Share

Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan
Jatuh Cinta Kepada Duda Tampan
Penulis: Lapini

Prolog

“Kalau jalan itu pake mata yaa, jangan Cuma dijadiin pajangan aja.”

Maheswari Andhira Swastika atau biasa dipanggil Andhira, dia menatap tajam laki-laki dihadapannya saat ini yang hanya menaikkan sebelah alis.

“Kamu yang nabrak, kok saya yang diomelin?” tanya laki-laki mengenakan kemeja berwarna hitam lengan panjangan yang dilipat hingga siku, Dareen Arsenio atau biasa dipanggil Arsenio.

“Saya? Jelas-jelas saya yang jatuh, kenapa saya yang dituduh nabrak kamu?” tanya Andhira tidak kalah menantang, dia memang dikenal sebagai perempuan yang tidak bisa dikalahkan, bahkan tidak ada yang berani menyenggolnya.

“Kamu lemah, makanya kamu jatuh.”

Andhira berdecak, kesal dengan Arsenio, “Kamu semester berapa sihh? Kok kayanya udah tua banget. Mahasiswa abadi ya?” tanyanya sedikit mengejek.

Arsenio menaikkann sebelah alisnya, “Saya cuma mau sama kamu ya, Maheswari Andhira Swastika, jaga sikap kamu mulai sekarang, jangan sampai kamu yang malu nantinya.”

Andhira bersidekap dada, meneliti wajah Arsenio yang seperti orang Eropa, “Saya gak pernah liat kamu, apa jangan-jangan kamu penguntit ya?”

Arsenio tertawa, “Saya? Penguntit? Kamu lucu ya ternyata,” ucapnya. Dia menunduk, memperhatikan kedua bola mata Andhira dalam membuat gadis itu bergeming, “Jangan bikin saya melakukan tindakan seperti yang kamu tuduhkan kepada saya ya, Andhira.”

Andhira menggeleng, menaikkan dagunya menantang, “Saya nuduh sesuai fakta. Kamu tau nama panjang saya, berarti kamu cari tau tentang saya, kan?”

Arsenio mengangguk santai, “Lagian yaa, saya gak ada waktu buat jadi penguntit. Waktu saya itu berharga,” ucapnya. Dia  menegakkan kembali tubuhnya dan tersenyum kepada Andhira.

Andhira berdecak, dirinya menggeser ke kanan, tetapi Arsenio melakukan hal yang sama. Andhira ke kiri, Arsenio ke kiri. Dia kesal dengan Arsenio yang memang sengaja memancing emosinya.

“Siapapun kamu, saya gak perduli. Minggir!”

Arsenio memegang pergelangan tangan Andhira, “Saya mau buat kesepakatan sama kamu,” ucapnya. Andhira menaikkann sebelah alisnya, dia bingung dengan Arsenio.

“Buat apa? Keuntungan saya apa?”

Arsenio tersenyum manis, “Banyak keuntungan buat kita berdua.”

Andhira menarik tangannya agar terlepas dari cengkraman Arsenio, tetapi tidak semudah yang dibayangkan. “Lepasin atau saya teriak karena kamu melakukan kekerasan sama saya?”

Arsenio mengangguk, “Buat kesepakatan sama saya, atau saya tarik kamu ke kelas buat ikut kelasnya pak Yudi?”

“Kamu gak berhak maksa saya.”

Arsenio terkekeh, dia menarik Andhira untuk mendekat, tidak ada jarak dengannya dan Andhira. “Kamu itu tanggung jawab saya mulai saat ini. Jadi, kamu gak bisa seenaknya bertindak tanpa persetujuan atau sepengetahuan dari saya.”

Andhira melebarkan kedua matanya, tetapi di tahan oleh Arsenio, dia berdecak, “Kamu siapa sih?”

Arsenio tersenyum manis, dia mendekatkan wajahnya kepada Andhira, meneliti wajah cantik yang dimiliki oleh Andhira, walaupun tanpa polesan makeup. Sedangkan Andhira mengatur jantungnya yang berdegup dengan kencang.

“Sampai bertemu dilain waktu, Maheswari Andhira Swastika.”

***

“Kamu kenapa sihh? Daritadi aku perhatiin kok kaya kesel gitu.”

Darwis Kusuma atau biasa dipanggil Darwis, sahabat dari Andhira. Dia dan Andhira saat ini sedang berada di gazebo fakultas Ilmu Komunikasi, hanya berdua. Sedangkan Andhira hanya bergeming dengan wajah yang kesal.

“Aku itu lagi kesel banget-banget,” ucap Andhira, dia menatap Darwis yang sedang mengepulkan asap ke udara.

“Kenapa?”

Andhira membenarkan posisinya, duduk bersila menatap Darwis, “Aku tadi kan cabut dari kelas, terus pas diparkiran, aku ketemu sama cowo, ganteng tauu. Tapii ngeselin, rasanya tuhh mau aku cakar aja mukanya yang tengil.”

Darwis menaikkan sebelah alisnya, “Anak sini juga?” tanyanya, dijawab dengan gelengan kepala.

“Aku gak tauu, tapi aku inget orangnya. Nanti kalau ketemu yaa aku kasih tau.”

Darwis bergumam, dirinya menaruh rokok elektrik di lantai beralaskan kayu yang sudah dicat menjadi aesteutik. Dia menatap dalam sahabatnya yang sudah bersama dari masih bayi.

“Kamu gak suka sama cowo tadi, kan?” tanya Darwis, membuat Andhira menyemburkan air mineral yang sedang diteguk.

Gadis itu menatap Darwis dengan mengerjapkan mata satu kali, “Kamu bilang apa, Dar? Suka? Gakk  lahh, aku gak mungkin suka sama dia. Bukan level akuu.”

Darwis tersenyum menggoda, “Oh iya? Kamu tadi bilang kalau dia itu tadi ganteng, kamu kan sukanya sama yang ganteng-ganteng.”

Andhira menggeleng, “Gak seratus persen. Buktinya kamu ganteng, tapi aku gak suka sama kamu. Berarti kan itu hoax dan kita gak boleh percaya sama hoax,” ucapnya, diakhiri dengan tertawa.

Darwis bergumam, “Menurut kamu, cowo yang kamu tabrak tadi itu seumuran sama kita? Atau dia di atas kitas?” tanyanya. Andhira bergeming, dirinya kembali membayangkan wajah Arsenio yang hampir mendekati kata sempurna.

Gadis itu menggeleng, menghilangkan wajah Arsenio yang memang mempesona, “Gak tauu. Aku gak merhatiin wajah dia.”

Darwis menangguk, percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Tidak lagi menanyakan atau membahas kejadian yang menimpa Andhira tadi pagi, bisa dikatakan gadis itu sedang tidak beruntung.

Hening, keduanya sibuk dengann fikiran masing-masing. Suasana lantai dasar fakultas Ilmu Komunikasi membuat mereka semakin larut dalam fikiran. Andhira kembali membayangkan perdebatan antara dirinya dan Arsenio.

Wajah Arsenio kembali hadir di fikirannya, tetapi Andhira tidak ingin menghilangkan bayangan tersebut, bahkan gadis itu terhanyut, seperti sedang menonton kembali film yang sudah dia tonton sebelumnya.

“Andhira,” panggil Darwis, tetapi tidak membuat Andhira kembali ke kehidupan nyata, membuat Darwis tersenyum jahil.

“Ehhh ada cowo ganteng yang ngeliatin kamu, Dhir,” ucap Darwis, membuat Andhira menoleh, Sedangkan Darwis tertawa melihat respon dari Andhira.

“Kamu ngerjain aku?” tanya Andhira tertahan, sahabatnya itu hanya tertawa. “Tau ah, aku males sama kamu.”

“Kamu itu aku panggil daritadi, malah gak nyaut. Giliran cowo ganteng aja langsung ada respon. Jujur aja sama aku, kamu jatuh cinta sama itu cowo, kan?”

Andhira menggeleng dengan tegas, “Gak yaa. Daripada bahas aku, mending bahas kamu sama Caca. Kamu gak ikut kelasnya Caca?” tanyanya. Darwis menggeleng, dia mengepulkan asap ke udara.

“Kelasnya Caca itu cewe semua. Gak mau lah akuu, nanti sih Caca kesel sama aku kalau ada yang genit. Padahal ya aku kan gak ada genit sama mereka,” ucap Darwis, membuat Andhira tertawa.

“Caca itu kan cemburuan, makanya kamu gak usah berulah. Kalau kalian putus, kamu yang rugi.”

Darwis mengangguk, “Ya makanya, untung aja dia percaya kalau kamu itu penyuka sesama jenis,” katanya, diakhiri dengan tertawa.

Andhira mendelik, “Kurang ajar emang. Aku masih normal tauu.”

“Oh iya? Buktinya sama cowo yang kamu bilang ganteng aja kamu gak suka. Jadi, aku sebagai sahabat kamu juga meragukan, Dhir. Kecuali, kamu kenalin pacar kamu itu ke aku, baru aku percaya kamu itu normal.”

“Kalau aku punya pacar, motor kesayangan kamu itu buat aku yaa?” tantang Andhira, diangguki oleh Darwis.

“Dalam waktu satu bulan, kalau kamu gak punyar pacar, aku percaya rumor yang beredar, kalau kamu itu  penyuka sesama jenis.”

ARE YOU CRAZY, DARWIS KUSUMA?” teriak Andhira, benar-benar terkejut dengan tantangan yang diberikan oleh sahabatnya. Bayangkan, darimana dia bisa punya pacar dalam waktu satu bulan?

Darwis menaikkan sebelah alisnya, “Gak bisa? Gapapa kok, batalin aja. Kan motor aku aman jadinya,” ucapnya diakhiri dengan terkekeh.

Andhira bingung, menyanggupi atau tidak tantangan dari Darwis? Tetapi, kalau dia menyerah begitu saja, harga dirinya jatuh.

“Oke. Dalam satu bulan aku bisa punya pacar, motor sport kesayangan kamu itu buat aku.”

---

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Mutiara Salsabilla
ceritanya bagusss
goodnovel comment avatar
Talis Saikmat
ceritax adik
goodnovel comment avatar
Sigma Rain
Seru nih, ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status