Share

Jebakan Istri Lugu
Jebakan Istri Lugu
Penulis: prasidafai

1. Terkurung

"Aku berjanji akan selalu ada di sampingmu."

Begitu janji Fara pada Shakir saat pernikahan mereka. Pria itu selalu tersenyum saat menatapnya. Matanya selalu berbinar setiap kali tatapan mereka bertemu.

"Aku tak akan melepaskan kamu, Shakir." Ucapan yang selalu Fara ulang-ulang setiap kali mereka berbicara. Fara meyakini ucapan yang ini akan dia tepati. Dia tidak boleh pergi sebelum mendapatkan sesuatu, bukan?

Sudah hampir satu tahun mereka bersama dan tinggal bersama kedua orangtua Shakir. Rumah mewah yang mempekerjakan banyak asisten rumah tangga ini menetapkan peraturan untuk setiap anggota keluarganya yaitu wajib makan malam bersama. Walaupun Shakir belum sampai di rumah dan mertuanya tidak menyukainya, Fara tetap harus hadir di meja makan.

"Kandungan kamu sudah berapa bulan, Fara?" tanya mertua laki-lakinya, Ryan.

Kini dia sedang ada di meja makan bersama kedua mertuanya tanpa kehadiran Shakir.

"Masuk sembilan bulan, Pa. Beberapa minggu lagi aku akan melahirkan."

"Shakir akan sibuk bulan ini. Kamu sebaiknya tidak merepotkan Shakir." Sarah, mama mertuanya buka suara.

"Oh ya betul. Minggu depan itu Shakir harus mulai proyek besar yang sudah deal dengan pemerintah. Apa kamu gak ada teman untuk mengantar kamu?" Ryan menimpali.

Sebenarnya, Fara bisa merasakan kasih sayang dari perhatian Ryan. Pria tua itu tidak pernah bermaksud untuk bersikap kasar. Dia hanya terlalu polos untuk menyadari bahwa istrinya tengah menghakimi menantunya.

"Aku melahirkan sendiri saja, gak apa-apa, Pa," ujarnya lemah sambil menunduk dan mengelus perutnya. Dia bisa merasakan sedikit pergerakan janinnya.

"Bagus deh," ucap Sarah dengan ketus.

Fara sedikit tersenyum. Walaupun dia tidak pernah mencintai Shakir, perlakuan Sarah selalu membuatnya tak berkutik.

Niko bilang, dia harus bersabar supaya misi mereka bisa berjalan lancar. Niko tengah berusaha membawa masuk investor utama untuk perusahaan Shakir. Niko berjanji pada Fara bahwa dia bisa pergi dari rumah ini bersama anaknya sebelum sang anak berusia satu tahun.

"Kamu mandiri sekali, Fara. Ayo silakan dimakan yang banyak. Kamu harus sehat buat anak kamu," puji Ryan dengan ramah.

"Seandainya saja kamu itu bukan anak yatim piatu dan bukan anak yang dibesarkan di panti asuhan, kamu pasti akan punya teman atau keluarga yang mau menemani kamu melahirkan," keluh Sarah sambil berpura-pura sibuk memilih lauk.

Fara tidak ingin mengingat masa kecilnya di panti asuhan. Namun, Sarah akan dengan senang hati membahas hal ini supaya Fara bisa selalu ingat dari mana dia berasal.

"Mama," panggil Shakir yang baru saja bergabung ke meja makan. "Jangan bicara seperti itu sama Fara. Dia istri aku, orang yang aku cinta."

Fara menatap Shakir. Pria berhidung mancung itu melempar senyum kepadanya.

"Makan, Shakir. Senyum gak akan bikin kamu kenyang," ucap Sarah.

"Sebentar, Ma. Aku masih rindu dengan istriku."

Shakir terus tersenyum kepada Fara. Wanita itu membalasnya dengan kikuk. Jika saja Fara menikah dengan Shakir karena cinta, dia akan sering meleleh karena Shakir adalah suami idaman yang bisa membela istri di depan ibunya.

"Makan, Sayang," bujuk Fara. "Kalau gak makan sekarang, kamu bisa sakit perut keesokan paginya."

"Kalau sakit perut, aku jadi bisa minum teh hangat buatan kamu, kan?"

"Ya ampun, Direkturku yang manja ini," ujar Fara sambil meremas kedua pipi suaminya dengan gemas.

Sarah berdeham tidak suka. Fara langsung menurunkan tangannya dari pipi Shakir.

"Aku harus memanfaatkan waktu sebelum waktumu dibagi dua antara aku dan dia," sahut Shakir sambil mengelus perut Fara. Tak mempedulikan tatapan sinis ibunya.

Ryan tiba-tiba tertawa di sela suapan makannya. Sarah mengernyit.

"Kamu itu persis banget sama Papa waktu kamu masih di perut Mama. Ketakutan Papa terbukti, setelah kamu lahir seluruh perhatian Mama tercurah ke kamu. Lihat saja sekarang, dari tadi mata Mama terus melihat ke arah kamu padahal anaknya sudah menikah dan sudah ada yang mengurusi," keluhnya dengan santai.

"Papa bicara apa? Udah, makan aja!" seru Sarah kesal yang justru membuat gelak tawa Ryan semakin besar.

Shakir mulai menyuap makanannya. Fara menuang es jeruk ke dalam gelas Shakir sambil terus tersenyum. Sesekali dia membantu menyingkirkan nasi yang menempel pada sudut bibir Shakir.

***

Berbeda dengan orang kebanyakan, Fara selalu menunggu hari Senin tiba. Hanya di hari itu, dia akan sendirian di rumah. Shakir bekerja dan kedua mertuanya pergi bermain golf.

Pada hari itu juga, dia akan pergi keluar rumah menggunakan taksi menuju rumah Niko. Dia tidak mungkin menggunakan sopir pribadi yang sudah disediakan oleh Shakir. Sopir itu akan melapor ke mana di pergi. Padahal tidak ada orang yang boleh mengetahui hubungannya dengan Niko.

Niko tinggal di sebuah apartemen mewah lantai 21. Saat pintu masuknya terbuka, Fara menemukan wajah Niko, Sella, dan Omar. Dia bergabung bersama mereka sambil mulai menyalakan sebatang rokok.

"Jangan merokok di sini, Ra!" maki Niko hampir berhasil merebut benda yang sudah mulai berasap itu di bibir Fara. Wanita berbadan dua itu tampak tidak cocok merokok, tetapi dia cukup lihai bermain dengan kepulan asap dan meniupkannya ke wajah Niko. Pria itu terbatuk.

"Lo diem aja, Nik! Lo gak tau rasanya mulut gue jadi asem karena nggak bisa ngerokok di rumah itu!" Fara balas memaki Niko yang akhirnya memilih menjauh.

Walaupun Niko adalah pemimpin dari kelompok ini, dia memang tidak merokok dan selalu terganggu pada asap rokok. Satu-satunya sisi negatif dari pria itu adalah kelicikannya. Fara belum pernah menemukan orang selicik Niko yang begitu niat mengatur rencana selama lima tahun untuk merebut perusahaan milik orang lain. Lebih tepatnya, Shakir.

"Kandungan lo gak berpengaruh? Kita butuh anak itu lahir," ucap Sella yang duduk di sebelahnya.

"Aman. Dia kuat."

Lalu, Fara menatap Omar lekat-lekat. Sejak tadi pria itu tidak bersuara dan sibuk mencoret-coret koran di hadapannya.

"Lo udah tau kan kalo Shakir gak boleh nemenin lo lahiran? Kita bikin jadwal sesar lo dan jadwal dia meeting dengan Omar bentrok." Niko menjelaskan.

"Udah. Lagian gue juga gak mau Shakir nemenin gue. Tapi gue belum bahas ini lagi sama dia," jawabnya sambil mengelus perutnya dan melirik Omar. Niko mengikuti arah pandang Fara.

"Lo harus bisa yakinin Shakir untuk melahirkan sendiri tanpa dia. Hari itu Shakir dan gue harus ketemu, Sella akan mengajak Bu Sarah ke salonnya, dan Bu Sarah pasti ngajak Pak Ryan." Omar bersuara.

Omar menatap manik mata cokelat Fara dengan datar. Dia sadar sejak tadi wanita itu menatapnya.

"Masalah Shakir bisa gue atur." Niko menimpali. Di PT Afnan Projects, dia adalah sekretaris sekaligus asisten pribadi Shakir. Tangan kanannya yang tidak setia.

"Shakir tetap butuh motivasi dari istrinya. Meyakinkan dia untuk fokus ke proyek." Omar tak mau kalah. Dia melirik Fara lagi.

Fara menyesap dalam batang nikotin yang tinggal setengah itu. Omar benar-benar membuatnya tidak mood.

"Gue tahu harus ngelakuin apa. Lo fokus aja bikin Shakir setuju sama proyek lo biar gue bisa cepat-cepat pergi dari rumah itu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status