“Aku cape deh lama-lama, kita putus aja ya, Mas.”Andhira menatap Arsenio yang menatap tajam kepadanya, dirinya benar-benar tidak akan kuat, jika harus mendapatkan teror terus-terusan seperti saat ini. Dia hanya ingin hidup dengan normal, tanpa ada teror.“Kamu apaan sih, gak ada ya putus-putus. Kamu jangan lupain perjanjian, kamu harus menerima konsekuensinya dan mencari jalan keluarnya bersama dengan aku,” ujar Arsenio, menggenggam erat tangan Andhira.Andhira terkekeh, “Mas, aku gak sekuat itu. Ini aku gak dikasih nafas sehari dua hari gitu, cuma hitungan jam, udah dapat teror lagi. Kita break aja kalau giitu, aku gak ketemu sama mas Arsen, ataupun Amanda.”Arsenio menggeleng, jelas saja dirinya menolak. Baru saja dirinya merasakan memiliki pasangann yang memang tulus kepadanya dan Amanda, lalu harus istirahat?“Gak, Andhira. Aku gak akan biarin itu terjadi. Jangan mengambil keputusan dalam keadaann emosi,” ucap Arsenio dengan lembut, sedangkan Andhira bergumam. Mereka saat ini
“Dihh kemana nih duda satu? Dihubungi gak ada balesann sama sekali. Awas aja sampai nanti siang kalau masih tetep gak mau bales chat aku, gak angkat telfon aku, fix aku blokir nomornya.”Andhira menyimpan ponselnya di meja dengan tidak santai, lalu bersidekap dada. Dia saat ini sudah berada di kelas, bersama dengan Cahyo yang duduk di kursi belakang.“Pak Arsenio belum ada kabar juga?” tanya Cahyo dari kursinya, membuat Andhira menoleh dengan mata menyipit.“Chatnya bang Cahyo juga gak dibales? Ditelfon juga gak diangkat?” tanya Andhira bertubi-tubi. Sedangkan Cahyo bergumam, menatap Andhira yang menatapnya penuh curiga.“Benar. Saya kira, kamu sebagai pacarnya, dikabarin.”Andhira berdecak kesal, lalu memutar tubuhnya dengan perasaan yang kesal terhadap Arsenio yang mengabaikan pesan darinya. Dia membalikkan ponselnya menjadi kamera dibagian atas, dan layar ponsel bagian bawah.“Aku blokir sampai nanti sore gak ada kabar juga,” gerutu Andhira menatap ponselnya yang tergeletak begitu
“Halo, Andhira. Akhirnya kita bertemu.”Andhira mencengkram erat lengan Darwis, dan langsung mengumpat dibalik punggung Darwis. Reno dan Cahyo langsung memasang badan untuk Andhira.“Temen kamu beneran serem, Ren,” ucap Andhira dengan suara pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Reno yang berdiri di sisi kanan Darwis, sedangkan Cahyo di sisi kiri Darwis.“Bagaimana, Andhira? Kiriman yang aku kirim, kamu menyukainya?” tanya Manuel Maqueenza, seorang mafia yang pernah diceritakan oleh Reno.Andhira menaikkan sebelah alisnya, memikirkan pertanyaan yang diucapkan oleh Manuel. Lalu, menyadari beberapa hal, mungkin saja pelakunya memang Manuel, dan dimanipulasi oleh Manuel.“Kiriman?” tanya Reno, menatap Manuel dengan tatapan meminta penjelasan. Dirinya cukup bingung dengan pertanyaan yang diberikan oleh Manuel.Manuel terkekeh, “Reno … Reno … Aku kira, kamu ini cerdas. Bisa memahami situasinya. Bahkan, kamu tidak menyadari kalau kiriman yang diterima Andhira itu dari aku?” tanyanya, berhas
“Kesel banget hari ini. Pertama, pak Arsenio hilang tanpa kabar kek syaiton. Kedua, temennya Reno tiba-tiba dateng. Ada apa sih sama hari ini?”Andhira menusuk sepotong siomay dengan menggunakan sendok garpu, bibirnya terus mengoceh, wajahnya tidak bisa menutupi bahwa dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Sedangkan ketiga pria dewasa di sekitarnya hanya terdiam memperhatikan Andhira.“Aku minta maaf yaa, karena aku upload foto kamu, dia jadi ngeganggu kamu,” ucap Reno dengan penuh rasa bersalah, membuat Andhira menatapnya.Andhira menaikkan sebelah alisnya, “Aku gak habis fikir ajaa, kenapa cuma liat dari foto aja dia bisa bertindak senekat itu ….”“Kamu jangan lupain dia ini mafia, entah dia bandar narkoba, atau perdagangan manusia atau lain-lainnya. Bahkan yaa, kalau dia menemukan sehelai rambut yang mengganggunya, bisa dijadiin target dia,” timpal Cahyo, menatap Andhira.Pernyataan dari Cahyo, berhasil membuat Andhira terdiam. Jujur saja, perasaann takut sudah pasti sedang A
“Terus ini aku pulangnya gimana dong? Sumpah yaa, kenapa jadi rumit kaya gini sihh? Manuel sialan.”Andhira bersidekap dada, kesal saat melihat keluar jendela, dan mendapati sekitar 5 mobil berjejer di luar lingkungan kampus. Reno yang berdiri di sisi kanan Andhira bergumam, dia menyamping, menatap Andhira.“Lewat belakang perpustakaan, nanti kamu minta tolong supir papih kamu buat jemput kamu, masalah mobil kamu, biarin aja di kampus. Aku ataupun Darwis gak bakal bawa kemana-mana itu mobil.”Andhira menoleh, menaikkan sebelah alisnya, “Belakang perpustakaan? Emangnya ada tembusan buat keluar?” tanyanya bingung, diangguki oleh Reno.“Aku pernah lewat pintu dalam ruangan, dan tembusnya ke taman yang menghubungan ke gedung fakultas lain. Tenang aja, ini tertutup, mereka gak bakal bisa nemuin kamu,” jelas Reno, diangguki oleh Andhira, walaupun masih tidak yakin dengan apa yang dijelaskan oleh Reno.“Tembusannya ke gedung fakultas apa?” tanya Andhira, menatap Reno dalam-dalam.“Keseni
“LEPAS!”Andhira berteriak saat dirinya ditarik oleh Manuel, ya dirinya menemui Manuel daripada laki-laki tersebut membuat keributan lainnya di kampus. Manuel mengabaikan teriakan Andhira, ia mendorong masuk Andhira masuk ke dalam mobil.“Diam, Cantik. Aku tidak akan melukaimu, selama kamu tidak memancing emosiku,” ujar Manuel, dan menutup kembali pintu mobilnya, bahkann mengunci dari luar.Cahyo menggeram, tanpa aba-aba dirinya menerjang Manuel saat Manuel berbalik. Manuel memegang perutnya yang menjadi sasaran tendangan dari Cahyo. Hal itu, membuat beberapa bodyguard menyerang Cahyo.Cahyo yang memang jago dibela diri, berhasil lolos dari beberapa serangan yang diberikan oleh lima bodyguard. Darwis dan Reno saling melempar pandang satu sama, lalu mengangguk. Ya, mereka berdua maju untuk membantu Cahyo.Andhira yang terkurung di mobil milik Manuel pun hanya menggeram tertahan, tidak bisa dilampiaskan. Dia melihat dengan jelas pertarungan tiga lawan lima, bahkan kini bertambah menja
“Duduk, Andhira. Jangan jadi patung dadakan.”Andhira menoleh, menaikkann sebelah alisnya. Manuel menghampirinya dengan menyaku, dan wajah sedingin kulkas. Hal itu membuat Andhira melangkah mundur, karena memang takut dengan tatapan yang diberikann oleh Manuel.“To the point aja deh, Om. Apa yang mau om bicarakan sama saya?”Manuel terkekeh, terus mendekati Andhira. Dia menjadi sosok menyeramkan saat ini, aura mafia yang biasa ada di film-film diperlihatkan. Sedangkan Andhira berdoa, agar Tuhan menyelamatkannya.“Kita akan menikah.”“APA!”Andhira mengulum bibirnya, jujur saja, tindakan spontannya membuat Manuel memicingkan mata. Dirinya tahu, sifat yang dimiliki oleh Manuel ini tidak bisa dibantah, dan tidak bisa melihat lawannya lebih kuat dari Manuel.“Kenapa? Kok kaget? Kamu masih berharap pacar kamu itu ngejemput kamu?” tanya Manuel penuh penekanan, sedangkan Andhira menelan saliva. Situasi saat ini benar-benar mencekam, dan membuat keberanian Andhira menciut.“Jangan gila deh, O
“Bisa ikut saya ke ruangan saya?”Darwis dan Reno yang sedang mengobrol pun mengalihkan atensi mereka saat mendengar suara Arsenio menyapa telinga mereka. Arsenio seperti menyadari Andhira tidak datang hari ini, rasa khawatir menyelimuti dirinya.“Pak Arsenio pasti mau ngobrolin tentang Andhira, kan?” tanya Reno kepada Arsenio, diangguki oleh Arsenio.Darwis menatap datar Arsenio, “Saya kira pak Arsenio lupa sama Andhira, hilang tanpa kabar selama tiga hari, terus sekarang dateng mau tau tentang Andhira?”Arsenio tersenyum tipis, “Saya tunggu di ruangan saya, karena saya akan menjelaskan semuanya.”Darwis dan Reno saling melempar pandang satu sama lain setelah Arsenio pergi dari hadapaan mereka, seolah sedang berbicara satu sama lain, dan akhirnya Darwis mengangguk. Keduanya beranjak, dan melangkah gontai secara beriringan untuk ke ruangan Arsenio.Tidak butuh waktu lama untuk Darwis dan Reno tibaa di depan ruangan Arsenio, bahkan langsung dipersilahkan masuk oleh Arsenio hanya denga