Share

Chapter 1

“Kamu gak bikin masalah sama dosen PA kamu, kan?” tanya Darwis kepada Andhira yang duduk  di kursi sebelah kanan.

“Dosen PA aku kan Ibu Kartika, dan aku hari ini belum ketemu sama  beliau, gimana bisa aku bikin masalah?” tanya Andhira dengan bingung, dirinya kembali mengingat kejadian apa saja yang sudah dilalui setengah hari ini.

Darwis menggeleng, “Reno bilang sama aku, katanya Dosen PA dia mau ketemu sama kamu. Terus kata Reno, Dosen PA kamu diganti, bukan Bu Kartika lagi.”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Dosen PAnya Reno kan Pak Arsenio, kan?” tanyanya, diangguki oleh Darwis.

“Kamu tau pak Arsenio?” tanya Darwis serius, dijawab dengan gelengan kepala. Hal ini membuat Darwis memijat keningnya. “Bentar, aku punya fotonya pak Arsenio.”

Andhira hanya bergumam, menunggu foto yang akan diberikan oleh sahabatnya itu. Dirinya benar-benar tidak tahu seperti apa bentukannya seorang Arsenio. Dia memang tidak asing dengan nama Arsenio, hanya saja  tidak mengetahui wajah dari seorang Dareen Arsenio.

Darwis memberikan ponselnya kepada Andhira, dilayar ponsel tersebut terdapat satu foto seorang laki-laki mengernakan hoodie berwarna purple polos, tersenyum kearah kamera. Andhira menerima dan memperhatikan wajah Arsenio.

Andhira menajamkan penglihatannya, menatap wajah Arsenio yang tidak asing untuknya, “Dia kan yang aku tabrak tadi,” gumamnya, masih bisa didengar oleh Darwis. Darwis menaikkan sebelah alisnya, kedua telinganya masih berfungsi dengan baik.

“Kamu dalam masalah. Mending sekarang kamu ke ruangannya Pak Arsenio deh, daripada kamu kenapa-kenapa nantinya,” ucap Darwis, mengambil alih ponselnya. Andhira bergeming, tidak mengindahkan apa yang katakana oleh sahabatnya itu.

“Mampus akuu. Pantes aja dia bilang kalau aku tanggung jawab dia,” ucap Andhira, dia menyembunyikan wajahnya di meja, bukannya tidak berani, tetapi malu.

Darwis menepuk tngan Andhira, membuat gadis itu mengangkat kepala dan menatap Darwis. Sedangkan laki-laki itu hanya melirik pintu kelas yang dibuka oleh seorang lelaki mengenakan kemeja hitam. Andhira masih belum menyadari kode dari Darwis.

“Apasihh, Dar? Kamu ganggu waktu tidur aku tau gak,” ucap Andhira, dengan mata yang sayu karena mengantuk, menjadi tidak fokus. Dia menjatuhkan wajahnya pada meja, dan mencium punggung tangan seseorang.

Kesadaran Andhira kembali pulih, mengerjapkan kedua mata, dan mengangkat kepala secara perlahan untuk melihat pemilik tangan yang baru saja disentuh oleh bibirnya. Lagi-lagi Andhira harus terkejut, seketika dirinya beranjak dan menjauh.

“Kamu?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. “Kok bisa ada di sini?”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, dia menatap Darwisn, “Reno gak ngasih tau emangnya kalau Andhira telat ke ruangan saya, saya yang datang menghampiri Andhira.”

Darwis beranjak, dia tersenyum tipis, “Saya udah kasih tau ke Andhira kalau pak Arsenio menyuruh Andhira untuk ke ruangan pak Arsenio.”

“Terus kenapa lama?”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, lama? Belum juga ada lima menit. “Ini belum ada ada setengah jam yaa dari perintah pak Arsenio.”

Arsenio menatap Andhira, “Saya harap kamu gak lupa sama apa yang saya bilang tadi pagi. Waktu itu sangat berharga buat saya. Satu menit  saja bisa merubah keuntungan menjadi kerugian.”

Andhira berdecak, dirinya dibikin naik darah, anggap saja perkenalan, tetapi benar-benar memancing kesabarannya yang setipis plastik. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya jika harus berhadapan dengan Arsenio.

“Saya ada kelas, Pak. Setelah selesai kelas, saya keruangannya pak Arsenio.”

“Gak perlu,” ucap Arsenio, membuat Andhira memicingkan mata. Benar-benar dibuat bingung oleh Arsenio. “Saya sudah ijin sama Bu Karisa, dan beliau mengijinkan. Jadi, saya tidak menerima alasan apapun.”

Andhira bergumam, “Oke. Duluan aja, Pak. Nanti saya nyu—”

Gadis itu menghentikan ucapannya saat tangannya ditarik oleh Arsenio, sedangkan laki-laki itu menatap Darwis yang hanya bergeming memperhatikan Andhira dan Arsenio.

“Sahabat kamu saya pinjem dulu ya, Darwis          Kusuma,” ujar Arsenio, diangguki oleh Darwis. Hal itu membuat Andhira berdecak kesal, sahabatnya itu tidak membantunya sama sekali.

Arsenio tersenyum kepada  Darwis, dan melenggang pergi dengan Andhira yang pasrah ditarik pelan oleh Darwis. Keduanya menjadi pusat  perhatian mahasiswa-mahasiswi yang sedang berada di koridor atau sedang berlalu lalang.

Andhira menatap wajah Arsenio yang hanya menampilkan ekspresi datar, tanpa ekspresi. Sangat berbeda jika berhadapan dengannya, seketika Andhira menggeleng, menghilangkan sifat percaya dirinya yang mengambil kesimpulan bahwa Arsenio tertarik dengannya.

Arsenio mengunci ruangannya, membuat Andhira melebarkan kedua matanya. Gadis itu benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Arsenio.  Hanya berdua di dalam satu ruangan yang sama, pintu di kunci, tidak salahkan jika Andhira menaruh curiga terhadap Arsenio?

Arsenio menarik tangannya, dan duduk di kursi kerjanya. Dia menatap Andhira yang hanya berdiri dan bergeming seperti patung.  “Maheswari Andhira Swastika, duduk. Gak mungkin saya berbicara sama kamu kaya gini.”

Andhira menoleh, menndapati Arsenio yang melipat kedua lengan di meja dan melirik salah satu kursi kosong di sebrang. Andhira mengindahkan perintah Arsenio, duduk di salah satu kursi kosong  dihadapan Arsenio.

Arsenio menatap serius Andhira, sedangkan gadis itu hanya menampilkan wajah yang lesuh, karena mengantuk. “Kamu tidur jam berapa emangnya semalem?” tanyanya.

Andhira menaikkan sebelah alisnya. “Urusannya sama kamu apa ya?” tanyanya tidak sopan. Arsenio terkekeh, dirinya mengacungi jempol untuk keberanian yang Andhira punya.

“Saya Dareen Arsenio, saya yang akan menjadi  Dosen PA kamu yang baru. Jadi, apapun yang kamu lakukan itu sudah menjadi tanggung jawab saya.”

Andhira bergumam, “Apapun ya? Kaya harus di tambahin selama di kampus deh, Pak.”

Arsenio menggeleng, “Termasuk kegiatan kamu di luar kampus.”

“Itu namanya pak Arsenio yang tidak sopan.”

Arsenio menegakkan tubuhnya, menatap  serius Andhira, “Kamu special, Andhira. Jadi, saya harus tau semua kegiatan kamu di luar kampus dan di lingkungan kampus.”

“Saya curiga, ini cuma akal-akalan pak Arsenio aja kan biar bisa deket-deket sama saya?”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, dan tertawa, “Kamu tau? Secara tidak langsung, kamu itu yang pengen deket-deket sama saya, kan? Kamu suka sama saya?”

Andhira bergidik geli, “Saya? Suka sama pak Arsenio? Kaya gak ada cowo lain aja di dunia ini selain kamu.”

Arsenio terkekeh, “Kesepakatan kita masih belum dibentuk. Mari kita bentuk, Andhira.”

“Gak kesepakatan apapun di antara kita.”          

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, “Kamu takut kalau saya menang?” tanyanya, dijawab dengan gelengan cepat.

“Meremehkan saya? Oh tentu tidak bisa.”

“Kalau kaya gitu, kenapa takut saya ajak buat bikin kesepakatan? Takut ketahuan kalau kamu suka sama saya, kann?” tanya Arsenio, dia menaik-turunkan kedua alisnya, dan tersenyum misterius.

Andhira menggeleng, “Mau buat kepakatan apa?” tanyanya, pada akhirnya  mengikuti apa yang diinginkan oleh Arsenio. Keputusan yang Andhira ambil, membuat Arsenio tersenyum penuh kemenangan.

“Dalam waktu satu bulan  absen kamu tidak  ada yang bolong, hadir terus disetiap pertemuan bukan yang hanya nitip absen, saya kasih tiket pesawat buat kamu liburan ke Negara yang kamu mau. Tapi kalau kamu gagal ….”

Andhira menaikkan sebelah alisnya, dirinya menunggu apa yang dikatakan oleh Arsenio, Dosen Pembimbing Akademik-nya yang baru. Sedangkan Arsenio dengan sengaja menggantungkan kalimatnya.

“Jangan salahin saya kalau  saya akan memperketat lingkungan kamu.”

Andhira menggeleng menolak, “Gak bisa gitu, Pak. Saya gak setuju dengan konsekuensi jika saya gagal.”

Arsenio menaikkan sebelah alisnya, hanya Andhira yang dapat membuatnya gemas ingin menarik bulu hidung gadis dihadapannya saat ini, benar-benar gemas dengan segala tindak perlawan yang gadis itu perlihatkan.

“Hukuman apa yang kamu inginkan jika kamu gagal?”

Andhira mengulum bibirnya, dan menggeleng. Dia menghilangkan fikiran yang mengajaknya untuk menjadikan Arsenio pacarnya dalam sebulan. Tidak, Andhira tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Arsenio menaikkan sebelah alisnya.

“Maheswari Andhira Swastika, kalau kamu gagal hukuman apa yang harus saya berikan untuk kamu?”

Andhira menatap, “Jadi pembantu pak Arsenio selama satu hari."

---

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Lestari
Baru baca kayaknya cerita nya menarik ...️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status