Share

4. Attar

Attar Sulaiman Afnan adalah nama yang dipilih Fara untuk anaknya. Dia terpaksa menggunakan nama keluarga Shakir di belakang nama anaknya karena didesak oleh Ryan. Mertua laki-lakinya itu ingin nama belakangnya dijadikan nama keluarga keturunannya.

Sejak Attar selesai dibersihkan hingga Fara sudah masuk ke kamar inap untuk pemulihan, Shakir tidak bisa berhenti tersenyum. Matanya berbinar-binar memandangi wajah Attar. Sesekali dia juga berdebat dengan ayahnya yang sama-sama ingin menggendong Attar.

Namun, kehangatan di kamar itu tidak bisa membuat hati Sarah mencair. Wanita itu menggeleng setiap kali mendengar Ryan dan Shakir adu mulut. Dia duduk di sisi kiri Fara sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Shakir, Papa, biarkan Attar istirahat. Kalo kalian rebutin terus, dia gak bisa istirahat, lho," ujar Sarah.

Shakir dan Ryan saling menatap. Kemudian, Ryan segera menuruti ucapan istrinya. Dia menaruh Attar di boks bayi yang ada di sisi kanan ranjang Fara.

"Papa itu datang ke sini buat negur Shakir. Perusahaan kita bisa bangkrut kalo kamu gak bisa atur prioritas kamu, Shakir!"

"Ma, jangan di sini," pinta Ryan sambil menatap Attar yang masih tertidur pulas.

"Terus mau di mana, Pa? Papa ini selalu alasan cari waktu yang tepat buat ngobrol sama Shakir, tapi sampai sekarang belum ada hasil!"

"Ayo kita ngobrol di luar, Ma. Biar Fara dan Attar istirahat," pinta Shakir dengan lembut menawarkan tangannya untuk digandeng oleh sang ibu.

"Justru Fara harus dengar. Ini semua gara-gara dia, kamu jadi gagal ketemu dengan Pak Omar Harris. Kesempatan langka yang gak akan kamu dapetin untuk kedua kali," bantah arah dengan mata yang semakin melebar.

"Salah Fara apa, Ma? Dia hanya melahirkan. Mama kan tahu hari melahirkan itu memang gak bisa diprediksi. Lagipula sudah kejadian, lebih baik fokus untuk cari solusinya." Ryan menenangkan istrinya.

Fara menunduk sambil berpura-pura bersedih. Sebenarnya, dia sangat ingin membalas semua perkataan Sarah yang menyalahkannya. Namun, dia tidak bisa melakukan itu. Jadi, dia menahan keinginannya untuk membalas dendam sambil meremas ujung selimutnya dengan kuat.

Shakir menghela napas melihat istrinya tertunduk. Dia sudah berusaha menjelaskan berkali-kali pada ibunya supaya tidak menyakiti wanita yang dia cintai. Namun, Sarah tidak pernah mendengarkan permintaannya.

"Dengar, Shakir," panggil Ryan dengan suara dalam. Suara yang hanya dia gunakan ketika sedang berbicara dengan serius. "Sejujurnya Papa memang kecewa kamu melepaskan Pak Omar. Tapi Papa juga bangga lihat kamu bertanggungjawab pada keselamatan istri dan anak kamu. Sekarang kita fokus cari solusinya. Bicarakan dengan manajemen langkah apa yang sebaiknya kalian ambil supaya kerugian perusahaan nggak membengkak."

"Siap, Pa. Terima kasih karena Papa masih percaya sama aku."

Ryan tersenyum sambil menepuk bahu anak semata wayangnya. Shakir mendekati istrinya dan mengelus punggungnya.

"Nggak apa-apa, Sayang," ucapnya sambil mengatur rambut istrinya ke belakang telinga.

Pada saat itu, pintu kamar Fara dibuka oleh seseorang dari luar. Semua mata menatap ke arah itu sampai sosok yang mengetuknya muncul di hadapan mereka.

"Selamat siang," sapa wanita itu sambil sedikit membungkuk kepada Ryan dan Sarah. "Rupanya sedang ada kumpul keluarga di sini."

"Hai, Tante Sella. Tolong ajak Mama pergi. Mama butuh refreshing di salon," pinta Shakir.

Itu Sella yang Fara kenal. Dia menggunakan blouse cokelat dan rok span putih. Rambutnya disanggul rapi ke belakang. Penampilan yang bertolak belakang dari pribadi Sella yang sesungguhnya.

"Rencana saya memang begitu, Mas Shakir. Selain itu, saya juga perlu menyampaikan sukacita pada Mbak Fara."

Sella beralih menatap Fara yang sedang setengah tiduran di tempat tidurnya. "Selamat atas kelahirannya, Mbak Fara. Saya akan kirim hadiahnya ke alamat rumah ya."

"Terima kasih, Tante Sella."

Sella memberikan senyuman terlebarnya. Lalu, dia beralih pada Sarah. "Kita bisa berangkat sekarang, Bu Sarah?"

"Sudah, ayo."

Ryan dengan sigap menggandeng istrinya yang sejak tadi sepertinya sudah siap untuk pergi sewaktu-waktu. Sella mengambil peran untuk memimpin pasangan suami istri konglomerat ini berjalan.

"Oh ya, Shakir. Sebelum itu..." ucap Sarah menghentikan langkahnya tepat di depan Shakir dan membelakangi Fara. "Sejujurnya, Attar gak mirip sama kamu. Mama akan daftarkan kalian untuk tes DNA dan Mama gak nerima bantahan apa pun."

Pernyataan itu tentu saja membuat semua orang yang ada di ruangan ini terkejut. Termasuk Ryan, orang yang sebenarnya paling santai.

"Tes DNA?" tanya Ryan memastikan.

Namun, daripada Ryan, hati Fara dan Sella yang sebenarnya terasa jauh lebih terkejut. Tanpa perlu melakukan tes DNA, mereka sudah tahu hasilnya seperti apa. Attar memang bukan anak kandung Shakir.

"Attar mirip aku, Ma," ujar Shakir setengah merengek. "Masa Mama gak bisa lihat? Dia juga mirip Fara. Wajahnya campuran antara aku dan Fara."

"Ah, kalo kata orang, anak akan mirip dengan wajah orangtua yang lebih menyayanginya," ujar Sella berusaha mengubah pemikiran Sarah.

"Wah, Tante Sella, aku sayang sama Attar, kok," sahut Shakir tidak terima.

Hal itu membuat Fara tersenyum. Pria itu selalu berpikir positif tentang dirinya. Namun, di sisi lain dia juga semakin merasa bersalah pada Shakir.

"Ya, menurut Papa, Shakir benar. Tapi gak ada salahnya nurutin permintaan Mama. Kamu hak rugi apa pun," ujar Ryan pada Shakir. "Iya, kan, Ra?" tanyanya beralih kepada Fara.

Fara menelan ludah sambil mengangkat kedua alisnya. Sedetik kemudian, dia sadar kalau dia harus menjawab. Dia mengangguk pasrah sambil sedikit tersenyum. "Iya, Pa."

"Nah, beres, kan? Ayo, Ma, kamu ke salon aja. Kayaknya kamu kepanasan di sini."

Sella tersenyum lebar. Dia benar-benar ingin segera menyeret Sarah pergi dari sini sebelum wanita itu mendapatkan ide lain yang bisa membongkar identitas Fara.

"Mari," ajaknya mempersilakan.

Sella mengantar Sarah dan Ryan sampai ke mobilnya. Setelah mobil pasangan itu menjauh, Sella mencari ponselnya dan segera menghubungi seseorang.

"Ya?" sahut seorang pria di seberang telepon.

"Ada sedikit masalah,"

"Masalah kita itu banyak, Sel. Gara-gara Fara semuanya jadi hancur berantakan. Ada apa lagi sekarang?"

"Bu Sarah akan melakukan DNA untuk Attar."

"Attar? Siapa? Apa hubungannya sama rencana kita?"

Sella berdecak sebal. "Anak lo! Anak lo namanya Attar. Parah ya lo! Walaupun lo dan Fara melakukannya dengan terpaksa untuk rencana kita, bukan berarti lo bisa lupa sama darah daging sendiri!"

"Oh oke. Lo gak bisa cegah itu?"

"Gak bisa, Bu Sarah didukung Pak Ryan. Jadi lo hubungin deh kenalan lo dan selametin rencana kita. Jangan lupa, kabarin Niko juga."

Sella menyelesaikan panggilan teleponnya setelah Omar mengiakan permintaannya. Dengan perasaan yang dongkol, dia berjalan ke mobilnya untuk menyusul Sarah dan Ryan yang sedang menuju salonnya. Walaupun hatinya masih belum tenang, setidaknya dia tahu jika Omar dan Niko akan bergerak untuk menyelamatkan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status