“Reno … Reno … Kenapa selalu ada kamu yang gangguin rencana aku buat dapetin Andhira?”Reno bergumam, mundur satu langkah, begitu juga dengan Garaga. Hal itu berhasil membuat Andhira dihimpit empat laki-laki. Mereka semakin memperketat untuk menyembunyikan Andhira saat bodyguard yang dibawa oleh Manuel berpencar.“Aku yang seharusnya nanya, kenapa kamu gak nyerah aja? Harga diri kamu udah hilang, mendingan hilang sekalian.”Manuel menggeram, tetapi dirinya masih bisa mengendalikan diri dengan tersenyum miring dan maju satu langkah. Dia kesal dengan apa yang dikatakann oleh Reno, memang benar yang dikatakan oleh Reno itu sesuai fakta.“Aku lebih dulu kenal sama Andhira dibandingkan kamu,” balas Manuel dengan percaya diri, berhasil membuat Reno menaikkan sebelah alisnya.“Tapi dia gak mau tuh ketemu sama kamu, dia lebih pilih sama aku. Aku cuma mau ngingetin aja sih ….” Reno menjeda ucapannya, memperhatikan penampilan Manuel dari bawah hingga atas, lalu terkekeh.“Lebih baik kamu pergi
“Kalian memang seniat itu ya untuk menghancurkan hubungan saya dan Andhira?”Arsenio melangkah maju, menghampiri Manuel dan Liliana yang berada di tengah rooftop. Liliana melempar sembarang pisau yang sedang dipegang, sedangkan Manuel menodongkan pistol yang dia keluarkan dari saku celana.“Dareen Arsenio, mantan suami dari Liliana, papih dari Amanda Anandita, dan kekasih dari Maheswari Andhira Swastika, senang bertemu dengan anda,” ujar Manuel dengan smirk smile yang ia miiki.Liliana berdeham, menghampiri Arsenio dan mencoba untuk mengamit lengan Arseni tetapi segera ditepis olehh mantan suaminya itu. Penolakan yang sangat jelas diterima oleh Liliana, membuatnya menggeram kesal.“Apa yang kamu lihat dari bocah umur dua puluh tahun seperti Andhira?” tanya Liliana, ditanggapi oleh Arsenio dengan sebelah alis yang naik.“Andhira menerima Amanda, sedangkan kamu? Buruk, sangat buruk. Bahkan, saya harus katakan ke kamu, kalau kamu itu yang bocah,” balas Arsenio penuh penekanan, melirik ti
“Jangan takut, Manuel udah ditahan sama polisi, jadi gak bakal ada yang ganggu kamu lagi.”Arsenio mendekap erat Andhira, mencoba untuk membuat kekasihnya sedikit lebih tenang setelah terjadi insiden beberapa menit yang lalu. Andhira lemas, fikirannya kosong, antara hidup dan mati.“Aku masih bernafas, kan?” tanya Andhira dengan suara pelan, menatap Arsenio yang tersenyum kepadanya.“Iyaa.”Andhira kembali menangis, “Aku belum tulis surat wasiat kalau tadi beneran mati konyol,” ocehnya disela-sela terisaknya.Arsenio mendesis, dia tidak ingin Andhira kembali mengingat kejadian saat Manuel menarik paksa Andhira dan berdiri di pembatas, jika maju satu langkah sudah dipastikan akan berbeda cerita.“Minum dulu, Dhir,” titah Garaga memberikan satu botol air mineral yang baru dia beli di kantin, dirinya menjadi salah satu saksi betapa gilanya Manuel.Darwis bersidekap dada, mata elangnya teduh saat menatap Andhira yang kini berada dalam pelukan Arsenio. Dia tidak akan membiarkan Manuel men
“Andhira, masih marah sama aku?”Garaga mencoba untuk mengajak Andhira bicara dengannya, sedangkan Andhira mengabaikan keberadaannya yang tepat berada di sisi kanan. Andhira kesal dengan Garaga karena laki-laki itu mengulang kembali kalimat kramat yang dikatakan oleh Manuel.“Pak Arsen ayok tukeran tempat duduk, samping saya ini kaya ada hantunya. Merinding banget,” ucap Andhira, menatap Arsenio yang sedang memakan bakso. Sedangkan Garaga berdecak, kesabarannnya tidak banyak.Garaga menarik surai panjang milik Andhira, dan membuat gadis itu memekik. Tangan Andhira otomatis memukul bahu Garaga cukup keras, sedangkan Garaga mendesis.“Aku bilangin papih kalau Garaga nakal, gak usah diterima kalau ke rumah,” ucap Andhira, menatap tajam Garaga yang menatapnya dengan mata menyipit.“Kamu ini yaa, padahal yang bilang kaya gitu bukan aku doang. Reno, Zavian sama Kalvin kan ikut-ikutan,” balas Garaga, tidak i
“Ini mas Arsen yang nyiapin?”Andhira menatap Arsenio yang duduk di kursi sebrangnya, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu tersenyum manis, menggenggam erat kedua tangannya.“Kamu suka?” tanya Arsenio lembut, diangguki oleh Andhira. Jawaban dari Andhira sudah cukup membuatnya senang, berarti usahanya tidak sia-sia untuk membuat kekasihnya itu bahagia.“Kedua kalinya mas Arsen bikin kaya gini. Oh aku tau, jangan-jangan ada hal yang mau mas Arsen bicarakan?” tanya Andhira, menatap curiga Arsenio.Arsenio hanya tersenyum manis, “Sesuai janji aku, Sayang. Kamu kok curigaan gitu sih sama aku?”Andhira menggeleng, “Bukan gitu maksud aku. Mas Arsen itu tipe yang cuek, jadi kalau lagi kaya gini aku itu curiga. Contohnya pas mas Arsen menyatakan cinta ke aku, itu kan mas Arsen mempersiapkan segalanya menjadi romantis.”Arsenio yang mendengarnya tertawa, hal itu membuat Andhira mengerucutka
“Mas Arsen, ini tuh mau kemana sih? Masih jauh gak?”Andhira melangkah kakinya sesuai dengan intruksi yang diberikan oleh Arsenio, karena dia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan. Ya, kedua matanya ditutup oleh kain dari basement apartement.Arsenio memencet angka 12 pada lift, artinya dia dan Andhira akan ke lantai 12, tempat Andhira tinggal pada saat ini. Arsenio menampilkan wajah datar, walaupun di dalam lift hanya ada dirinya dan Andhira.“Sabar, Sayang. Aku gak bakal nyulik kamu kok,” ucap Arsenio saat melihat Andhira bersidekap dada dan bibir yang bergerak tanpa suara.“Takut kalau ketiduran nanti, terus mas Arsen gak bisa gendong aku karena aku berat,” balas Andhira, hanya mendapatkan respon gumamam dari Arsenio.TINGG!“Pelan-pelan, nanti kamu jatuh, Andhira,” bisik Arsenio karena Andhira melangkah dengan langkah kaki yang besar.Andhira berdecak, rasanya ingin menarik paks
“Kamu hari ini pulang ke rumah mamih kamu, kan?”Arsenio menatap Andhira yang duduk di kursi penumpang, dia melihat Andhira yang mengangguk sebagai jawabannya. Arsenio kembali menatap jalan lurus di depan sana, fokus menyetir agar tidak terjadi yang tidak diinginkan.“Kenapa, Mas?” tanya Andhira penasaran, sedangkan Arsenio menggeleng. Hal itu membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya karena tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. “Ada apa? Gak mau ngasih tau aku nih?”“Gak ada apa-apa, Sayang. Kamu ini ya, selalu curiga sama aku,” ucap Arsenio, menatap Andhira, lalu menggeleng tidak percaya.Andhira bergumam, “Bukan curiga, tapi aku mau memastikan kamu ini gak ada salah kalau lagi berhadapan sama mamih.”“Kamu tau gak sih? Kalau kamu kaya gini, malah nunjukin kalau mamih kamu itu galak banget-banget sampai gak boleh salah sedikitpun,” ucap Arsenio, memperhatikan And
“Terus mantan istrinya mas Arsen itu udah ketemu?”Andhira menatap Arsenio yang sedang fokus menyetir, dia melihat kekasihnya itu menggelengkan kepala, menandakan bahwa ‘Belum’, dan Andhira hanya menghela nafas perlahan.“Liliana ini koneksinya banyak, dia kan wanita karir jadi teman-temannya pasti pada bantuin buat tempat persembunyian,” ujar Arsenio, menoleh singkat dan kembali fokus menyetir. Andhira menatap jalan di depan sana, dan terdiam.Andhira memikirkan hidupnya akan menjadi seperti apa, kalau Liliana belum ditemukan, otomatis mantan istri dari Arsenio tersebut masih bisa mencelakai dirinya. Andhira menggeleng, menghilang bayangan buruk yang tiba-tiba melintas difikirannya.“Aku rasanya mau pergi ke luar negri deh, ambil cuti kuliah. Aku masih mau hidup damai, aman, tenang, tanpa dibayangi oleh Liliana dan Manuel,” ucap Andhira, mengulum bibirnya, tidak berani menoleh ke sisi kanan.Ar