Kayden memejamkan mata dengan ponsel Sekar di telinganya. Tangannya mengepal sempurna.
"Saya mau kamu melunasi tagihan perhiasan itu sekarang. Malam ini Ilen harus mengenakannya di depan teman-temannya. Kamu pasti sengaja, kan, menghindar biar gak keluar uang. Adek macam apa kamu yang pelit sama-""Anak lo masuk rumah sakit, bangsat!"Kayden mengumpat kemudian memutuskan panggilan itu. Nafasnya memburu.Kayden kemudian memoto tangan Sekar yang diinfus sebagai bukti untuk dikirim pada Dewo. Dia tidak ingin Dewo sialan itu menuduh Sekar berpura-pura sakit.Kayden tersenyum miris saat foto itu sudah terkirim dan sudah dibuka Dewo. Tapi tidak ada balasan apa-apa lagi dari Dewo. "Dia bahkan gak sama sekali nanya keadaan kamu." Kayden menatap sendu wajah Sekar."Kenapa anak sebaik kamu harus punya bapak bang-sat kayak tua bangka itu." tapi Kayden kemudian terkekeh. "Tapi kita senasib.""Kenapa lo gak mau sadar juga." Kayden"Kagak jelas lo bedua. Mending lo pulang. Udah setengah sebelas malam." Zaki menepuk pundak Kayden, "mending lo aja yang pulang. Istirahat. Lo udah dua hari di sini. Malam ini biar gue sama John yang jagain Sekar."Kayden memandang Sekar yang tertidur damai di atas brankar. Hatinya kembali tenggelam. "Gue aja. Kalo pulang juga gue gak yakin bakal bisa tidur. Gue aja yang jaga dia." "Kalo gitu gue sama Zaki juga bakal nemenin lo di sini."Kayden menatap kesal keduanya. "Kalian pulang aja."John seolah tuli. Dia segera duduk di sofa dan menaikkan satu kakinya. Zaki melakukan hal yang sama. Mata Kayden berkedut sebal. "Pulang aja kata gue!" "Lah ngapa? Lo takut ketauan nangis tengah malam?" Kayden mendesis kemudian membuang muka. Zaki dan John sontak tertawa. "Anjir bener ternyata!" "Wah Sekar wajib tau nanti."Kayden semakin kesal dan langsung meraih kerah belakang dua orang itu.
Sekar terdiam. Apa tadi dia sudah keterlaluan pada Kayden?"Hooh, Kar. Gue tau kemaren Kayden emang keterlaluan marahin lo sampe segitunya. Tapi dia begitu kan juga demi kebaikan lo, Kar. Dia gak mau lo jadi kecanduan." Petra ikut mendekati mereka bertiga di brankar. Bintang dan Sean menyusul. Sekarang brankar Sekar dikelilingi lima cowok tampan itu."Iya, Kar. Lo gak tau gimana paniknya Kayden kemaren pas tiba-tiba John ngabarin lo udah ada di rumah sakit. Apalagi sebelumnya dia abis marahin lo. Dia ngerasa bersalah banget. Bahkan dia maksain diri buat jagain lo dari kemarin lusa sendirian. Padahal kita-kita udah nawarin buat gantian aja tapi dia gak mau."John melototi Petra."Udah, gak papa. Adek kecil jangan banyak mikir dulu. Gue yakin Kayden pasti ngerti, kok. Kita makan lagi, ya."John mengelus rambut Sekar. Dia tau gadis itu mulai merasa bersalah pada Kayden.°°°"Woy!"John menepuk pundak Kayden lumayan
"Gak bisa untuk sekarang."Hati Kayden terasa lega luar biasa. "Beneran, kan?"Sekar mengangguk. "Sekar tuh gak boleh ke mana-mana dulu kalo Bang Kay masih jomblo. Misi Sekar kan bikin Bang Kay jadian sama Kak Mela.""Mela siapa?" Kayden mengernyitkan dahi.Sekar tersenyum bodoh. "Gue belum tau jodoh Bang Kay siapa nanti, sementara gue kasih nama Kak Mela dulu.""Gemeshh banget sih." Kayden mengeratkan pelukannya."Gue tau alasan sebenernya, Kar." kata Kayden lagi. Dia menatap Sekar di pelukannya. "Ibu cuma punya gue, bang." Wajah Sekar berubah sendu. "Apalagi jasad ibu belum ditemukan sampai sekarang. Sekar... Sekar-" Sekar menggelengkan kepala. Seperti ada batu sangat besar yang menghimpit dadanya.Kayden meraup kedua sisi wajah Sekar dan memandang tepat di matanya. "Gue tau lo kuat, Kar. Lo cewek paling tangguh yang pernah gue kenal." "Gue gak mau kehilangan lo, bang. Jangan pernah tinggalin gue, y
Kayden duduk ke sisi brankar Sekar. "Abang tadi keluar nerima telpon sebentar. Kamu udah lama siuman?" Kayden mengusap lembut sisi wajah Sekar. Gadis ini sungguh jago sekali membuat orang lain khawatir. "Sekar sebelumnya pingsan?" Mata Sekar melotot dibuat-buat."Menurut kamu?" Kayden menatapnya sebal.Sekar terkekeh melihat muka sebal Kayden. Untung abangnya itu ganteng. Jadi mau tersenyum atau cemberut wajahnya akan terus enak dilihat. "Suka banget sih bikin abang khawatir." Kayden menangkap sisi kepalanya dan menciumi seluruh wajah Sekar sampai gadis itu kegelian."Abang bau jigong." Sekar terkikik sambil menghindari kecupan Kayden. "Jigong abang wangi, ya. Kayak parfum arab." Kayden semakin jadi menciumi wajahnya."Abang panggilin dokter dulu." Kayden melepaskan Sekar setelah puas balas dendam. Beberapa hari ini gadis itu selalu membuat hatinya khawatir. Sekar menahan tangan Kayden yang ingin menekan tom
"Sepertinya bukan, tuan. Tidak terdapat luka di tubuh gadis itu." "Apa masih dirawat di rumah sakit?" Dimas meremas pulpen dalam genggamannya. "Saya pikir begitu, tuan. Wali kelas Kayden mengabari bahwa Kayden juga sudah empat hari tidak masuk." jawab Rendi. "Tapi nilainya masih sempurna, tuan. Dia juga selalu mengerjakan tugas dari guru." Rendi buru-buru menambahi."Selidiki tentang gadis itu. Aku ingin informasi lengkapnya besok pagi." Ucap Dimas. Rendi terdiam."Kau juga sudah menyelidikinya?" tanya Dimas jengkel. Dia tidak suka melihat Rendi yang berinisiatif sendiri. Dia merasa kesal tanpa alasan. Rasanya seperti seorang ayah yang kesal karena seseorang menyelidiki anak gadisnya diam-diam. Dia seperti merasa kecolongan. "Maafkan kelancangan saya, tuan. Saya hanya merasa perlu memastikan orang-orang di sekeliling tuan muda tidak akan mengancam keselamatannya." Rendi mencari pembelaan.Sebenarn
Oda berdecak. "Menyayangi apa! Bulan lalu saja ada lima perempuan yang mengaku-ngaku hamil anakmu dan membuat keributan di rumah daddy.""A-abang kan dua bulan di amerika, kok bisa tau?" Andrew melotot horror."Aku bahkan tau berapa uang yang sudah kamu keluarkan untuk mereka." Oda menatapnya malas."Mending lu tobat sekarang, Ndrew. Contoh nih bang Oda, dia pekerja keras. Gak suka main perempuan. Kagak cocok banget lu jadi adeknya. Gue curiga Andrew ini diadopsi, deh bang, pas masih kecil." Kata Kayden. Sekar di sampingnya menganggukkan kepala setuju.Andrew memandangi semua orang di ruangan itu dan memegang dada kirinya dramatis. "Kit ati gue."Sekar terkekeh melihat Andrew meniru kosakata darinya. "Yayang Andrew sini. Pasti banyak jajan!" Mata Sekar berbinar melihat ransel yang menggantung di bahu kiri cowok itu.Andrew tersenyum manis dan segera menghampiri brankar gadis itu. Andrew membongkar semua jenis jajan dari dalam tas
Oda hanya tersenyum saja."Abang kok gak pernah cerita kalau kenal Bagas?" Andrew juga kaget di belakang."Bang Bagas di mana sekarang, bang?" Tanya Kayden. Selama dia memiliki alamat Bagas, Kayden akan mengejarnya ke mana pun."Beberapa waktu lalu kami bertemu. Tunggu lah. Tidak akan lama lagi dia akan kembali.""Kayden hanya menghawatirkan Sekar, bang. Bisa saja Daniel mengalihkan dendam atas kematian adiknya pada Sekar. Padahal sudah banyak korban mereka. Dia seolah tidak pernah puas."Oda mengangguk. "Lingkaran setan ini memang harus diputuskan dan hanya Bagas yang bisa melakukannya.""Untuk Sekar kau tenang saja. Aku memiliki informan di Victorian itu. Takkan kubiarkan mereka menyentuh Sekar. Kau juga kan sudah jarang mengajak Sekar war sekarang. Lagipula gadis itu ilmu beladirinya tidaklah lemah. Jangan lupa om Louis juga menempatkan orang-orangnya untuk menjaga Sekar dua puluh empat jam. Gadis itu keamanannya berlapis."
"Kak Shaka... kak~" seru Bella. Gadis itu menolehkan wajahnya ke segala penjuru rumah. "Apa sih, dek? Kenapa teriak-teriak di dalam rumah?" Seorang wanita cantik keluar dari dapur dengan celemek melekat di dadanya. Dia mengangsurkan sepiring kecil bolu. "Cobain. Mama baru coba resep baru."Bella mengipas-ngipaskan mulutnya setelah menggigit bolu berwarna merah velvet itu. "Hahih hanhas."Wanita itu terkekeh, "mama lupa bilang. Gimana, enak?" Bella mengangguk. "Enak. Manis, tapi masih manisan mamakuh." Bella gelendotan di lengan wanita itu.Ratna mengacak poni anak gadisnya itu. "Tadi kenapa nyari-nyari kakakmu?"Bella menepuk dahi, "iya. Kakak mana, ma?""Di belakang lagi manjat pohon. Heran. Kenapa kakakmu suka banget nongkrong di pohon sekarang." Ratna menggelengkan kepalanya."Yaudah, adek cari kakak dulu. Penting." Bella kembali berlari.Di belokan dia hampir saja bertabrakan dengan seseorang untu
"Ternyata orang itu benar selingkuhan wanita itu. Mereka berhubungan sejak masih tinggal di desa." Oda menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke udara.Kayden berdecih melihat video rekaman di ruang hotel itu dan mencocokkan lagi dengan wajah laki-laki itu dengan selembar foto di tangannya dan selembar lainnya adalah foto Evelyn."Bukalah." Oda menunjuk berkas yang masih terbungkus rapi di atas meja."Bang Oda gak mau liat duluan?" Tanya Kayden. Tapi tangannya sudah membuka segel berkas itu.Oda terkekeh, "buat apa? Tanpa melihat pun aku sudah tau apa hasilnya."Oda memperhatikan raut wajah Kayden yang masam dan menaikkan sudut bibirnya dengan sinis. "Apa kataku." Katanya sambil tertawa."Seharusnya Kayden senang karena lampir itu terbukti bukan anak kandung om Dewo, tapi rasanya sakit liat Sekar selama ini diperlakukan gak adil sama om Dewo. Orang itu lebih mentingin ngebesarin anak yang ternyata bukan anak kandungnya
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar
Ricko menatapnya sebal. "Gue bakal coba. Tapi gue gak bisa maksa kalo dia gak mau ketemu sama lo." "Bilang aja gue adeknya Andrew." "Yaudah. Buruan kita ketemu Shaka. Makin lama makin marah dia ntar." Ricko berjalan paling duluan. Sekar buru-buru bangkit dan mengejar langkah Ricko. "Ko," panggilnya. "Hm," Ricko meliriknya jengah. "Ternyata seru juga ya temenan sama lo." Ricko berdecih. "Gak. Gak tertarik gue punya temen modelan lu." Ricko mempercepat langkah kakinya. "Heh mulut lu. Gini-gini gue banyak duitnya ya!" Sekar menyingsingkan lengan bajunya dan mengejar langkah Ricko. Ricko terkekeh, "percuma banyak duit tapi doyan gratisan." "Itu namanya tidak menolak rezeki, Iko~" "Eh?" Ricko menghentikan langkahnya. Dia menatap heran Sekar. Sekar menggaruk tengkuknya, "kata Gio itu nama lo jaman bocah." "Ya ta
Ricko terpaksa menyerahkan ponselnya. Dia berdoa semoga Sekar tidak menyebutkan nama Gio nanti. "Kok lama sih, Ko? Lo ke mana aja?" "..." Raut Shaka sudah sangat masam. Sekar mengabaikan telponnya dari kemarin, tapi malah beramah tamah dengan cowok lain. Apalagi suara Sekar terdengar ramah dan manja. Berbeda sekali jika sedang bersamanya yang selalu ketus. "Nanti pulang gue titip nasi padang ya, yang deket sekolah, pak-" "Kar, lo gak boleh selingkuh sama Ricko." "Anj-" Sekar melototkan matanya. Dia buru-buru memutus panggilannya. Gio terkekeh melihat wajah shock Sekar. "Ngapa lu?" "Shaka yang ngangkat. Untung gue gak ada nyebut nama lo." "Pasti dia lagi cemburu berat. Apalagi lo dari kemaren ngacangin dia." "Gue gak mau berurusan lagi sama mantan!" Sekar mengibaskan rambut dengan songongnya. *** "Kar," "Hmm" Sekar hanya berdehem. Dia masih sibuk mengunyah burger di tangannya. Akhirnya Ricko gagal membelikannya nasi padang. "Shaka minta lo balas chatnya." "Lo