Plak…! Mereka berdiri di tempat, saling melepaskan kekuatan teanga dalam melalui telapak tangan yang diadukan. Tapi keduanya sama-sama tak ada ang terdorong mundur. Bahkan kedua telapak tangan yang saling beradu itu mengepulkan asap putih samar-samar. Tubuh mereka sama-sama mengeras hingga bergetar dari kaki sampai kepala.
Tiba-tiba, gerakan Pendekar Pedang Tanpa Tanding sangat tak diduga-duga. Kakinya berkelebat menendang lutut Jejaka.
Wuuttt…! Dees…!
“Uuhg…!” Jejaka mengaduh tertahan, ia jatuh berlutut, kekuatannya berkurang, dan tubuhnya terpental karena dorongan tenaga dalam lawan.
Wuuss…!
Bruusss…! Jejaka jatuh terpelanting dengan menyeringai. Jauhnya enam langkah dari tempatnya berdiri semula. Pendekar Pedang Tanpa Tanding melangkah cepat menghampirinya. Tapi Jejaka cepat bangkitkan badan dan siap menghadapi lawan. Di sisi lain, Layla baru saja membuka kedua tangannya yang tadi menutup waj
“Biadab!” geramnya dengan gigi menggeletuk dan tulang-tulang mengeras. “Hiaaat…!” Pedang di punggung tahu-tahu sudah tercabut. Gerakan mencabutnya tak sempat dilihat orang. Kini pedang itu digenggam dengan dua tangan. Teracung ke depan. Ia melangkah ke kiri, memutari Jejaka.“Hiaaahhh…!” teriaknya sambil berkelebat cepat sekali. Pedangnya ditebaskan ke sana-sini dan tak bisa dilihat gerakannya. Tapi Jejaka cepat-cepat jatuhkan diri dengan menggunakan gereakan jurus ‘Gerak Kilat Dewata’. Dalam sekejap saja ia sudah berada di tanah, sementara Kozoki Oden menebaskan pedangnya ke tempat berdirinya Jejaka tadi.Kaki Jejaka bergerak melebihi kecepatan angin. Ketika tubuhnya berguling masuk ke sela-sela kedua kaki lawan. Jejakapun segera menendang ke atas.Buuhg…! Tendangan itu tepat mengenai ‘jimat lelaki’ lawannya.“Oohg…!” Pendekar Pedang Tanpa Tanding mendelik
Para tokoh silat yang ada di situ tertegun bengong. Mereka terheran-heran melihat seorang pendekar muda tampan mampu kalahkan Kozoki Oden tanpa senjata. Maka berita itupun cepat menyebar ke mana-mana. Gelar pendekar sebagai Jejaka Emas telah berhasil direbut Jejaka. Rasa girangnya membuat Jejaka lupa pada Layla yang tertegun bengong memandangi kepergiannya dengan air mata keharuan berlinang di pipi. Entah haru atas kemenangan Jejaka, entah sedih karena Jejaka pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun.-o0o-Ayah...," Suara pelan mengandung isak terdengar memecah kesunyian pagi. Suara itu berasal dari sebuah mulut mungil berpakaian serba putih yang duduk bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah merah. Wajah sosok tubuh ramping ini tidak terlihat karena kepalanya tertunduk "Aku menyesal sekali, Ayah...,"Kembali suara mengandung isak itu terdengar. Menilik suaranya yang begitu menyayat, dapat diperkirakan kalau sosok tubuh ramping ini adalah seoran
"Nisanak...," Ucap salah seorang di antara mereka yang berkulit hitam dan berwajah penuh bercak-bercak putih. Lagaknya membuat Larasati merasa perutnya mual."Makan sendirian tidak enak. Lebih baik pindah ke meja kami, dan kita makan bersama-sama.""Benar, Nisanak," Sambut seorang lagi, yang bermulut lebar."Lalat-lalat kotor menyebalkan!" Ucap Larasati tak acuh. Tanpa mempedullkan mereka, gadis itu terus saja melanjutkan makannya. "Aku heran, kenapa di kedai sebersih ini masih ada dua ekor lalat busuk yang menjemukan?!""Keparat!" Teriak si muka hitam berang."Perempuan tak tahu diuntung! Berani benar kau menghina Sepasang Iblis Hitam?! Kau harus dihukum atas kekurangajaranmu itu! Kecuali kalau kau mau meminta maaf dan mencium kami masing-masing sepuluh kali.""Ya, betul," Sambut si mulut lebar.Sudah terbayang di benaknya betapa nikmat dicium gadis secantik wanita berpakaian serba putih ini. Sepasang mata Larasati mencorong mendenga
Si mulut lebar mengeluh tertahan. Pergelangan tangannya terasa lumpuh, sulit digerakkan lagi. Dan sebelum ia berbuat sesuatu, kapak itu kini sudah berpindah ke tangan Larasati.Begitu tangan gadis yang kini telah menggenggam kapak itu bergerak, si mulut lebar menjerit ngeri.Dadanya tertembus kapaknya sendiri.Beberapa saat lamanya tubuh salah satu dari Sepasang Iblis Hitam itu menggelepar-gelepar sebelum akhirnya tidak bergerak-gerak untuk selama-lamanya.Setelah menewaskan si mulut lebar, Larasati kembali duduk menghadapi mejanya. Sikapnya tak acuh, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Para pengunjung yang melihat keganasan gadis itu menjadi ngeri. Beberapa di antara mereka secara diam-diam meninggalkan kedai itu setelah membayar makanannya.Tentu saja Larasati mengetahuinya. Tapi, gadis itu tidak mempedulikan. Terus saja dilanjutkan makannya yang tertunda.Tak lama kemudian, Larasati menyelesaikan makannya. Diletakkan pembayar
"Begitu mudah dan enaknya ia menyebar maut di sini!""Tindakannya seperti Malaikat Pencabut Nyawa saja!" Orang pertama menyahuti lagi."Ah, tidak cocok dong!" Sergah yang lain."Mana ada malaikat wanita! Kalau menurutku, julukan yang pantas baginya adalah Bidadari Penyebar Maut!""Benar...!" Sahut salah seorang."Akur...!"Sejak peristiwa di kedai itu, tanpa sepengetahuan Larasati sendiri, ia telah dijuluki orang Bidadari Penyebar Maut. Dalam waktu sebentar saja, julukan itu telah menyebar ke seluruh pelosok desa. Bahkan sampai ke desa-desa sekitar. Bidadari Penyebar Maut, sebuah julukan bagi seorang gadis cantik yang berpakaian serba putih, tapi berhati kejam.-o0o-PERGURUAN HARIMAU SAKTI” Gumam Larasati sinis, membaca tulisan pada sebuah papan besar dan tebal yang tergantung di depan pintu gerbang sebuah bangunan besar yang dikelilingi tembok tinggi."Hup!"
Larasati menoleh ke arah asal suara itu. Nampak di depannya berdiri seorang pemuda gagah dengan kedua tangan bersedekap. Tatapan matanya penuh selidik. Tetapi, sepasang mata yang semula tajam itu mendadak lunak begitu melihat wajah Larasati."Eh! Nggg..., siapa Nini? Mengapa masuk secara gelap-gelapan?" Tanya pemuda itu gagap."Siapa pun aku, tidak perlu kau tahu. Yang jelas, kedatanganku ke sini adalah karena mempunyai keperluan yang sangat penting dengan gurumu!" Sahut Larasati sambil tersenyum sinis."Ahhh.... Ada keperluan apakah, sehingga Nini ingin bertemu guruku?""Aku ingin mengirimnya ke akherat!" Lantang dan tegas kata-kata Larasati."Apa?!" Sepasang mata pemuda itu terbelalak. Kini sikapnya seketika berubah kembali."Jangan harap mampu melakukannya sebelum melangkahi mayatku!""Hi hi hi...! Berapa sih, susahnya melangkahi mayatmu?!" Ejek Larasati tajam, setelah tawa mengikiknya selesai."Boleh kau coba!" Tantang pemu
Suara jerit kesakitan terdengar saling susul, ketika pukulan jarak jauh Larasati menghantam mereka. Tidak kurang dari lima orang terjengkang rubuh ke belakang dengan dada pecah! Satria dan Mega terkejut bukan main. Dalam segebrakan saja dapat diketahui kalau gadis berpakaian serba putih ini memiliki tenaga dalam tinggi.Tanpa ragu-ragu lagi, keduanya segera mencabut senjatanya dan menyerang secara berbareng."Hi hi hi...," Larasati tertawa mengikik."Keroyoklah aku, manusia-manusia pengecut! Tapi, kali ini jangan harap akan semujur dulu!"Berbareng dengan selesainya Larasati mengucapkan ancamannya, serangan dua batang pedang itu telah menyambar kembali. Tetapi, gadis itu hanya tersenyum sinis.Kemudian, tangannya yang telanjang segera memapak bacokan kedua pedang itu. Satria dan Mega kaget sekali.Apa yang diperbuat gadis berpakaian serba putih ini benar-benar membuat mereka terkejut. Menangkis serangan pedang dengan tangan telanjang, membut
Larasati memandangi hamparan mayat-mayat di sekelilingnya beberapa saat. Pandang matanya berhenti agak lama pada tubuh Satria dan Mega.Kepalanya pun kemudian menengadah."Ayah...," Desis gadis itu pelan tapi tajam."Lihat-lah! Telah kubalaskan dendammu. Telah kubunuh dua dari empat orang yang telah secara pengecut mengeroyokmu! Kini tinggal dua orang lagi, Ayah. Dan setelah itu tenanglah kau di alam sana!"Belum habis gema suaranya, Larasati sudah melesat dari situ. Tujuannya jelas, mencari pembunuh Bajing Ireng.Masih tinggal dua orang lagi yang dicarinya. Wulan, dan Begawan Tapa Pamungkas. Tanpa sepengetahuan Larasati, ada sepasang mata yang mengintai semua perbuatannya. Dan begitu dilihatnya gadis itu telah pergi, baru si pemilik sepasang mata itu berani keluar.Ditatapnya belasan sosok tubuh yang terkapar bergelimpangan disertai perasaan ngeri."Sungguh ganas dan kejam sekali, Bidadari Penyebar Maut itu...," Desahnya bergidik. Me