima berdiri dan mengakhiri meeting. "Oke, gue rasa kita punya plan yang solid. Dita, lo bakal kerja bareng gue dan tim inti buat ngejalanin proyek ini. Mulai besok, kita langsung jalan."

Gue ngerasa lega sekaligus bangga. Pas semua orang mulai keluar dari ruang rapat, Bima nyamperin gue. "Bagus, Dit. Gue suka cara lo presentasi. Tapi, lo harus siap dengan kerja keras. Proyek ini gak akan mudah."

Gue senyum dan ngangguk. "Siap, Bima. Saya akan lakuin yang terbaik."

Setelah meeting selesai, gue balik ke meja gue dengan perasaan campur aduk. Temen-temen kantor yang lain langsung ngucapin selamat begitu mereka tau gue dipilih buat jadi tim inti proyek ini. Nia, sahabat gue di kantor, nyamperin dengan senyum lebar.

"Wah, Dit, keren banget lo! Bima sampe ngasih kepercayaan gede gitu," katanya dengan antusias.

"Gue juga gak nyangka. Tapi ini kesempatan besar, gue gak boleh sia-siain," jawab gue dengan semangat.

Hari itu gue gak bisa fokus kerja. Pikiran gue terus melayang ke rencana-rencana yang bakal gue kerjain bareng Bima. Gak kerasa waktu cepat berlalu, dan akhirnya jam pulang kantor tiba. Pas gue lagi siap-siap buat pulang, hape gue bergetar. Ada pesan masuk dari nomor gak dikenal.

"Ini Bima. Besok kita mulai kerja bareng. Prepare yourself. See you, Dita."

Gue bengong beberapa detik, terus langsung senyum. Gue balas pesan itu dengan singkat. "Siap, Bima. See you."

Gue pulang dengan perasaan campur aduk antara excited dan deg-degan. Gue tau tantangan besar menanti, tapi gue juga ngerasa excited buat ngejalanin proyek ini bareng Bima. Ini baru awal dari perjalanan panjang yang pasti penuh dengan kejutan dan pelajaran berharga.

Malam itu gue gak bisa tidur nyenyak. Bayangan tentang proyek dan kerja bareng Bima terus ada di kepala gue. Gue mikirin semua kemungkinan, strategi, dan gimana gue bisa nunjukin kemampuan gue di depan dia dan tim inti lainnya.

Pagi-pagi banget gue udah sampai di kantor. Gue pengen siapin semua yang perlu buat meeting pertama dengan tim inti. Pas gue lagi nunggu di ruang rapat, satu per satu anggota tim inti mulai dateng. Ada Pak Rudi, Bu Anita, Pak Joko, dan beberapa orang lain dari berbagai divisi. Terakhir, Bima masuk dengan langkah mantap.

"Oke, semua udah siap? Kita mulai sekarang," kata Bima sambil duduk di ujung meja.

Gue ngeliat sekeliling dan ngerasa sedikit tegang, tapi gue tau ini kesempatan buat nunjukin kemampuan gue. Bima ngasih tanda ke gue buat mulai presentasi ulang tentang proyek kita. Gue jelasin lagi dengan detail, sambil nambahin beberapa update dari hasil diskusi gue dengan Bima kemarin.

Setelah gue selesai, Bima mulai ngejelasin peran dan tugas masing-masing anggota tim. "Dita akan jadi koordinator utama. Semua ide dan perkembangan proyek harus lewat dia dulu sebelum sampai ke gue," katanya dengan tegas.

Gue kaget sekaligus seneng. Ini berarti Bima bener-bener ngasih kepercayaan penuh ke gue. Setelah meeting, gue dan Bima ngobrol sebentar di ruangannya.

"Dita, lo udah nunjukin kemampuan lo di depan tim. Gue yakin lo bisa bawa proyek ini sukses. Tapi ingat, kerja keras dan fokus adalah kuncinya," kata Bima.

"Terima kasih, Bima. Saya akan lakuin yang terbaik," jawab gue dengan penuh semangat.

Hari itu gue pulang dengan perasaan yang lebih tenang. Gue tau tantangan besar menanti, tapi gue juga yakin kalo gue bisa ngatasinnya. Dengan dukungan Bima dan tim inti, gue siap buat ngasih yang terbaik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status