“Aww, ini mau kemana?”Andhira memperhatikan jalanan yang dilewati, dan menatap Arsenio yang fokus menyetir dengan terus melirik spion kanan. Andhira yang penasaran pun melirik spion kirinya, sebelah alisnya terangkat.“Kamu minum dulu, ada minum di pintu,” ujar Arsenio, menoleh sekilas ke sisi kirinya dan kembali fokus menyetir.“Itu mobilnya Manuel, kan?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Jawaban dari kekasihnya itu membuatnya menoleh dan mendapati Reno yang bersebelahan dengan Darwis.“Andhira,” panggil Arsenio penuh penekanan, karena Andhira tidak mengindahkan apa yang dia perintahkan. Andhira mendelik, tangan kirinya terulur untuk mengambil satu botol air mineral dan membukanya.Andhira meneguk hingga setengah botol, lalu kembali menutupnya. Dia menoleh, “Ini ada apa sih?” tanyanya, terakhir yang diingat adalah menangis dalam pelukan Arsenio, setelahnya dia tidak sadarkan diri.“Manuel ngikutin dari kampus tadi, terus ternyata temen-temen kamu ngikutin. Tadi Reno bilang, mau
“Kamu beneran pingsan?”Andhira yang baru saja tiba, dan langusng diberikann pertanyaan seperti itu membuatnya mendelik tidak suka. Bayangkan saja, dirinya disangka bohong oleh Caca.“Aku pura-pura pingsan aja sih tadi,” jawab Andhira dengan tidak santai, ditanggapi terkekeh.“Halo, pak Arsen,” sapa Caca saat Arsenio berdiri dihadapannya saat ini, sedangkan Andhira menggeser tubuhnya. Caca menaikkan sebelah alisnya, menatap Andhira yang mengerjapkan kedua mata.“Halo, Ca. Maaf yaa kalau mengganggu waktu istirahatnya,” ucap Arsenio penuh dengan rasa bersalah, ditanggapi dengan senyum manis dan sopan.“Gapapa, Pak. Darwis udah kasih tau tadi. Ini gak ada yang ngikutin kalian, kan?” tanya Caca, menatap Arsenio dan Andhira silih berganti.“Tidak ada,” jawab Arsenio, sedangkan Andhira hanya bergumam.Caca mempersilahkan Andhira dan Arsenio untuk masuk ke dalam, dia tidak ingin orang suruhan dari Manuel mengetahui obrolan mereka. Dirinya menutup pintu rapat, dan tersenyum kepada Arsenio.“P
“Andhira harus tetap dalam pengawasan, karena Manuel belum ditangkap dan bisa aja dia nekat nyulik Andhira terus dibawa ke tempat yang terpencil.”Andhira yang mendengarnya otomatis melempar bantal sofa kearah Garaga, laki-laki satu itu memang sering berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. Garaga mendelik, dia mendapati tatapan tajam dari Andhira.“Kamu berisik banget, Ga. Jangan sampe aku sentil ubun-ubun kamu,” ucap Andhira dengan tidak santai. Garaga yang duduk di dekat pintu hanya terkekeh.“Kenapa marah-marah mulu sih, Andhira? Cepet tua nanti,” balas Garaga, dan Andhira hanya menyipitkan kedua mata.“Jadi, kalian bisa lepas dari Manuel itu karena polisi dateng?” tanya Arsenio, diangguki oleh Reno.“Di sini aku ngerasa bersalah, kalau aku gak upload foto yang ada Andhira, pasti Manuel gak tau keberadaan Andhira, bahkan Manuel gak datang ke sini,” ujar Reno penuh penyesalan, membuat Andhira bergumam.“Kamu ataupun pak Arsen sama aja, males sama kalian berdua,” ucap Andhira
“Papih dapet kabar tentang Manuel atau gak? Dia udah balik ke luar negri atau masih tetap di sini?”Andhira menatap Papih yang sedang fokus menatap layar laptop, dirinya sudah balik lagi ke rumah Papih, diantar oleh Darwis karena Arsenio tiba-tiba harus menghadiri rapat penting untuk membahas konsep iklan.Papih menggeleng, “Gak. Tapi polisi udah bergerak buat nyari bukti lainnya, kan?” tanyanya menatap Andhira, diangguki oleh putrinya.“Katanya gitu sih, Pih. Tapi aku gak tau juga sih. Aku cuma mau dia menghilang dari hidup aku dan gak ada bikin ulah lain-lain,” ucap Andhira, mengutarakan keinginannya yang mungkin tidak terjadi dalam waktu singkat.“Kamu salah berharap kaya gitu,” ucap Papih, membuat Andhira bingung.“Maksudnya?”Papih tersenyum, “Papih punya perasaan yang aneh, dan papih udah pesan tiket buat kamu ke rumah kakek. Di sana kamu lebih aman.”“Pihh, gak usah bercanda. Aku baru aja baikan sama mas Arsen, terus harus pisah lagi?” oceh Andhira dengan tidak santai, dirinya
“Hari ini pak Arsen gak ada di kampus, kan? Soalnya aku gak buka pesan dia dari semalem.”Andhira menatap Reno yang duduk dihadapannnya saat ini, diangguki oleh Reno. Jawaban dari Reno sudah cukup membuat Andhira sedikit bernafas lega, karena tidak perlu harus menghindar dari Arsenio.“Kamu lagi gak mau ketemu sama pak Arsen? Masih belum baikan?” tanya Reno dengan serius, Andhira bergumam.“Iya.”Reno memicingkan mata, setahu dirinya hubungan Andhira dan Arsenio sudah membaik, terlihat pada saat di rumah Caca kemarin. Memang Arsenio pulang duluan karena ada meeting, jadi Andhira diantar pulang oleh Darwis.Reno menarik kursinya agar lebih mendekat kepada Andhira yang sedang membaca sebuah buku novel. Dia memperhatikan Andhira, “Bukan karena pak Arsen pulang duluan, kan?” tanyanya, dijawab dengan gelengan kepala dari Andhira.“Ada sesuatu, sampai sesuatu itu selesai, baru kami baikan.”Reno bingung, sangat terlihat pada wajahnya. Keterdiamannya membuat Andhira menoleh dengan sebelah
“Loh mas Arsen?”Andhira menatap Arsenio yang duduk di gazebo yang tersedia di halaman belakang rumah Darwis, dirinya mengalihkan atensi menatap Darwis yang tersenyum dan mendapatkan tepukan pelan di puncak kepalanya.“Udah hampir tiga hari kamu gak ketemu sama pak Arsenio, kan? Jadi, malam ini kalian manfaatkan buat mengobrol berdua, aku ke atas yaa. Kalau ada apa-apa, bisa langsung teriak aja.”Andhira hanya bergumam, sedangkan Darwis tersenyum kepada Arsenio yang berdiri dihadapannya dan menunduk sebagai salam pamit. Kini tersisa Arsenio dan Andhira, terlihat canggung diantara keduanya.Arsenio menggenggam tangan Andhira lembut, lalu menariknya ke gazebo. Dirinya langsung mendekap kekasihnya cukup erat, tidak menutupi rasa rindunya terhadap Andhira. Bayangkan saja, biasanya setiap hari bertemu, kini harus jarang sekali bertemu, itupun harus secara bersembunyi.“Gak kaya gini, gak enak nanti kalau diliat sama orangtuanya Darwis,” bisik Andhira, merenggangkan pelukannya. Dia tersenyu
“Selamat pagi, pak Arsen. Semoga hari-harinya menyenangkan.”Andhira tersenyum kepada Arsenio saat berpapasan dengan Dosen PA, sekaligus kekasihnya itu. Arsenio menahan diri agar dirinya tidak kelepasan untuk memperlakukan Andhira seperti sepasang kekasih, dia ingat apa yang dikatakan oleh Andhira kemarin pada saat di rumah Darwis.“Semoga saja kamu tidak membuat kegaduhan ya.”Andhira bergumam, mengendikkan kedua bahunya, “Gak tau ya, Pak. Tapi saya niatnya buat keributann sih, karena tadi abis ketemu sama nenek lampir.”“Kamu diapain sama ….” Arsenio segera berdeham, memasang wajahnya serius, menatap tajam Andhira yang terkekeh. Dia kembali berkata, “Saya tidak ingin ada keributan apapun hari ini, baik kamu pelakunya atau Tesya. Mengerti?”Andhira mengulum bibirnya, lalu menggeleng, “Saya gak janji, Pak. Saya permisi,” pamitnya, menundukkan kepala dan melenggang pergi. Sedangkan Arsenio memperhatikan punggung Andhira yang mulai mengecil.Dari posisinya saat ini, Arsenio dapat meliha
“Reno … Reno … Kenapa selalu ada kamu yang gangguin rencana aku buat dapetin Andhira?”Reno bergumam, mundur satu langkah, begitu juga dengan Garaga. Hal itu berhasil membuat Andhira dihimpit empat laki-laki. Mereka semakin memperketat untuk menyembunyikan Andhira saat bodyguard yang dibawa oleh Manuel berpencar.“Aku yang seharusnya nanya, kenapa kamu gak nyerah aja? Harga diri kamu udah hilang, mendingan hilang sekalian.”Manuel menggeram, tetapi dirinya masih bisa mengendalikan diri dengan tersenyum miring dan maju satu langkah. Dia kesal dengan apa yang dikatakann oleh Reno, memang benar yang dikatakan oleh Reno itu sesuai fakta.“Aku lebih dulu kenal sama Andhira dibandingkan kamu,” balas Manuel dengan percaya diri, berhasil membuat Reno menaikkan sebelah alisnya.“Tapi dia gak mau tuh ketemu sama kamu, dia lebih pilih sama aku. Aku cuma mau ngingetin aja sih ….” Reno menjeda ucapannya, memperhatikan penampilan Manuel dari bawah hingga atas, lalu terkekeh.“Lebih baik kamu pergi