"Ingatkah kau pada Bajing Ireng yang telah kalian keroyok secara curang?!" Tanya Larasati dengan kasar sambil mencorongkan matanya. Tak terasa Wulan mengangguk.
"Nah! Perlu kau ketahui, Wulan. Bajing Ireng itu adalah ayahku. Sengaja aku datang ke sini untuk mencabut nyawamu! Bersiaplah, Wulan. Agar kau tidak mati secara percuma!"
"Ayahnya iblis, anaknya pun pasti kuntilanak! Jadi, sudah kewajibanku untuk melenyapkan bibit penyakit yang ada di dunia!" Balas Wulan tak kalah gertak.
"Terimalah kematianmu, Wulan!"
Dibarengi ucapannya, Larasati menerjang putri Raja Belati Terbang dengan jari-jari tangan berbentuk cakar naga ke arah ulu hati.
Suara bercicitan terdengar mengawali serangan Larasati. Dari bunyi angin itu, Wulan sudah dapat mengetahui betapa tingginya tenaga dalam yang mengarah dadanya itu.
Buru-buru gadis bertahi lalat ini melangkahkan kaki kanannya ke kiri belakang, sehingga serangan itu lewat di depan dadanya.
Dengan cepat W
Sekarang ini Wulan tidak bisa disamakan dengan Satria dan Mega! Beberapa saat lamanya, Bidadari Penyebar Maut hanya menghindar terus.Gadis ini tidak ingin bertindak gegabah. Diperhatikan baik-baik setiap serangan Wulan. Memang, dengan tingkat ilmu meringankan tubuh yang berada cukup jauh di atas Wulan tidak sukar baginya untuk mengelakkan setiap serangan.Wulan menggertakkan giginya dengan perasaan geram. Hatinya dongkol bukan kepalang, melihat lawannya itu hanya mengelak tanpa balas menyerang. Jelas dia merasa diremehkan.Hal ini membuat amarahnya kian meluap. Dan sebagai akibatnya, serangan kedua belati terbangnya pun semakin bertubi-tubi.Larasati yang merasa sudah cukup mengetahui perkembangan gerak dan ciri khas pada setiap serangan lawan, kini mulai balas menyerang.Pelahan namun pasti, putri Raja Belati Terbang itu mulai terdesak. Serangan-serangan belati terbangnya mulai mengendor. Sampai akhirnya sepasang pisau berwarna putih berkilat itu hanya dipakai untuk mempertahankan d
Wulan memekik ketika sebuah totokan ujung kaki Bidadari Penyebar Maut menyerang pergelangan tangan kirinya. Kontan sekujur tangannya terasa lumpuh. Dan tanpa dapat ditahan lagi, belati terbangnya pun terlepas dari pegangan.Belum lagi gadis itu berbuat sesuatu, serangan susulan dari Larasati telah menyusul tiba. Tangan kanan menyampok pelipis, sedangkan tangan kiri dari arah bawah, mengancam dagu.Wulan kaget bukan main. Serangan itu datang begitu cepat. Sudah bisa diperkirakan kalau akhirnya ia akan tewas di tangan putri Bajing Ireng ini.Mendadak saja, ada sesuatu yang menarik tubuhnya ke belakang. Dan untunglah, kedua serangan maut itu hanya mengenai tempat kosong.Buru-buru Wulan menoleh ke belakang, melihat sosok yang telah menolongnya. Tampak di belakangnya telah berdiri sosok tubuh tua dari seorang kakek berusia enam puluh tahun.Sepasang matanya tampak tajam berkilat. Raut mukanya menampakkan kesabaran. Wulan kenal betul siapa pemilik wajah ini."Ayah...," Desah gadis itu d
"Dia adalah putri Bajing Ireng, Ayah!" Selak Wulan cepat."Ahhh...! Benarkah demikian?" Tanya Raja Belati Terbang memastikan."Benar!" Jawab Larasati ketus.Larasati mengangkat dagunya, seperti menantang. Memang, begitu geram hatinya melihat pada saat terakhir Wulan berhasil lolos dari maut. Dan gadis ini tahu betul orang yang telah menyelamatkan gadis itu.Raja Belati Terbang! Ini diketahui karena Wulan memanggil orang itu dengan sebutan ayah."Dan aku datang untuk membalaskan kematian ayahku pada anakmu itu!" Tegas Larasati. Raja Belati Terbang mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun berkali-kali Larasati bersikap kasar padanya, tetap saja ia tidak menampakkan kemarahan."Putri Bajing Ireng? Aneh! Tidak salahkah pendengaranku, Nisanak. Sepanjang pengetahuanku, Bajing Ireng tidak mempunyai anak seorang pun" Bantah Raja Belati Terbang, seperti tidak mengerti."Aku tidak butuh keterangan darimu, Orang Tua! Yang kuinginkan adalah melenyapkan anakmu untuk membalas kematian ayahku! Meny
SEORANG pemuda yang berwajah tampan, berahang kokoh, bermata biru, dan berpakaian merah keemasan tengah melangkah memasuki pintu gerbang Desa Canting. Pemuda itu berusia sekitar dua puluh tahun. Dengan langkah yang tidak tergesa-gesa, pemuda itu mengayun kakinya memasuki desa yang kelihatan sepi.Sepasang matanya bergerak liar memperhatikan setiap bangunan yang ditemukan. Langkah pemuda yang tak lain adalah Jejaka Emas atau Jejaka ini baru terhenti ketika sepasang matanya tertumbuk pada sebuah papan tebal, dan lebar.Di situ tertulis huruf-huruf yang berbunyi 'Perguruan Mawar Merah'. Papan tebal itu bergantung pada pintu gerbang sebuah bangunan yang dikelilingi tembok cukup tinggi.Jejaka mengerutkan alisnya yang tebal. Ada perasaan curiga yang timbul di hati ketika melihat keadaan papan nama perguruan yang begitu kumuh, dan tak terurus. Bahkan huruf-huruf yang membentuk nama Perguruan Mawar Merah itu pun sudah banyak yang terkelupas.Beberapa saat lamanya Jejaka Emas termenung di dep
Jejaka bergerak cepat meninggalkan Perguruan Mawar Merah dengan perasaan resah.Ke mana harus mencari Gonggola? Mencari seseorang di dunia yang luas ini laksana mencari sebuah jarum di tumpukan jerami! Jelas kalau iblis itu telah mengasingkan diri.Hanya ada satu patokan yang bisa dijadikan pegangan Jejaka Emas ini. Gonggola adalah iblis yang merajai daerah Timur. Jadi, kemungkinan besar tetap berada di wilayah kekuasaannya.Tapi wilayah Timur sangat luas. Apalagi, jangan-jangan dia telah menyepi. Perasaan putus asa mulai merayapi hari Jejaka. Ke mana ia harus mencari iblis itu?Plakkk! Jejaka menepak kepalanya sendiri. Betapa bodohnya ia!. Mengapa bingung-bingung? Jejaka pernah mendengar Gonggola memiliki perguruan. Mengapa harus pusing-pusing? Ya, datangi saja perguruan itu! Wajah pemuda bermata biru ini pun kembali cerah. Dengan langkah penuh semangat, kembali dilanjutkan pencariannya.Beberapa hari kemudian, pemuda ini sudah sampai pada sebuah
Dengan langkah lebar, dihampirinya sebuah pohon yang cukup besar. Dan..."Hup!" Sekali mengenjotkan kaki, tubuh Jejaka Emas ini melayang ke atas dan hinggap ringan pada sebuah cabang besar.Baru setelah itu dibaringkan tubuhnya. Tanpa sengaja pandangan mata Jejaka menerawang jauh ke arah rumah-rumah penduduk yang berada di depannya.Dan seketika matanya yang sudah merem-melek itu membelalak lebar.Dari ketinggian di atas cabang pohon itu, pemuda ini melihat asap tebal dan hitam yang membumbung tinggi. Sekali lihat saja Jejaka tahu kalau asap itu berasal dari rumah yang terbakar.Dan tidak hanya satu buah! Jelas, ada kejanggalan di sini! Naluri Jejaka Emas sebagai seorang pendekar langsung bangkit.Lenyap seketika rasa lelahnya. Bergegas pemuda itu melompat turun. Ringan sekali kedua kaki Jejaka Emas hinggap di tanah, sehingga tak terdengar suara sedikit pun. Bahkan tak ada debu yang beterbangan dari injakan kakinya. Sungguh sempurna ilmu per
Seperti yang diduga Jejaka, api itu memang tidak wajar. Di depan rumah yang terbakar itu, tampak tengah terjadi pertempuran yang tidak seimbang. Jejaka memperhatikan orang-orang yang bertempur itu sejenak.Tampak seorang yang bertubuh bagai raksasa, berwajah kasar, dan memakai kalung bermatakan tengkorak kepala bayi, tengah dikeroyok belasan orang bersenjata.Melihat senjata yang mereka gunakan, Jejaka Emas itu dapat menduga kalau para pengeroyok itu adalah penduduk desa yang rata-rata tidak memiliki ilmu olah kanuragan.Si tinggi besar yang tidak lain dari Raksasa Kulit Baja ini tertawa-tawa. Dibiarkan saja hujan senjata menghantam tubuhnya. Dan setiap senjata yang mengenai tubuh raksasa ini, selalu terpental balik.Sebaliknya, setiap Raksasa Kulit Baja ini melakukan serangan balasan, sudah dapat dipastikan ada satu tubuh yang tumbang. Beberapa di antaranya, dengan tulang tangan atau kaki patah. Malah ada pula yang menyemburkan darah dari mulut.S
Jejaka Emas mencondongkan tubuhnya ke kanan sehingga serangan itu lewat di depan dadanya. Dan cepat bagai kilat kaki kanannya terayun deras ke arah perut lawan.Dagh...! Tendangan cepat yang dilakukan Jejaka Emas tidak mampu dielakkan Raksasa Kulit Baja yang memiliki gerakan terlampau lambat. Dengan telak tendangan itu mengenai perutnya. Tapi lagi-lagi tendangan Jejaka Emas tidak menghasilkan apa-apa.Tubuh manusia raksasa itu hanya terhuyung dua langkah ke belakang. Kini ia kembali menerjang dengan serangan-serangan buas dan brutal. Sadarlah Jejaka kalau lawannya ini benar-benar memiliki kekebalan tubuh.Pemuda itu kini tidak ragu-ragu lagi untuk menyarangkan serangan pada sasaran-sasaran yang berbahaya dan bertenaga dalam penuh. Hanya saja, Jejaka Emas ini masih belum ingin menggunakan ilmu andalannya.Beberapa jurus telah berlalu. Dan entah sudah berapa kali serangan Jejaka Emas mendarat di berbagai bagian tubuh Raksasa Kulit Baja. Namun tak nampak tan