Louis terkekeh gemas. Sekar mengikuti istrinya memanggil laptopnya sebagai selingkuhan Louis.
Paman GulaPadahal paman kangen tau ghibah sama kamu. Tadi di bawah gak bebas, keluarga Dewo menyebalkan. Sok akrab sama paman.Sekar terkekeh. Dia berbalik telentang di atas kasurnya sambil membalas chat Louis.Sekar CantikPaman sih ngasih oleh-olehnya cuma buat Sekar. Mahal pulak. Kan mereka iri 🤣🤣Paman GulaSengaja🤣🤣Sekar CantikAstaga paman. Tapi Sekar suka kok🤣🤣Tok tok tokPintu kamar Sekar diketuk. Lalu Louis masuk setelah mendapat izin Sekar.Louis masuk dengan laptop dan kopi hitamnya. Dia ikut bergabung di atas kasur.Sekar menatapnya sinis. Percuma pamannya di sini kalau tetap sibuk dengan laptopnya."Sini nyender sama paman." Louis terkekeh dan menarik Sekar untuk bersandar di pundaknya. Sekarang Sekar bisa melihat apa yang dikerjakan Louis di laptopnya."KShaka mengangkat bahu acuh. Tapi sudut bibirnya berkedut. "Gatau. Tapi kantinnya emang udah pindah."Sekar mengernyitkan bingung. Dia tidak berontak lagi. Dia mengikuti ke mana Shaka menggandengnya.Tapi semakin lama arah yang mereka lewati semakin mirip dengan arah kantin yang lama. Apalagi saat mereka benar-benar memasuki kantin. Posisinya benar-benar tidak bergeser seinchi pun. Wajah Sekar sudah sangat masam.Shaka terkekeh. Dia telah diam-diam memperhatikan raut wajah Sekar sejak dia menggandengnya dari kelas. Dia menahan gemas sepanjang jalan."Polos banget sih." Shaka mengacak rambut Sekar dengan gemas.Sekar yang malu langsung berlari saat menemukan meja di mana Bella menunggunya dengan sahabat-sahabat Shaka."Lo kok ninggalin gue!" Sekar memeluk bahu Bella. Dia menyembunyikan wajahnya di sana. Rasanya dia ingin menangis saja.Dia malu karena mau-mau saja dibohongi Shaka. Apalagi barusan Shaka mencubit pipinya di
Sekar menggeleng dan kemudian tersenyum miris. "Ibu gue gak pernah dimakamin. Jasadnya belum ketemu sampai sekarang."Shaka lagi-lagi terdiam. Tangannya mengepal tanpa sadar. Betapa ba-jingannya dia kemarin telah mengatai orang tua Sekar. "Bukan hal mudah buat gue ngungkit tentang ibu lagi. Gue udah maafin lo. Gue harap ini terakhir kali lo bahas ibu gue.""Dan gak usah natap kasihan gue kayak gitu. Gue gak butuh dikasihani!" tandasnya. Shaka yang dari tadi menatap gadis itu mau tidak mau mengalihkan pandangannya. Mendadak dia tidak tau apa yang harus dikatakan. °°°Sekar menatap gugusan bintang di atas sana dari balkon apartemennya. Sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya yang lentik. Sekar menyesap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke udara. Dia memperhatikan kepulan asap itu yang perlahan menghilang menyatu bersama udara yang dingin. Sekar terkekeh pedih. "Pasti enak kalo hidup jadi asap. Ringan. Ringkas
"Ke mana?" Sekar mengernyitkan dahi. Shaka tidak menjawab. Dia langsung menarik Sekar memasuki gedung sekolah mereka. Melewati sepanjang koridor dan anak tangga hingga sampai ke tempat tujuan."Lo ngajak gue ke sini?" Sekar ragu sejenak saat Shaka menariknya menuju satu-satunya ruangan di rooftop itu yang katanya tempat terlarang di SMA Garuda, markas geng Garuda. Kata Bella tidak ada yang diizinkan ke sana selain anggota geng mereka sendiri."Kenapa? Ini markas anak Garuda. Tenang, mereka semua baik, kok."Sekar menggeleng. "Gue balik aja.""Kar... Kar," Shaka menahan tangan Sekar. "Kenapa? Gue mau ngenalin lo sama anak-anak Garuda di sini." Biar mereka tau calon ibu negara."Gue rasa gak etis kalau gue masuk ke sana. Itu kan ruangan khusus anak geng lo. Gue balik aja." Sekar berbalik."Yaudah kita duduk di sana aja, ya." Shaka kemudian mengajaknya ke kursi yang ada di dekat pagar pembatas. Lagi pula masih banyak waktu
"Sampai lo nyerah sendiri." Sekar menjulurkan lidahnya.Shaka menyentil dahi Sekar. "Yakin banget kalau gue yang bakal nyerah.""Iyalah. Cowok kayak lo gak mungkin bisa hidup lama tanpa cewek." Sekar menjulurkan lidahnya lagi."Gak lah, ini lagi usaha, kok. Buat seumur hidup yang satu ini, teteh doain abdi, ya.""Hahaha." Sekar terbahak mendengar logat sunda Shaka. Sekali lagi Shaka terpesona dengan Sekar yang tertawa di depannya. °°°"Masih kuyu matanya. Tadi malam begadang lagi?" Shaka menyentuh bawah mata Sekar yang seperti mata panda. Mereka sedang duduk berdua di taman samping."Matanya gak mau tidur." Sekar membuang muka. Hatinya ketar-ketir karena ditatap Shaka dengan tatapan lembutnya yang memabukkan. Shaka ganteng banget. Raung hati Sekar."Kar, satu yang perlu kamu tau, aku akan selalu ada buat kamu kapan pun kamu mau cerita, hmm..." ucap Shaka dengan lembut. "I-iya."Bang Kay, hati
Sekar tersenyum haru. Setiap kali dia dan Kayden berkunjung, Sekar sebenarnya sering memergoki Farah yang diam-diam melirik ke jendela tempat Kayden mengintip dari luar. Pandangannya kadang kosong, terkadang penasaran atau kadang berubah sendu. Tapi tidak pernah lagi memandang dengan tajam atau panik seperti lima atau enam tahun lalu.Sekar mengangguk. Dia juga ikut menunjuk ke arah jendela. "Iya, abang Kayden yang suka liat bunda dari sana.""Mana Kayden? Kayden anak bunda.""Abang Kayden masih di sekolah." jawab Sekar. "Kayden pulang. Putri sudah pulang.""Belom, bunda. Putri masih kelas sepuluh, jadi pulangnya lebih awal. Abang Kayden kelas dua belas. Belum boleh pulang." Sekar dengan lembut memberi pengertian."Dua belas pulang. Belum pulang."Sekar tersenyum. "Iya, belum pulang.""Pulang belum?""Iya. Besok-besok Putri ajak abang Kayden, ya. Bunda mau ketemu abang?"Farah mengangguk riang
"Beneran Kay. Dokter lagi meriksa di dalam." ucap John lagi."Dia masih baik-baik aja tadi." Suara Kayden melemah."Tadi sebenarnya sebelum gue ngantar Sekar, gue udah tau dia sakit, tapi dia gak mau pas gue suruh istirahat lagi di dalam, dia maksa pengen balik." John merasa bersalah. "Seharusnya gue paksa aja biar dia istirahat lagi.""Gue ke sana." Lutut Kayden terasa lemas. Dia meminta diantar Petra ke rumah sakit karena tidak sanggup membawa motor lagi. Akhirnya mereka semua berangkat bersama menjenguk Sekar.°°°"Sekar," Kayden memanggil nama Sekar dengan lembut. Tubuhnya terbaring lemah di atas brankar dengan jarum infus di pergelangan tangannya. Keadaannya masih tidak sadarkan diri."Maafin abang." Kayden mengelus sisi wajah Sekar yang masih pucat. Bodohnya dia tidak menyadari adiknya sedang tidak baik-baik saja. Kakak macam apa dia."Kenapa gak bilang kalau lagi sakit?" Mata Kayden merah."Mananya yang s
Kayden memejamkan mata dengan ponsel Sekar di telinganya. Tangannya mengepal sempurna."Saya mau kamu melunasi tagihan perhiasan itu sekarang. Malam ini Ilen harus mengenakannya di depan teman-temannya. Kamu pasti sengaja, kan, menghindar biar gak keluar uang. Adek macam apa kamu yang pelit sama-""Anak lo masuk rumah sakit, bangsat!"Kayden mengumpat kemudian memutuskan panggilan itu. Nafasnya memburu. Kayden kemudian memoto tangan Sekar yang diinfus sebagai bukti untuk dikirim pada Dewo. Dia tidak ingin Dewo sialan itu menuduh Sekar berpura-pura sakit. Kayden tersenyum miris saat foto itu sudah terkirim dan sudah dibuka Dewo. Tapi tidak ada balasan apa-apa lagi dari Dewo. "Dia bahkan gak sama sekali nanya keadaan kamu." Kayden menatap sendu wajah Sekar."Kenapa anak sebaik kamu harus punya bapak bang-sat kayak tua bangka itu." tapi Kayden kemudian terkekeh. "Tapi kita senasib.""Kenapa lo gak mau sadar juga." Kayden
"Kagak jelas lo bedua. Mending lo pulang. Udah setengah sebelas malam." Zaki menepuk pundak Kayden, "mending lo aja yang pulang. Istirahat. Lo udah dua hari di sini. Malam ini biar gue sama John yang jagain Sekar."Kayden memandang Sekar yang tertidur damai di atas brankar. Hatinya kembali tenggelam. "Gue aja. Kalo pulang juga gue gak yakin bakal bisa tidur. Gue aja yang jaga dia." "Kalo gitu gue sama Zaki juga bakal nemenin lo di sini."Kayden menatap kesal keduanya. "Kalian pulang aja."John seolah tuli. Dia segera duduk di sofa dan menaikkan satu kakinya. Zaki melakukan hal yang sama. Mata Kayden berkedut sebal. "Pulang aja kata gue!" "Lah ngapa? Lo takut ketauan nangis tengah malam?" Kayden mendesis kemudian membuang muka. Zaki dan John sontak tertawa. "Anjir bener ternyata!" "Wah Sekar wajib tau nanti."Kayden semakin kesal dan langsung meraih kerah belakang dua orang itu.