Larasati memandangi hamparan mayat-mayat di sekelilingnya beberapa saat. Pandang matanya berhenti agak lama pada tubuh Satria dan Mega.
Kepalanya pun kemudian menengadah.
"Ayah...," Desis gadis itu pelan tapi tajam.
"Lihat-lah! Telah kubalaskan dendammu. Telah kubunuh dua dari empat orang yang telah secara pengecut mengeroyokmu! Kini tinggal dua orang lagi, Ayah. Dan setelah itu tenanglah kau di alam sana!"
Belum habis gema suaranya, Larasati sudah melesat dari situ. Tujuannya jelas, mencari pembunuh Bajing Ireng.
Masih tinggal dua orang lagi yang dicarinya. Wulan, dan Begawan Tapa Pamungkas. Tanpa sepengetahuan Larasati, ada sepasang mata yang mengintai semua perbuatannya. Dan begitu dilihatnya gadis itu telah pergi, baru si pemilik sepasang mata itu berani keluar.
Ditatapnya belasan sosok tubuh yang terkapar bergelimpangan disertai perasaan ngeri.
"Sungguh ganas dan kejam sekali, Bidadari Penyebar Maut itu...," Desahnya bergidik. Me
"Bagaimana? Cocokkah bila kujadikan permaisuriku?" Tanya si tinggi besar yang rupanya pemimpin gerombolan itu sambil menoleh ke belakang."Ha ha ha...! Kakang memang pintar memilih. Wanita ini memang pantas menjadi permaisuri Kakang. Dan kelihatannya dia menguasai sedikit ilmu silat. Dunia persilatan akan memuji Kakang, karena pandai memilih istri," Sahut salah seorang dari mereka. Wulan tak kuat lagi menahan kemarahannya mendengar pembicaraan mereka."Manusia-manusia bermulut kotor! Pergilah kalian sebelum hilang kesabaranku!""Ha ha ha...!"Kembali laki laki tinggi besar yang berjuluk Raksasa Kulit Baja itu tertawa bergelak."Kalian lihat! Bukan hanya wajahnya saja, sikapnya pun memenuhi persyaratan untuk menjadi permaisuriku. Ha ha ha...!"Untuk yang kesekian kalinya tujuh orang yang berada di belakang Raksasa Kulit Baja itu tertawa bergelak. Kali ini amarah Wulan pun meledak."Tutup mulutmu yang bau itu, raksasa busuk!"Ben
Sekejap kemudian, dia telah bergerak menyerang gadis itu. Tangannya menangkap lengan kanan gadis yang bertahi lalat di pipi kirinya ini. Dikiranya, gadis ini pasti tak akan dapat mengelakkan sergapannya. Tetapi, si muka kuning tertipu.Dengan sebuah gerakan sederhana, Wulan telah membuat tangkapan itu hanya mengenai tempat kosong. Sebaliknya adalah ujung kaki putri Raja Belati Terbang ini telah mendarat di perut si muka kuning.Bukkk..! "Hugh!"Si muka kuning mengeluh tertahan. Sodokan ujung kaki Wulan memang keras sekali. Tak pelak lagi, tubuh si muka kuning terbungkuk-bungkuk seraya memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa mulas bukan main. Dan selagi si muka kuning sibuk merasakan sakit pada perutnya, kaki Wulan kembali bergerak menendang bahunya.Tentu saja gadis itu tidak mengerahkan seluruh tenaganya. Sebab kalau hal itu dilakukan, si muka kuning ini pasti tewas.Desss! Tubuh si muka kuning terpental ke belakang dan keras sekali mencium tanah
Dengan gerak kepalanya, diperintahkan sisa anak buahnya untuk menyerang berbareng. Maka keenam orang anak buahnya melangkah maju mengepung Wulan. Sadar kalau gadis itu bukanlah lawan empuk, mereka pun tidak mau bersikap main-main lagi."Mengapa tanggung-tanggung, raksasa busuk? Majulah! Biar urusan ini cepat selesai!' ejek Wulan sambil tersenyum sinis. Mendengar ejekan itu, Raksasa Kulit Baja meraung murka."Kau terlalu sombong, perempuan keparat! Kalau nanti sudah tertangkap, kau akan kutelanjangi dan kuperkosa sampai aku puas. Tidak sampai di situ saja, tubuhmu akan kuberikan pada mereka, agar dapat dinikmati sampai kau mati kelelahan!" Wulan bergidik mendengarnya, dan wajahnya langsung memerah. Ucapan Raksasa Kulit Baja itu benar-benar membuat kemarahannya berkobar. Orang seperti dia memang tidak patut untuk dibiarkan hidup. Tetapi putri Raja Belati Terbang itu tidak bisa berlama-lama termenung.Serangan-serangan anak buah Raksasa Kulit Baja itu telah menyamb
Buru-buru manusia bertubuh bagai raksasa itu berlari mengejar. Tapi karena ilmu meringankan tubuhnya masih berada jauh di bawah putri Raja Belati Terbang itu, jarak antara mereka semakin bertambah jauh saja.Sampai akhirnya tubuh gadis itu lenyap di kejauhan. Raksasa Kulit Baja memaki-maki dan menyumpah serapah. Dipandangi arah tubuh Wulan menghilang, kemudian bergerak mengikutinya. Tak dipedulikan lagi anak buahnya yang tergeletak di dalam hutan dalam keadaan pingsan."Akan kucari ke mana pun kau pergi, perempuan keparat!" Teriaknya keras.-o0o-Wulan mengerahkan segenap kemampuannya. Hatinya benar-benar ngeri membayangkan kalau sampai bisa ditangkap Raksasa Kulit Baja itu. Ancaman si tinggi besar itu tidak main-main dan benar-benar membuat bulu tengkuknya meremang. Legalah hati Wulan ketika tidak melihat lagi bayangan tubuh Raksasa Kulit Baja yang mengejarnya."Hhh...!" Desah Wulan pelan.Gadis itu menghentikan larinya, dan u
"Ingatkah kau pada Bajing Ireng yang telah kalian keroyok secara curang?!" Tanya Larasati dengan kasar sambil mencorongkan matanya. Tak terasa Wulan mengangguk."Nah! Perlu kau ketahui, Wulan. Bajing Ireng itu adalah ayahku. Sengaja aku datang ke sini untuk mencabut nyawamu! Bersiaplah, Wulan. Agar kau tidak mati secara percuma!""Ayahnya iblis, anaknya pun pasti kuntilanak! Jadi, sudah kewajibanku untuk melenyapkan bibit penyakit yang ada di dunia!" Balas Wulan tak kalah gertak."Terimalah kematianmu, Wulan!"Dibarengi ucapannya, Larasati menerjang putri Raja Belati Terbang dengan jari-jari tangan berbentuk cakar naga ke arah ulu hati.Suara bercicitan terdengar mengawali serangan Larasati. Dari bunyi angin itu, Wulan sudah dapat mengetahui betapa tingginya tenaga dalam yang mengarah dadanya itu.Buru-buru gadis bertahi lalat ini melangkahkan kaki kanannya ke kiri belakang, sehingga serangan itu lewat di depan dadanya.Dengan cepat W
Sekarang ini Wulan tidak bisa disamakan dengan Satria dan Mega! Beberapa saat lamanya, Bidadari Penyebar Maut hanya menghindar terus.Gadis ini tidak ingin bertindak gegabah. Diperhatikan baik-baik setiap serangan Wulan. Memang, dengan tingkat ilmu meringankan tubuh yang berada cukup jauh di atas Wulan tidak sukar baginya untuk mengelakkan setiap serangan.Wulan menggertakkan giginya dengan perasaan geram. Hatinya dongkol bukan kepalang, melihat lawannya itu hanya mengelak tanpa balas menyerang. Jelas dia merasa diremehkan.Hal ini membuat amarahnya kian meluap. Dan sebagai akibatnya, serangan kedua belati terbangnya pun semakin bertubi-tubi.Larasati yang merasa sudah cukup mengetahui perkembangan gerak dan ciri khas pada setiap serangan lawan, kini mulai balas menyerang.Pelahan namun pasti, putri Raja Belati Terbang itu mulai terdesak. Serangan-serangan belati terbangnya mulai mengendor. Sampai akhirnya sepasang pisau berwarna putih berkilat itu hanya dipakai untuk mempertahankan d
Wulan memekik ketika sebuah totokan ujung kaki Bidadari Penyebar Maut menyerang pergelangan tangan kirinya. Kontan sekujur tangannya terasa lumpuh. Dan tanpa dapat ditahan lagi, belati terbangnya pun terlepas dari pegangan.Belum lagi gadis itu berbuat sesuatu, serangan susulan dari Larasati telah menyusul tiba. Tangan kanan menyampok pelipis, sedangkan tangan kiri dari arah bawah, mengancam dagu.Wulan kaget bukan main. Serangan itu datang begitu cepat. Sudah bisa diperkirakan kalau akhirnya ia akan tewas di tangan putri Bajing Ireng ini.Mendadak saja, ada sesuatu yang menarik tubuhnya ke belakang. Dan untunglah, kedua serangan maut itu hanya mengenai tempat kosong.Buru-buru Wulan menoleh ke belakang, melihat sosok yang telah menolongnya. Tampak di belakangnya telah berdiri sosok tubuh tua dari seorang kakek berusia enam puluh tahun.Sepasang matanya tampak tajam berkilat. Raut mukanya menampakkan kesabaran. Wulan kenal betul siapa pemilik wajah ini."Ayah...," Desah gadis itu d
"Dia adalah putri Bajing Ireng, Ayah!" Selak Wulan cepat."Ahhh...! Benarkah demikian?" Tanya Raja Belati Terbang memastikan."Benar!" Jawab Larasati ketus.Larasati mengangkat dagunya, seperti menantang. Memang, begitu geram hatinya melihat pada saat terakhir Wulan berhasil lolos dari maut. Dan gadis ini tahu betul orang yang telah menyelamatkan gadis itu.Raja Belati Terbang! Ini diketahui karena Wulan memanggil orang itu dengan sebutan ayah."Dan aku datang untuk membalaskan kematian ayahku pada anakmu itu!" Tegas Larasati. Raja Belati Terbang mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun berkali-kali Larasati bersikap kasar padanya, tetap saja ia tidak menampakkan kemarahan."Putri Bajing Ireng? Aneh! Tidak salahkah pendengaranku, Nisanak. Sepanjang pengetahuanku, Bajing Ireng tidak mempunyai anak seorang pun" Bantah Raja Belati Terbang, seperti tidak mengerti."Aku tidak butuh keterangan darimu, Orang Tua! Yang kuinginkan adalah melenyapkan anakmu untuk membalas kematian ayahku! Meny