Share

5. Salah

Attar tidur dengan tenang setelah perut kecilnya penuh. Fara menimang Attar dalam gendongannya sambil bersenandung pelan. Sementara Shakir terus menatap pintu di hadapannya.

Hasil tes DNA akan keluar pagi ini. Shakir menyempatkan diri untuk melihat hasilnya di laboratorium RS. Niko, Sarah, Ryan, dan Sella juga ada di sini.

Selain Niko yang bekerja di perusahaan Shakir, Sella juga memiliki hubungan yang spesial dengan Sarah. Pelanggan salon Sella adalah sosialita kelas atas. Tujuan mereka pergi ke salon bukan hanya untuk mempercantik diri, tapi juga membangun hubungan dengan wanita kaya lainnya.

Sella banyak mendapatkan info-info bermanfaat dari para wanita kaya yang hobi bergosip saat melakukan perawatan. Dari sanalah dia tahu bagaimana cara mendekati keluarga Shakir. Jika ingin merebut harta keluarga ini, Niko berpendapat bahwa mereka harus menyerang dari dalam.

Beberapa menit kemudian, pintu itu terbuka. Seorang petugas lab yang memegang amplop berdiri di sana. Shakir otomatis berdiri dan mendekat.

"Keluarga Attar Sulaiman Afnan?" tanya petugas lab laki-laki itu.

"Iya, saya," jawab Shakir bersemangat.

"Ini hasil tes DNA-nya. Mari masuk, Pak, dokter yang akan membacakan hasilnya."

Shakir mengangguk. Dia sempat menoleh kepada Fara sambil tersenyum sebelum akhirnya menghilang ke balik pintu.

Sarah menegakkan punggungnya, dia tegang sekaligus percaya diri dengan intuisinya. Walaupun usia Shakir sudah menginjak 27 tahun, dia masih ingat bagaimana wajah anaknya ketika baru lahir dan Attar tidak mirip dengan anaknya.

Ryan terlihat lebih santai dan fokus pada layar ponselnya. Walaupun sudah menyerahkan urusan perusahan ke Shakir, dia masih sering menonton berita ekonomi dan bisnis. Menurutnya, hanya dengan cara inilah dia bisa berkomunikasi dengan Shakir.

Niko berdiri tegap di dekat Ryan. Dia lebih terlihat seperti bodyguard daripada seorang asisten direktur utama. Bahunya lebar, lengannya kuat, dan perutnya rata. Jika tidak ada kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya dan rambutnya lebih tertata, pria itu pasti akan memakan banyak korban wanita.

Sementara Sella tidak bisa mengontrol kecemasannya. Dia mondar-mandir di depan pintu lab. Dia sudah melaporkan hal ini kepada Omar. Namun, tetap saja dia cemas. Dia sudah menganggap Fara sebagai adiknya dan dia tidak ingin Fara jatuh saat ini.

Fara pun tidak bisa berhenti mengerutkan dahinya. Semalam dia hanya sempat tidur selama dua jam. Attar rewel karena sering haus. Area matanya menghitam dan bahkan dia sudah tidak keramas empat hari.

Fara tidak ingin memberikan Attar kepada pengasuhnya selama dia masih mampu. Dia juga merasa tidak pantas mendapatkan fasilitas pengasuh dari suami yang akan dia khianati.

Pintu terbuka lagi dan Shakir muncul. Wajahnya berseri-seri dan senyumnya terus mengembang. Tanpa sadar, senyum itu menular pada Fara.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Ryan sambil menyimpan ponsel ke dalam sakunya.

"Apa kata dokter?" Kali ini pertanyaan dari Sarah.

Sella sudah berhasil menghentikan langkahnya. Namun, kini dia terpaku di tempatnya.

"Attar anak aku dan Fara, Ma, Pa. DNA kami cocok," jawab Shakir dengan bangga.

Setelah itu dia mengalihkan fokusnya pada Fara dan Attar. Pria itu memeluk istrinya dengan hati-hati supaya Attar tidak terbangun.

"Maaf ya," bisik Shakir pada Fara. Fara menaikkan kedua alisnya. Kata-kata itu harusnya dia yang ucapkan. "Maafin Mama juga."

Fara mulai berkaca-kaca tanpa dia kehendaki. Bukan keraguan Sarah yang ia tangisi. Dia memang pantas diragukan. Namun, kebaikan dan ketulusan Shakir ini yang membuatnya sedih. Dia tidak pantas menerima permintaan maaf dari pria penuh kasih sayang ini.

Sella merasa sangat lega. Dia melirik Niko yang tengah tersenyum bangga. Pria itu mengedipkan salah satu mata kepadanya. Sella hanya menggeleng dan menahan diri untuk berdecak.

***

Hari ini adalah hari pertama Fara bergabung lagi dengan Niko, Sella, dan Omar setelah melahirkan. Dengan setengah hati, dia menitipkan Attar kepada salah satu asistennya di rumah. Sarah tidak akan mau repot-repot dititipkan Attar sekalipun hasil tes DNA menunjukkan bahwa Attar cucunya.

Dia membuka kotak tembakau gulung dan mengambil satu batang, lalu menyalakannya. Menyesapnya dalam-dalam seolah sudah memendam rindu begitu lama. Sudah dua minggu dia tidak bisa seperti ini karena Attar tidak pernah bisa lepas darinya.

Tadi saja, Attar merengek dan menangis saat dia pergi. Bayi itu seperti tahu kalau ibunya akan berbuat hal yang tidak terpuji.

"Gara-gara lo rencana kita berantakan, Ra!" seru Niko sambil berkacak pinggang di depannya. Wajahnya memerah.

"Gue kan gak tahu kalo Attar bakal kasih sinyal H-1 sebelum jadwal operasi dan dia baru lahir keesokan harinya!" Fara tidak mau kalah.

"Harusnya lo bisa bujuk Shakir itu buat ketemu gue. Dia itu cuma dengerin lo. Mungkin waktu itu lo bersikap manja ke dia, makanya dia gak bisa ninggalin lo," tambah Omar.

"Nah benar kata Omar. Lo gak bisa begini, Ra. Kita udah siapin hari itu bertahun-tahun dan gagal cuma karena lo melahirkan di waktu yang gak tepat." Niko menguatkan pendapat Omar.

Ada rasa nyeri yang menjalar ke dalam hatinya mendapati kedua pria ini memojokkannya. Dia berusaha menahan air matanya yang hampir tumpah. Semenjak melahirkan, dia jadi lebih sensitif dan dia benci itu.

"Yang nyuruh gue hamil siapa?" tanyanya sambil mengacungkan nikotin yang masih menyala ke depan wajah Niko. Air matanya mulai menetes. "Merendahkan diri gue sendiri di depan cowok kayak Omar buat pura-pura hamil anak Shakir. Lo pikir siapa yang maksa gue buat melakukan hal tercela kayak gitu? Lo!" seru Fara.

Sella mendekat dan melerai mereka. Dia tidak mau Fara dengan gegabah menyundut barang itu pada Niko. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika itu terjadi.

"Kali ini lo keterlaluan, Nik. Kapan bayi akan lahir itu memang gak akan bisa dikontrol siapa pun, termasuk ibunya," ujar Sella membela Fara.

Niko mengembuskan napas kasar. Dia masih ingin memarahi Fara. Namun, dia juga sadar apa yang dikatakan Sella adalah fakta.

Fara buru-buru mengusap air matanya. Lalu, dia menyesap tembakau gulungnya lagi dalam-dalam.

"Kenapa lo bilang itu merendahkan diri lo, Fara? Itu hadiah dari gue buat lo karena udah bantu gue semasa kuliah," ujar Omar dengan santai dan percaya diri.

Fara mengernyit mendengar hal itu. Tanpa berpikir panjang, dia melemparkan sisa nikotinnya pada Omar. Dengan gesit, pria itu dapat menghindar.

Omar tertawa saat melihat Sella panik mengambil nikotin Fara yang terjatuh. Dia segera membuang barang itu ke tempat sampah terdekat.

"Udah! Udah! Gue di sini bukan buat jadi pengasuh kalian. Ayo, sekarang mulai bahas apa rencana kita selanjutnya?" tanya Sella kesal.

Saat Niko akhirnya bangkit dan berjalan ke tengah ruangan, Fara duduk kembali di kursinya sambil terus menatap tajam Omar yang tengah menyandarkan dagu di tangannya. Sella mengelus punggung tangan Fara dan menenangkannya.

Omar benar-benar tidak punya hati. Dia bahkan tidak bertanya tentang Attar. Sekalipun mereka melakukannya untuk rencana mereka, bukankah manusia yang masih punya hati akan tergerak untuk menanyakan keadaan anaknya jika ada di posisi Omar? Fara tidak ingat sejak kapan Omar berubah menjadi sosok yang bengis ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status