"Ke mana?" Sekar mengernyitkan dahi.
Shaka tidak menjawab. Dia langsung menarik Sekar memasuki gedung sekolah mereka. Melewati sepanjang koridor dan anak tangga hingga sampai ke tempat tujuan."Lo ngajak gue ke sini?" Sekar ragu sejenak saat Shaka menariknya menuju satu-satunya ruangan di rooftop itu yang katanya tempat terlarang di SMA Garuda, markas geng Garuda. Kata Bella tidak ada yang diizinkan ke sana selain anggota geng mereka sendiri."Kenapa? Ini markas anak Garuda. Tenang, mereka semua baik, kok."Sekar menggeleng. "Gue balik aja.""Kar... Kar," Shaka menahan tangan Sekar. "Kenapa? Gue mau ngenalin lo sama anak-anak Garuda di sini." Biar mereka tau calon ibu negara."Gue rasa gak etis kalau gue masuk ke sana. Itu kan ruangan khusus anak geng lo. Gue balik aja." Sekar berbalik."Yaudah kita duduk di sana aja, ya." Shaka kemudian mengajaknya ke kursi yang ada di dekat pagar pembatas. Lagi pula masih banyak waktu"Sampai lo nyerah sendiri." Sekar menjulurkan lidahnya.Shaka menyentil dahi Sekar. "Yakin banget kalau gue yang bakal nyerah.""Iyalah. Cowok kayak lo gak mungkin bisa hidup lama tanpa cewek." Sekar menjulurkan lidahnya lagi."Gak lah, ini lagi usaha, kok. Buat seumur hidup yang satu ini, teteh doain abdi, ya.""Hahaha." Sekar terbahak mendengar logat sunda Shaka. Sekali lagi Shaka terpesona dengan Sekar yang tertawa di depannya. °°°"Masih kuyu matanya. Tadi malam begadang lagi?" Shaka menyentuh bawah mata Sekar yang seperti mata panda. Mereka sedang duduk berdua di taman samping."Matanya gak mau tidur." Sekar membuang muka. Hatinya ketar-ketir karena ditatap Shaka dengan tatapan lembutnya yang memabukkan. Shaka ganteng banget. Raung hati Sekar."Kar, satu yang perlu kamu tau, aku akan selalu ada buat kamu kapan pun kamu mau cerita, hmm..." ucap Shaka dengan lembut. "I-iya."Bang Kay, hati
Sekar tersenyum haru. Setiap kali dia dan Kayden berkunjung, Sekar sebenarnya sering memergoki Farah yang diam-diam melirik ke jendela tempat Kayden mengintip dari luar. Pandangannya kadang kosong, terkadang penasaran atau kadang berubah sendu. Tapi tidak pernah lagi memandang dengan tajam atau panik seperti lima atau enam tahun lalu.Sekar mengangguk. Dia juga ikut menunjuk ke arah jendela. "Iya, abang Kayden yang suka liat bunda dari sana.""Mana Kayden? Kayden anak bunda.""Abang Kayden masih di sekolah." jawab Sekar. "Kayden pulang. Putri sudah pulang.""Belom, bunda. Putri masih kelas sepuluh, jadi pulangnya lebih awal. Abang Kayden kelas dua belas. Belum boleh pulang." Sekar dengan lembut memberi pengertian."Dua belas pulang. Belum pulang."Sekar tersenyum. "Iya, belum pulang.""Pulang belum?""Iya. Besok-besok Putri ajak abang Kayden, ya. Bunda mau ketemu abang?"Farah mengangguk riang
"Beneran Kay. Dokter lagi meriksa di dalam." ucap John lagi."Dia masih baik-baik aja tadi." Suara Kayden melemah."Tadi sebenarnya sebelum gue ngantar Sekar, gue udah tau dia sakit, tapi dia gak mau pas gue suruh istirahat lagi di dalam, dia maksa pengen balik." John merasa bersalah. "Seharusnya gue paksa aja biar dia istirahat lagi.""Gue ke sana." Lutut Kayden terasa lemas. Dia meminta diantar Petra ke rumah sakit karena tidak sanggup membawa motor lagi. Akhirnya mereka semua berangkat bersama menjenguk Sekar.°°°"Sekar," Kayden memanggil nama Sekar dengan lembut. Tubuhnya terbaring lemah di atas brankar dengan jarum infus di pergelangan tangannya. Keadaannya masih tidak sadarkan diri."Maafin abang." Kayden mengelus sisi wajah Sekar yang masih pucat. Bodohnya dia tidak menyadari adiknya sedang tidak baik-baik saja. Kakak macam apa dia."Kenapa gak bilang kalau lagi sakit?" Mata Kayden merah."Mananya yang s
Kayden memejamkan mata dengan ponsel Sekar di telinganya. Tangannya mengepal sempurna."Saya mau kamu melunasi tagihan perhiasan itu sekarang. Malam ini Ilen harus mengenakannya di depan teman-temannya. Kamu pasti sengaja, kan, menghindar biar gak keluar uang. Adek macam apa kamu yang pelit sama-""Anak lo masuk rumah sakit, bangsat!"Kayden mengumpat kemudian memutuskan panggilan itu. Nafasnya memburu. Kayden kemudian memoto tangan Sekar yang diinfus sebagai bukti untuk dikirim pada Dewo. Dia tidak ingin Dewo sialan itu menuduh Sekar berpura-pura sakit. Kayden tersenyum miris saat foto itu sudah terkirim dan sudah dibuka Dewo. Tapi tidak ada balasan apa-apa lagi dari Dewo. "Dia bahkan gak sama sekali nanya keadaan kamu." Kayden menatap sendu wajah Sekar."Kenapa anak sebaik kamu harus punya bapak bang-sat kayak tua bangka itu." tapi Kayden kemudian terkekeh. "Tapi kita senasib.""Kenapa lo gak mau sadar juga." Kayden
"Kagak jelas lo bedua. Mending lo pulang. Udah setengah sebelas malam." Zaki menepuk pundak Kayden, "mending lo aja yang pulang. Istirahat. Lo udah dua hari di sini. Malam ini biar gue sama John yang jagain Sekar."Kayden memandang Sekar yang tertidur damai di atas brankar. Hatinya kembali tenggelam. "Gue aja. Kalo pulang juga gue gak yakin bakal bisa tidur. Gue aja yang jaga dia." "Kalo gitu gue sama Zaki juga bakal nemenin lo di sini."Kayden menatap kesal keduanya. "Kalian pulang aja."John seolah tuli. Dia segera duduk di sofa dan menaikkan satu kakinya. Zaki melakukan hal yang sama. Mata Kayden berkedut sebal. "Pulang aja kata gue!" "Lah ngapa? Lo takut ketauan nangis tengah malam?" Kayden mendesis kemudian membuang muka. Zaki dan John sontak tertawa. "Anjir bener ternyata!" "Wah Sekar wajib tau nanti."Kayden semakin kesal dan langsung meraih kerah belakang dua orang itu.
Sekar terdiam. Apa tadi dia sudah keterlaluan pada Kayden?"Hooh, Kar. Gue tau kemaren Kayden emang keterlaluan marahin lo sampe segitunya. Tapi dia begitu kan juga demi kebaikan lo, Kar. Dia gak mau lo jadi kecanduan." Petra ikut mendekati mereka bertiga di brankar. Bintang dan Sean menyusul. Sekarang brankar Sekar dikelilingi lima cowok tampan itu."Iya, Kar. Lo gak tau gimana paniknya Kayden kemaren pas tiba-tiba John ngabarin lo udah ada di rumah sakit. Apalagi sebelumnya dia abis marahin lo. Dia ngerasa bersalah banget. Bahkan dia maksain diri buat jagain lo dari kemarin lusa sendirian. Padahal kita-kita udah nawarin buat gantian aja tapi dia gak mau."John melototi Petra."Udah, gak papa. Adek kecil jangan banyak mikir dulu. Gue yakin Kayden pasti ngerti, kok. Kita makan lagi, ya."John mengelus rambut Sekar. Dia tau gadis itu mulai merasa bersalah pada Kayden.°°°"Woy!"John menepuk pundak Kayden lumayan
"Gak bisa untuk sekarang."Hati Kayden terasa lega luar biasa. "Beneran, kan?"Sekar mengangguk. "Sekar tuh gak boleh ke mana-mana dulu kalo Bang Kay masih jomblo. Misi Sekar kan bikin Bang Kay jadian sama Kak Mela.""Mela siapa?" Kayden mengernyitkan dahi.Sekar tersenyum bodoh. "Gue belum tau jodoh Bang Kay siapa nanti, sementara gue kasih nama Kak Mela dulu.""Gemeshh banget sih." Kayden mengeratkan pelukannya."Gue tau alasan sebenernya, Kar." kata Kayden lagi. Dia menatap Sekar di pelukannya. "Ibu cuma punya gue, bang." Wajah Sekar berubah sendu. "Apalagi jasad ibu belum ditemukan sampai sekarang. Sekar... Sekar-" Sekar menggelengkan kepala. Seperti ada batu sangat besar yang menghimpit dadanya.Kayden meraup kedua sisi wajah Sekar dan memandang tepat di matanya. "Gue tau lo kuat, Kar. Lo cewek paling tangguh yang pernah gue kenal." "Gue gak mau kehilangan lo, bang. Jangan pernah tinggalin gue, y
Kayden duduk ke sisi brankar Sekar. "Abang tadi keluar nerima telpon sebentar. Kamu udah lama siuman?" Kayden mengusap lembut sisi wajah Sekar. Gadis ini sungguh jago sekali membuat orang lain khawatir. "Sekar sebelumnya pingsan?" Mata Sekar melotot dibuat-buat."Menurut kamu?" Kayden menatapnya sebal.Sekar terkekeh melihat muka sebal Kayden. Untung abangnya itu ganteng. Jadi mau tersenyum atau cemberut wajahnya akan terus enak dilihat. "Suka banget sih bikin abang khawatir." Kayden menangkap sisi kepalanya dan menciumi seluruh wajah Sekar sampai gadis itu kegelian."Abang bau jigong." Sekar terkikik sambil menghindari kecupan Kayden. "Jigong abang wangi, ya. Kayak parfum arab." Kayden semakin jadi menciumi wajahnya."Abang panggilin dokter dulu." Kayden melepaskan Sekar setelah puas balas dendam. Beberapa hari ini gadis itu selalu membuat hatinya khawatir. Sekar menahan tangan Kayden yang ingin menekan tom