"Sampai lo nyerah sendiri." Sekar menjulurkan lidahnya.
Shaka menyentil dahi Sekar. "Yakin banget kalau gue yang bakal nyerah.""Iyalah. Cowok kayak lo gak mungkin bisa hidup lama tanpa cewek." Sekar menjulurkan lidahnya lagi."Gak lah, ini lagi usaha, kok. Buat seumur hidup yang satu ini, teteh doain abdi, ya.""Hahaha." Sekar terbahak mendengar logat sunda Shaka. Sekali lagi Shaka terpesona dengan Sekar yang tertawa di depannya.°°°"Masih kuyu matanya. Tadi malam begadang lagi?" Shaka menyentuh bawah mata Sekar yang seperti mata panda. Mereka sedang duduk berdua di taman samping."Matanya gak mau tidur." Sekar membuang muka. Hatinya ketar-ketir karena ditatap Shaka dengan tatapan lembutnya yang memabukkan. Shaka ganteng banget. Raung hati Sekar."Kar, satu yang perlu kamu tau, aku akan selalu ada buat kamu kapan pun kamu mau cerita, hmm..." ucap Shaka dengan lembut."I-iya."Bang Kay, hatiSekar tersenyum haru. Setiap kali dia dan Kayden berkunjung, Sekar sebenarnya sering memergoki Farah yang diam-diam melirik ke jendela tempat Kayden mengintip dari luar. Pandangannya kadang kosong, terkadang penasaran atau kadang berubah sendu. Tapi tidak pernah lagi memandang dengan tajam atau panik seperti lima atau enam tahun lalu.Sekar mengangguk. Dia juga ikut menunjuk ke arah jendela. "Iya, abang Kayden yang suka liat bunda dari sana.""Mana Kayden? Kayden anak bunda.""Abang Kayden masih di sekolah." jawab Sekar. "Kayden pulang. Putri sudah pulang.""Belom, bunda. Putri masih kelas sepuluh, jadi pulangnya lebih awal. Abang Kayden kelas dua belas. Belum boleh pulang." Sekar dengan lembut memberi pengertian."Dua belas pulang. Belum pulang."Sekar tersenyum. "Iya, belum pulang.""Pulang belum?""Iya. Besok-besok Putri ajak abang Kayden, ya. Bunda mau ketemu abang?"Farah mengangguk riang
"Beneran Kay. Dokter lagi meriksa di dalam." ucap John lagi."Dia masih baik-baik aja tadi." Suara Kayden melemah."Tadi sebenarnya sebelum gue ngantar Sekar, gue udah tau dia sakit, tapi dia gak mau pas gue suruh istirahat lagi di dalam, dia maksa pengen balik." John merasa bersalah. "Seharusnya gue paksa aja biar dia istirahat lagi.""Gue ke sana." Lutut Kayden terasa lemas. Dia meminta diantar Petra ke rumah sakit karena tidak sanggup membawa motor lagi. Akhirnya mereka semua berangkat bersama menjenguk Sekar.°°°"Sekar," Kayden memanggil nama Sekar dengan lembut. Tubuhnya terbaring lemah di atas brankar dengan jarum infus di pergelangan tangannya. Keadaannya masih tidak sadarkan diri."Maafin abang." Kayden mengelus sisi wajah Sekar yang masih pucat. Bodohnya dia tidak menyadari adiknya sedang tidak baik-baik saja. Kakak macam apa dia."Kenapa gak bilang kalau lagi sakit?" Mata Kayden merah."Mananya yang s
Kayden memejamkan mata dengan ponsel Sekar di telinganya. Tangannya mengepal sempurna."Saya mau kamu melunasi tagihan perhiasan itu sekarang. Malam ini Ilen harus mengenakannya di depan teman-temannya. Kamu pasti sengaja, kan, menghindar biar gak keluar uang. Adek macam apa kamu yang pelit sama-""Anak lo masuk rumah sakit, bangsat!"Kayden mengumpat kemudian memutuskan panggilan itu. Nafasnya memburu. Kayden kemudian memoto tangan Sekar yang diinfus sebagai bukti untuk dikirim pada Dewo. Dia tidak ingin Dewo sialan itu menuduh Sekar berpura-pura sakit. Kayden tersenyum miris saat foto itu sudah terkirim dan sudah dibuka Dewo. Tapi tidak ada balasan apa-apa lagi dari Dewo. "Dia bahkan gak sama sekali nanya keadaan kamu." Kayden menatap sendu wajah Sekar."Kenapa anak sebaik kamu harus punya bapak bang-sat kayak tua bangka itu." tapi Kayden kemudian terkekeh. "Tapi kita senasib.""Kenapa lo gak mau sadar juga." Kayden
"Kagak jelas lo bedua. Mending lo pulang. Udah setengah sebelas malam." Zaki menepuk pundak Kayden, "mending lo aja yang pulang. Istirahat. Lo udah dua hari di sini. Malam ini biar gue sama John yang jagain Sekar."Kayden memandang Sekar yang tertidur damai di atas brankar. Hatinya kembali tenggelam. "Gue aja. Kalo pulang juga gue gak yakin bakal bisa tidur. Gue aja yang jaga dia." "Kalo gitu gue sama Zaki juga bakal nemenin lo di sini."Kayden menatap kesal keduanya. "Kalian pulang aja."John seolah tuli. Dia segera duduk di sofa dan menaikkan satu kakinya. Zaki melakukan hal yang sama. Mata Kayden berkedut sebal. "Pulang aja kata gue!" "Lah ngapa? Lo takut ketauan nangis tengah malam?" Kayden mendesis kemudian membuang muka. Zaki dan John sontak tertawa. "Anjir bener ternyata!" "Wah Sekar wajib tau nanti."Kayden semakin kesal dan langsung meraih kerah belakang dua orang itu.
Sekar terdiam. Apa tadi dia sudah keterlaluan pada Kayden?"Hooh, Kar. Gue tau kemaren Kayden emang keterlaluan marahin lo sampe segitunya. Tapi dia begitu kan juga demi kebaikan lo, Kar. Dia gak mau lo jadi kecanduan." Petra ikut mendekati mereka bertiga di brankar. Bintang dan Sean menyusul. Sekarang brankar Sekar dikelilingi lima cowok tampan itu."Iya, Kar. Lo gak tau gimana paniknya Kayden kemaren pas tiba-tiba John ngabarin lo udah ada di rumah sakit. Apalagi sebelumnya dia abis marahin lo. Dia ngerasa bersalah banget. Bahkan dia maksain diri buat jagain lo dari kemarin lusa sendirian. Padahal kita-kita udah nawarin buat gantian aja tapi dia gak mau."John melototi Petra."Udah, gak papa. Adek kecil jangan banyak mikir dulu. Gue yakin Kayden pasti ngerti, kok. Kita makan lagi, ya."John mengelus rambut Sekar. Dia tau gadis itu mulai merasa bersalah pada Kayden.°°°"Woy!"John menepuk pundak Kayden lumayan
"Gak bisa untuk sekarang."Hati Kayden terasa lega luar biasa. "Beneran, kan?"Sekar mengangguk. "Sekar tuh gak boleh ke mana-mana dulu kalo Bang Kay masih jomblo. Misi Sekar kan bikin Bang Kay jadian sama Kak Mela.""Mela siapa?" Kayden mengernyitkan dahi.Sekar tersenyum bodoh. "Gue belum tau jodoh Bang Kay siapa nanti, sementara gue kasih nama Kak Mela dulu.""Gemeshh banget sih." Kayden mengeratkan pelukannya."Gue tau alasan sebenernya, Kar." kata Kayden lagi. Dia menatap Sekar di pelukannya. "Ibu cuma punya gue, bang." Wajah Sekar berubah sendu. "Apalagi jasad ibu belum ditemukan sampai sekarang. Sekar... Sekar-" Sekar menggelengkan kepala. Seperti ada batu sangat besar yang menghimpit dadanya.Kayden meraup kedua sisi wajah Sekar dan memandang tepat di matanya. "Gue tau lo kuat, Kar. Lo cewek paling tangguh yang pernah gue kenal." "Gue gak mau kehilangan lo, bang. Jangan pernah tinggalin gue, y
Kayden duduk ke sisi brankar Sekar. "Abang tadi keluar nerima telpon sebentar. Kamu udah lama siuman?" Kayden mengusap lembut sisi wajah Sekar. Gadis ini sungguh jago sekali membuat orang lain khawatir. "Sekar sebelumnya pingsan?" Mata Sekar melotot dibuat-buat."Menurut kamu?" Kayden menatapnya sebal.Sekar terkekeh melihat muka sebal Kayden. Untung abangnya itu ganteng. Jadi mau tersenyum atau cemberut wajahnya akan terus enak dilihat. "Suka banget sih bikin abang khawatir." Kayden menangkap sisi kepalanya dan menciumi seluruh wajah Sekar sampai gadis itu kegelian."Abang bau jigong." Sekar terkikik sambil menghindari kecupan Kayden. "Jigong abang wangi, ya. Kayak parfum arab." Kayden semakin jadi menciumi wajahnya."Abang panggilin dokter dulu." Kayden melepaskan Sekar setelah puas balas dendam. Beberapa hari ini gadis itu selalu membuat hatinya khawatir. Sekar menahan tangan Kayden yang ingin menekan tom
"Sepertinya bukan, tuan. Tidak terdapat luka di tubuh gadis itu." "Apa masih dirawat di rumah sakit?" Dimas meremas pulpen dalam genggamannya. "Saya pikir begitu, tuan. Wali kelas Kayden mengabari bahwa Kayden juga sudah empat hari tidak masuk." jawab Rendi. "Tapi nilainya masih sempurna, tuan. Dia juga selalu mengerjakan tugas dari guru." Rendi buru-buru menambahi."Selidiki tentang gadis itu. Aku ingin informasi lengkapnya besok pagi." Ucap Dimas. Rendi terdiam."Kau juga sudah menyelidikinya?" tanya Dimas jengkel. Dia tidak suka melihat Rendi yang berinisiatif sendiri. Dia merasa kesal tanpa alasan. Rasanya seperti seorang ayah yang kesal karena seseorang menyelidiki anak gadisnya diam-diam. Dia seperti merasa kecolongan. "Maafkan kelancangan saya, tuan. Saya hanya merasa perlu memastikan orang-orang di sekeliling tuan muda tidak akan mengancam keselamatannya." Rendi mencari pembelaan.Sebenarn
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang cocok." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik se
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka