"Gak bisa untuk sekarang."
Hati Kayden terasa lega luar biasa. "Beneran, kan?"Sekar mengangguk. "Sekar tuh gak boleh ke mana-mana dulu kalo Bang Kay masih jomblo. Misi Sekar kan bikin Bang Kay jadian sama Kak Mela.""Mela siapa?" Kayden mengernyitkan dahi.Sekar tersenyum bodoh. "Gue belum tau jodoh Bang Kay siapa nanti, sementara gue kasih nama Kak Mela dulu.""Gemeshh banget sih." Kayden mengeratkan pelukannya."Gue tau alasan sebenernya, Kar." kata Kayden lagi. Dia menatap Sekar di pelukannya."Ibu cuma punya gue, bang." Wajah Sekar berubah sendu. "Apalagi jasad ibu belum ditemukan sampai sekarang. Sekar... Sekar-" Sekar menggelengkan kepala. Seperti ada batu sangat besar yang menghimpit dadanya.Kayden meraup kedua sisi wajah Sekar dan memandang tepat di matanya. "Gue tau lo kuat, Kar. Lo cewek paling tangguh yang pernah gue kenal.""Gue gak mau kehilangan lo, bang. Jangan pernah tinggalin gue, yKayden duduk ke sisi brankar Sekar. "Abang tadi keluar nerima telpon sebentar. Kamu udah lama siuman?" Kayden mengusap lembut sisi wajah Sekar. Gadis ini sungguh jago sekali membuat orang lain khawatir. "Sekar sebelumnya pingsan?" Mata Sekar melotot dibuat-buat."Menurut kamu?" Kayden menatapnya sebal.Sekar terkekeh melihat muka sebal Kayden. Untung abangnya itu ganteng. Jadi mau tersenyum atau cemberut wajahnya akan terus enak dilihat. "Suka banget sih bikin abang khawatir." Kayden menangkap sisi kepalanya dan menciumi seluruh wajah Sekar sampai gadis itu kegelian."Abang bau jigong." Sekar terkikik sambil menghindari kecupan Kayden. "Jigong abang wangi, ya. Kayak parfum arab." Kayden semakin jadi menciumi wajahnya."Abang panggilin dokter dulu." Kayden melepaskan Sekar setelah puas balas dendam. Beberapa hari ini gadis itu selalu membuat hatinya khawatir. Sekar menahan tangan Kayden yang ingin menekan tom
"Sepertinya bukan, tuan. Tidak terdapat luka di tubuh gadis itu." "Apa masih dirawat di rumah sakit?" Dimas meremas pulpen dalam genggamannya. "Saya pikir begitu, tuan. Wali kelas Kayden mengabari bahwa Kayden juga sudah empat hari tidak masuk." jawab Rendi. "Tapi nilainya masih sempurna, tuan. Dia juga selalu mengerjakan tugas dari guru." Rendi buru-buru menambahi."Selidiki tentang gadis itu. Aku ingin informasi lengkapnya besok pagi." Ucap Dimas. Rendi terdiam."Kau juga sudah menyelidikinya?" tanya Dimas jengkel. Dia tidak suka melihat Rendi yang berinisiatif sendiri. Dia merasa kesal tanpa alasan. Rasanya seperti seorang ayah yang kesal karena seseorang menyelidiki anak gadisnya diam-diam. Dia seperti merasa kecolongan. "Maafkan kelancangan saya, tuan. Saya hanya merasa perlu memastikan orang-orang di sekeliling tuan muda tidak akan mengancam keselamatannya." Rendi mencari pembelaan.Sebenarn
Oda berdecak. "Menyayangi apa! Bulan lalu saja ada lima perempuan yang mengaku-ngaku hamil anakmu dan membuat keributan di rumah daddy.""A-abang kan dua bulan di amerika, kok bisa tau?" Andrew melotot horror."Aku bahkan tau berapa uang yang sudah kamu keluarkan untuk mereka." Oda menatapnya malas."Mending lu tobat sekarang, Ndrew. Contoh nih bang Oda, dia pekerja keras. Gak suka main perempuan. Kagak cocok banget lu jadi adeknya. Gue curiga Andrew ini diadopsi, deh bang, pas masih kecil." Kata Kayden. Sekar di sampingnya menganggukkan kepala setuju.Andrew memandangi semua orang di ruangan itu dan memegang dada kirinya dramatis. "Kit ati gue."Sekar terkekeh melihat Andrew meniru kosakata darinya. "Yayang Andrew sini. Pasti banyak jajan!" Mata Sekar berbinar melihat ransel yang menggantung di bahu kiri cowok itu.Andrew tersenyum manis dan segera menghampiri brankar gadis itu. Andrew membongkar semua jenis jajan dari dalam tas
Oda hanya tersenyum saja."Abang kok gak pernah cerita kalau kenal Bagas?" Andrew juga kaget di belakang."Bang Bagas di mana sekarang, bang?" Tanya Kayden. Selama dia memiliki alamat Bagas, Kayden akan mengejarnya ke mana pun."Beberapa waktu lalu kami bertemu. Tunggu lah. Tidak akan lama lagi dia akan kembali.""Kayden hanya menghawatirkan Sekar, bang. Bisa saja Daniel mengalihkan dendam atas kematian adiknya pada Sekar. Padahal sudah banyak korban mereka. Dia seolah tidak pernah puas."Oda mengangguk. "Lingkaran setan ini memang harus diputuskan dan hanya Bagas yang bisa melakukannya.""Untuk Sekar kau tenang saja. Aku memiliki informan di Victorian itu. Takkan kubiarkan mereka menyentuh Sekar. Kau juga kan sudah jarang mengajak Sekar war sekarang. Lagipula gadis itu ilmu beladirinya tidaklah lemah. Jangan lupa om Louis juga menempatkan orang-orangnya untuk menjaga Sekar dua puluh empat jam. Gadis itu keamanannya berlapis."
"Kak Shaka... kak~" seru Bella. Gadis itu menolehkan wajahnya ke segala penjuru rumah. "Apa sih, dek? Kenapa teriak-teriak di dalam rumah?" Seorang wanita cantik keluar dari dapur dengan celemek melekat di dadanya. Dia mengangsurkan sepiring kecil bolu. "Cobain. Mama baru coba resep baru." Bella mengipas-ngipaskan mulutnya setelah menggigit bolu berwarna merah velvet itu. "Hahih hanhas." Wanita itu terkekeh, "mama lupa bilang. Gimana, enak?" Bella mengangguk. "Enak. Manis, tapi masih manisan mamakuh." Bella gelendotan di lengan wanita itu. Ratna mengacak poni anak gadisnya itu. "Tadi kenapa nyari-nyari kakakmu?" Bella menepuk dahi, "iya. Kakak mana, ma?" "Di belakang lagi manjat pohon. Heran. Kenapa kakakmu suka banget nongkrong di pohon sekarang." Ratna menggelengkan kepalanya. "Yaudah, adek cari kakak dulu. Penting." Bella kembali berlari. Di belokan dia hampir saja bertabrakan dengan seseorang untung saja orang itu menangkap bahunya. "Hati-hati, dek." "Papa, i love you!"
Bella semakin menciut saat jari telunjuk Kayden menunjuk-nunjuk tepat di depan wajahnya. "B-bang, s-sa-""Gue bukan abang lo!" Kayden menyela. Hanya Sekar yang boleh memanggilnya abang."P-pak. K-kak. S-sebelumnya saya minta maaf. Tapi saya mohon, tolong beri saya kesempatan untuk menjelaskan semuanya. S-saya yakin kakak adalah orang yang berpikiran terbuka.""Iya lah. Geng gue isinya cowok-cowok yang berpikiran dewasa. Gak kayak kakak lo yang senggol bacok kayak cewek pms."Kayden berdecih. Salah satu alasan kenapa dia tidak mau berurusan dengan geng Shaka adalah karena cowok itu terlalu mengandalkan emosi.Kayden masih ingat saat tahun lalu salah satu anggotanya hampir kehilangan nyawa hanya karena sebuah kesalah pahaman yang berawal dari anak buah Shaka sendiri. Bodohnya lelaki itu langsung menghajar anak buah Kayden tanpa mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Bella tidak menyangkal sama sekali. Apa yang dikatakan Kayden a
"M-manada, g-gue dipaksa meluk dia waktu itu." Sekar tergagap. Padahal saat itu dia sudah yakin bahwa sekolah sudah sepi. Dari mana Bella bisa tau."Tapi lo seneng, kan~" Bella semakin semangat. Alisnya naik turun."Bella ihh, lo kalo udah bosen pintu keluarnya itu, ya.""Apa sih, ambekan. Gitu aja marah." Bella memeluk tangan Bella yang tidak diinfus."Ya lo abisnya." Sekar cemberut."Nanti kalo kalian pacaran, lo wajib traktir gue di kantin seminggu.""Kok gitu." Ucap Sekar protes."Yaudah, gue palak kak Shaka aja. Kalau dia gak mau, gak gue izinin macarin sahabat gue!" Bella terkekeh."Gue gak yakin, Bell. Apalagi dia gak tau gue adek Kayden."Bella terdiam. Iya juga. Tapi tak apa. Dia akan membantu Sekar menjelaskannya pada Shaka.°°°Shaka mondar-mandir di depan gerbang sekolahnya. Dia terus memperhatikan murid-murid yang datang membuat beberapa gadis tersipu.Shaka berde
"Rupa-rupanya... Pantas lo selalu nolak pas gue ajak ke kantin akhir-akhir ini, ternyata udah janjian sama abang pacar di sini. Aww!" Bella mencolek dagu Sekar."A-apa sih, orang gue gak sengaja ketemu kok. L-laagian dia bukan pacar gue, ya." Sekar melototinya berbanding terbalik dengan pipinya yang semerah tomat sekarang."Iya bukan, tapi lagi otw, kan?" Bella sekali lagi menoel dagu Sekar. Alisnya turun naik menggoda.Sekar berdecak dan menatap sinis Bella. Sepertinya dia setengah sadar saat menerima gadis itu menjadi sahabatnya dulu.°°°"K-kenapa maju terus?" Sekar menahan tubuh Shaka dengan tangannya. Gadis itu juga memiringkan wajahnya karena jarak mereka terlalu dekat. Sekar juga merasakan tidak nyaman karena jantungnya jadi berdegup kencang di dalam sana. Dia juga malu karena terus-terusan ditatap Shaka dengan jarak sedekat itu. "Kamu ngelirik siapa tadi?" Shaka makin mencondongkan tubuhnya ke depan.Satu tangan
Dimas terkekeh dan menyingkirkan telunjuk Dewo yang menunjuk ke arahnya. "Jangan bilang kau juga tidak tau bahwa Sekar ke Paris dua bulan yang lalu." Mata Dewo berkilat kaget sekilas. Setelahnya dia berusaha terlihat normal. Tapi Dimas menyadari reaksi awalnya. Pria itu tersenyum sinis. Dia membuka galeri di ponselnya dengan menunjukkan rekaman singkat seorang gadis yang nampak mengerucutkan bibirnya. "Ayah Dimas." Ucap gadis dalam video. Mata Kayden dan Gio berkilat mendengar suara itu. Dan mereka bisa membayangkan wajah masam Sekar yang melakukannya di bawah paksaan orang lain. Dimas menjauhkan ponselnya saat tangan Dewo ingin menjangkaunya. Dewo naik pitam melihatnya. "Kau tidak bisa memaksa anak gadis orang lain untuk memanggilmu ayah." "Kenapa tidak bisa! Lagipula dia terlihat senang-senang saja, tidak ada ketegangan. Asal kau tau saat itu dia sedang meminta ditraktir makan di restoran favoritnya, padahal sepanjang jalan dia sudah memalakku untuk membayar semua street food
"Kar~" Suara Kayden parau. Dia langsung memeluk Sekar erat-erat. Gio ikut memeluk kedua orang itu. "Lo harus secepatnya ingat gue, Kar. Gue sama Gio nunggu lo. Kita selalu nunggu lo." Kayden menepuk-nepuk pucuk kepala Sekar. Dia tidak peduli lagi meski pandangannya sudah kabur karena air mata. Gio ikut mengusap bahu Sekar. "Lo harus sehat-sehat di sana. Harus pinter jaga diri. Gak ada gue sama Kayden lagi yang bisa jagain lo." Gio mengusap air matanya. Sekar menatap dua orang itu yang sama sama menangis. Hati Sekar campur aduk. Matanya ikut panas dan akhirnya menjatuhkan bulir-bulir bening. "Cepat pulang. Abang-abang lo nunggu di sini." Kayden mengusap air mata di wajah Sekar dengan hati-hati. Dia lalu mengecup kening gadis itu. Juga dua kelopak matanya. "Gue selalu nunggu lo di sini. Baik-baik di sana, ya~" pintanya. Sekar mengangguk tanpa sadar. Hatiny
"Karena abang pencopet." Sekar menampakkan raut kagetnya. Petra mengusap lagi air matanya. "Karena bang Pepet udah mencopet hati Sekar." Petra berusaha tersenyum. Sekar ikut tersenyum. "Bang Pepet lucu." Petra menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin hebat. "Kalo aku kamu ingat? Pokoknya harus ingat." Sean maju. Belum apa-apa matanya sudah berembun. "Bang Sean, kan?" Sekar tersenyum. "Gak pakai abang. Kamu biasanya manggil aku Sean aja. Gak ada abangnya." Sean mengusap air matanya. Sekar mengernyit. "Bang Sean kan seumuran bang Kayden? Kenapa Sekar gak panggil abang kayak yang lain?" Sekar menoleh pada Kayden yang dari tadi hanya diam. Mata pemuda itu paling sembab. "Bang Kayden," panggil Sekar karena Kayden hanya diam saja. "Kita semua bahkan gatau k
"Besok saya ingin membawa Sekar pulang berobat di Paris." "Om?" Shaka membeku. Dia takut salah mendengar sebelumnya. "Shaka gak salah denger, kan, om? Om gak mungkin mau bawa Sekar ke Paris, kan?" Keheningan di seberang sana sudah menjawab pertanyaan Shaka. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah. Dia memegangi tembok di sebelahnya. "Om, Shaka yakin Sekar masih bisa disembuhkan di Indonesia. Shaka akan cari rumah sakit yang lebih baik lagi. Dokter yang lebih hebat lagi. Sekar tidak harus dibawa ke Paris, om. Lagipula Sekar baru siuman, om." Louis menghela nafas berat. "Shaka, dengarkan saya. Saya melakukan ini demi kebaikan Sekar. Saya tau pengobatan di Indonesia juga baik. Banyak rumah sakit maju dan dokter yang ahli di bidangnya. Tapi ini sudah dua minggu sejak Sekar siuman. Kesehatannya tidak memiliki banyak kemajuan." Shaka terdiam. Dia ingin menyangkal kata-kata Louis tapi tidak ada suara yang terucap. Dia juga terbayang saat Sekar merintih kesakitan merasakan semua luka
"Kagak ada nanti. Gue gak izinin lo nemuin Sekar sampai kapan pun!" Kayden memotong ucapan John. Kakinya kembali hendak menerjang ke depan. "Kay! Kay!" John berdiri di depan Kayden untuk menghalangi. Dia memegangi bahu Kayden dan memaksa pemuda itu untuk memasuki ruang rawat Sekar bersamanya. Gio memandang pintu ruang rawat Sekar yang sudah tertutup dari dalam. Pemuda itu lalu berjalan mendekati Bagas. Matanya menatap dari pucuk kepala hingga ujung kaki Bagas. Sudah berapa tahun mereka tidak bertemu. Jika bukan karena suara Bagas yang tidak berubah, Gio tidak akan mengenali wajah di balik cambang tebal itu. "Lo sebaiknya pulang, bang. Kayden gak akan ngizinin lo liat Sekar buat sekarang. Cowok itu keras kepala." "Gue tau semua ini terjadi karena gue. Gue nyesel, Yo." "Lo ninggalin banyak masalah buat kita semua di Indo, bang." Gio tersenyum miris. "Gue dan yang lain gak pernah berenti nyari lo selama ini, tapi semuanya sia-sia. Lo gak bisa ditemuin di manapun. Lo emang niat ba
Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.
"Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya