Dengan langkah lebar, dihampirinya sebuah pohon yang cukup besar. Dan...
"Hup!" Sekali mengenjotkan kaki, tubuh Jejaka Emas ini melayang ke atas dan hinggap ringan pada sebuah cabang besar.
Baru setelah itu dibaringkan tubuhnya. Tanpa sengaja pandangan mata Jejaka menerawang jauh ke arah rumah-rumah penduduk yang berada di depannya.
Dan seketika matanya yang sudah merem-melek itu membelalak lebar.
Dari ketinggian di atas cabang pohon itu, pemuda ini melihat asap tebal dan hitam yang membumbung tinggi. Sekali lihat saja Jejaka tahu kalau asap itu berasal dari rumah yang terbakar.
Dan tidak hanya satu buah! Jelas, ada kejanggalan di sini! Naluri Jejaka Emas sebagai seorang pendekar langsung bangkit.
Lenyap seketika rasa lelahnya. Bergegas pemuda itu melompat turun. Ringan sekali kedua kaki Jejaka Emas hinggap di tanah, sehingga tak terdengar suara sedikit pun. Bahkan tak ada debu yang beterbangan dari injakan kakinya. Sungguh sempurna ilmu per
Seperti yang diduga Jejaka, api itu memang tidak wajar. Di depan rumah yang terbakar itu, tampak tengah terjadi pertempuran yang tidak seimbang. Jejaka memperhatikan orang-orang yang bertempur itu sejenak.Tampak seorang yang bertubuh bagai raksasa, berwajah kasar, dan memakai kalung bermatakan tengkorak kepala bayi, tengah dikeroyok belasan orang bersenjata.Melihat senjata yang mereka gunakan, Jejaka Emas itu dapat menduga kalau para pengeroyok itu adalah penduduk desa yang rata-rata tidak memiliki ilmu olah kanuragan.Si tinggi besar yang tidak lain dari Raksasa Kulit Baja ini tertawa-tawa. Dibiarkan saja hujan senjata menghantam tubuhnya. Dan setiap senjata yang mengenai tubuh raksasa ini, selalu terpental balik.Sebaliknya, setiap Raksasa Kulit Baja ini melakukan serangan balasan, sudah dapat dipastikan ada satu tubuh yang tumbang. Beberapa di antaranya, dengan tulang tangan atau kaki patah. Malah ada pula yang menyemburkan darah dari mulut.S
Jejaka Emas mencondongkan tubuhnya ke kanan sehingga serangan itu lewat di depan dadanya. Dan cepat bagai kilat kaki kanannya terayun deras ke arah perut lawan.Dagh...! Tendangan cepat yang dilakukan Jejaka Emas tidak mampu dielakkan Raksasa Kulit Baja yang memiliki gerakan terlampau lambat. Dengan telak tendangan itu mengenai perutnya. Tapi lagi-lagi tendangan Jejaka Emas tidak menghasilkan apa-apa.Tubuh manusia raksasa itu hanya terhuyung dua langkah ke belakang. Kini ia kembali menerjang dengan serangan-serangan buas dan brutal. Sadarlah Jejaka kalau lawannya ini benar-benar memiliki kekebalan tubuh.Pemuda itu kini tidak ragu-ragu lagi untuk menyarangkan serangan pada sasaran-sasaran yang berbahaya dan bertenaga dalam penuh. Hanya saja, Jejaka Emas ini masih belum ingin menggunakan ilmu andalannya.Beberapa jurus telah berlalu. Dan entah sudah berapa kali serangan Jejaka Emas mendarat di berbagai bagian tubuh Raksasa Kulit Baja. Namun tak nampak tan
Seketika sepasang mata Jejaka Emas membelalak. “Ternyata manusia raksasa itu tidak terluka sama sekali! "Ilmu iblis!" Desah Jejaka, antara takjub dan ngeri."Ha ha ha...! Keluarkan semua ilmumu, Jejaka Emas!" Raksasa Kulit Baja tertawa pongah. "Sekarang kau baru tahu kehebatan ilmu 'Tameng Waja'ku! Kalau saja ilmu ini sudah kumiliki sejak dulu, mungkin akulah yang akan menjadi raja kaum sesat! Ha ha ha...!"Jejaka Emas menarik napas dalam-dalam. Dikumpulkannya segenap tenaganya. Kemudian..."Hiyaaa...!"Jejaka berteriak keras, kemudian mendorongkan kedua tangannya ke depan. 'Tenaga Inti Api'! kembali dikerahkan dengan tenaga yang lebih tinggi.Wuttt...! Angin panas berhembus keras menyambar tubuh Raksasa Kulit Baja yang tengah melangkah menghampirinya.Bresss...! Pukulan jarak jauh yang dilepaskan pemuda bermata biru itu telak menghantam dada saudara angkat Bajing Ireng.Akibatnya hebat sekali! Tubuh Raksasa Kulit Baja melayang
“Ha ha ha...!” Jejaka tertawa melihat hal itu. Jejaka memang tau kalau 'Tenaga Inti Api'!nya memang tidak berpengaruh pada lawannya, tapi tak mungkin tak berpengaruh pada pakaian yang dikenakan oleh lawannya. Hasilnya sosok si tinggi besar ini jadi telanjang bulat!."Keparat!" Raksasa Kulit Baja berteriak memaki."Kali ini kau mujur, Jejaka Emas! Tapi, jangan harap lain kali akan seberuntung ini!"Setelah berkata demikian, Raksasa Kulit Baja melesat kabur dari situ. Dia merasa malu melanjutkan pertarungan tanpa penutup tubuh. Jejaka masih tertawa terpingkal-pingkal melihat hal itu.-o0o-SIANG ini udara begitu panas. Matahari menyengat kulit sejuruh makhluk yang ada di permukaan maya-pada ini. Demikian pula dengan Jejaka. Pemuda itu tengah mempercepat langkahnya ketika beberapa tombak di depannya membentang sebuah sungai. Ingin rasanya segera mandi atau setidak-tidaknya membasuh muka untuk menyegarkan diri. Sekujur tubuhny
Pemuda bermata biru ini yakin, masih banyak lagi hal baru yang akan dijumpai dalam petualangannya. Ia memang belum berpengalaman, sehingga banyak hal yang tidak diketahuinya. Berbeda dengan Begawan Tapa Pamungkas, Kakeknya itu banyak pengalaman dalam dunia persilatan.Mungkin kalau Begawan Tapa Pamungkas yang menghadapi, Raksasa Kulit Baja belum tentu akan mampu menandingi.Jejaka terus menyusuri sepanjang sungai itu. Melihat betapa jernihnya air itu, maka dia berniat mandi untuk menyegarkan tubuh.Tentu saja untuk itu, harus dicari tempat yang tersembunyi sehingga tidak dapat dilihat orang. Hampir saja pemuda itu bersorak ketika melihat ada tempat tersembunyi, yang terletak di kelokan sungai.Rerimbunan semak dan pepohonan, rapat menutupinya. Bergegas Jejaka Emas menghampiri tempat itu. Ketika rerimbunan semak-semak dan pepohonan disibak, mendadak wajah Jejaka memerah.Ternyata di dalam sungai itu ada seorang wanita yang tengah mandi! Memang
Jejaka memasuki sebuah kedai dengan langkah lunglai. Memang, sejak pertemuannya dengan gadis yang ditemuinya di sungai, Jejaka jadi sering merasa lesu. Bahkan jadi sering melamun.Kadang-kadang tersenyum sendiri, bila teringat pada raut wajah gadis itu sewaktu dipergoki tengah mandi di sungai. Tapi di lain saat, wajah pemuda berambut keperakan ini menjadi murung, mengingat betapa gadis itu seperti jadi membencinya karena persoalan itu."Hhh...!" Desah Jejaka pelan.Pemuda itu menghenyakkan tubuhnya di salah satu kursi dalam kedai. Sering dicobanya untuk mengusir bayangan gadis itu dari pelupuk matanya, tapi tidak mampu. Selalu terbayang kembali di benaknya, senyum sinis gadis itu. Juga, keterkejutannya sewaktu dipergokinya tengah mandi. Apalagi sikapnya yang begitu dingin. Dan anehnya, semua tingkah laku itu di matanya sangat menarik."Mau pesan apa, Tuan?" Sebuah suara, pelan dan sopan menyadarkan Jejaka dari lamunan. Dengan suara agak gagap, disebutkan
Srattt! Dicabut pedangnya, dan ditodongkan ke dada Jejaka."Keluarkan senjatamu, Jejaka Emas! Atau kau lebih suka mati sia-sia di tanganku!" Teriak Larasati yang dijuluki Bidadari Penyebar Maut itu. Namun demikian, suaranya terdengar agak gemetar. Bukan karena perasaan marah, tapi karena harus berperang melawan perasaannya sendiri.Tak heran kalau dia mencabut pedang, karena untuk lebih menguatkan hatinya."Nini," Ucap Jejaka sambil menengadahkan kepala.Sesaat tak ada suara yang keluar dari mulut pemuda itu. Dia hanya menatap wajah cantik yang berdiri di depannya. Pandangan matanya sayu. Memang pemuda ini merasa terpukul melihat gadis yang dikagumi ini nampak membencinya. Dan sekarang bahkan memusuhinya."Bukankah telah kukatakan padamu, kalau peristiwa itu terjadi tidak sengaja. Aku....""Aku tidak meributkan masalah itu lagi!" Potong Larasati cepat. Wajahnya seketika menyemburat merah."Lalu masalah apa, Nini? Rasanya baru dua kali
Larasati menghela napas berat. Digertakkan giginya untuk lebih menguatkan hati."Bajing Ireng..."Pelan dan lambat-lambat gadis itu mengucapkan kata-katanya. Tapi, akibatnya tidak demikian bagi Jejaka."Apa?!"Jejaka terlonjak kaget. Bangku yang didudukinya hancur berantakan karena getaran tenaga dalam yang menghambur dari tubuhnya. "Siapa nama Ayahmu, Nini...?" Pemuda bermata biru ini mengulangi pertanyaannya dengan suara gemetar."Bajing Ireng!" Ulang Larasati. Kali ini suaranya lebih keras."Tidak mungkin!" Teriak Jejaka lantang. Benda-benda yang terletak di atas meja, bergetaran keras. Jelas, ini akibat pengaruh teriakan pemuda itu yang mengandung tenaga dalam dahsyat."Apanya yang tidak mungkin!"“Orang setengik Bajing Ireng memiliki anak secantik bidadari seperti nini” ucap Jejaka menggoda. Wajah Larasati tampak bersemu merah mendengar hal itu, bukannya marah, tapi ada perasaan bangga dihatinya mendengar ucapa