“Selamat pagi, pak Arsen. Semoga hari-harinya menyenangkan.”Andhira tersenyum kepada Arsenio saat berpapasan dengan Dosen PA, sekaligus kekasihnya itu. Arsenio menahan diri agar dirinya tidak kelepasan untuk memperlakukan Andhira seperti sepasang kekasih, dia ingat apa yang dikatakan oleh Andhira kemarin pada saat di rumah Darwis.“Semoga saja kamu tidak membuat kegaduhan ya.”Andhira bergumam, mengendikkan kedua bahunya, “Gak tau ya, Pak. Tapi saya niatnya buat keributann sih, karena tadi abis ketemu sama nenek lampir.”“Kamu diapain sama ….” Arsenio segera berdeham, memasang wajahnya serius, menatap tajam Andhira yang terkekeh. Dia kembali berkata, “Saya tidak ingin ada keributan apapun hari ini, baik kamu pelakunya atau Tesya. Mengerti?”Andhira mengulum bibirnya, lalu menggeleng, “Saya gak janji, Pak. Saya permisi,” pamitnya, menundukkan kepala dan melenggang pergi. Sedangkan Arsenio memperhatikan punggung Andhira yang mulai mengecil.Dari posisinya saat ini, Arsenio dapat meliha
“Reno … Reno … Kenapa selalu ada kamu yang gangguin rencana aku buat dapetin Andhira?”Reno bergumam, mundur satu langkah, begitu juga dengan Garaga. Hal itu berhasil membuat Andhira dihimpit empat laki-laki. Mereka semakin memperketat untuk menyembunyikan Andhira saat bodyguard yang dibawa oleh Manuel berpencar.“Aku yang seharusnya nanya, kenapa kamu gak nyerah aja? Harga diri kamu udah hilang, mendingan hilang sekalian.”Manuel menggeram, tetapi dirinya masih bisa mengendalikan diri dengan tersenyum miring dan maju satu langkah. Dia kesal dengan apa yang dikatakann oleh Reno, memang benar yang dikatakan oleh Reno itu sesuai fakta.“Aku lebih dulu kenal sama Andhira dibandingkan kamu,” balas Manuel dengan percaya diri, berhasil membuat Reno menaikkan sebelah alisnya.“Tapi dia gak mau tuh ketemu sama kamu, dia lebih pilih sama aku. Aku cuma mau ngingetin aja sih ….” Reno menjeda ucapannya, memperhatikan penampilan Manuel dari bawah hingga atas, lalu terkekeh.“Lebih baik kamu pergi
“Kalian memang seniat itu ya untuk menghancurkan hubungan saya dan Andhira?”Arsenio melangkah maju, menghampiri Manuel dan Liliana yang berada di tengah rooftop. Liliana melempar sembarang pisau yang sedang dipegang, sedangkan Manuel menodongkan pistol yang dia keluarkan dari saku celana.“Dareen Arsenio, mantan suami dari Liliana, papih dari Amanda Anandita, dan kekasih dari Maheswari Andhira Swastika, senang bertemu dengan anda,” ujar Manuel dengan smirk smile yang ia miiki.Liliana berdeham, menghampiri Arsenio dan mencoba untuk mengamit lengan Arseni tetapi segera ditepis olehh mantan suaminya itu. Penolakan yang sangat jelas diterima oleh Liliana, membuatnya menggeram kesal.“Apa yang kamu lihat dari bocah umur dua puluh tahun seperti Andhira?” tanya Liliana, ditanggapi oleh Arsenio dengan sebelah alis yang naik.“Andhira menerima Amanda, sedangkan kamu? Buruk, sangat buruk. Bahkan, saya harus katakan ke kamu, kalau kamu itu yang bocah,” balas Arsenio penuh penekanan, melirik ti
“Jangan takut, Manuel udah ditahan sama polisi, jadi gak bakal ada yang ganggu kamu lagi.”Arsenio mendekap erat Andhira, mencoba untuk membuat kekasihnya sedikit lebih tenang setelah terjadi insiden beberapa menit yang lalu. Andhira lemas, fikirannya kosong, antara hidup dan mati.“Aku masih bernafas, kan?” tanya Andhira dengan suara pelan, menatap Arsenio yang tersenyum kepadanya.“Iyaa.”Andhira kembali menangis, “Aku belum tulis surat wasiat kalau tadi beneran mati konyol,” ocehnya disela-sela terisaknya.Arsenio mendesis, dia tidak ingin Andhira kembali mengingat kejadian saat Manuel menarik paksa Andhira dan berdiri di pembatas, jika maju satu langkah sudah dipastikan akan berbeda cerita.“Minum dulu, Dhir,” titah Garaga memberikan satu botol air mineral yang baru dia beli di kantin, dirinya menjadi salah satu saksi betapa gilanya Manuel.Darwis bersidekap dada, mata elangnya teduh saat menatap Andhira yang kini berada dalam pelukan Arsenio. Dia tidak akan membiarkan Manuel men
“Andhira, masih marah sama aku?”Garaga mencoba untuk mengajak Andhira bicara dengannya, sedangkan Andhira mengabaikan keberadaannya yang tepat berada di sisi kanan. Andhira kesal dengan Garaga karena laki-laki itu mengulang kembali kalimat kramat yang dikatakan oleh Manuel.“Pak Arsen ayok tukeran tempat duduk, samping saya ini kaya ada hantunya. Merinding banget,” ucap Andhira, menatap Arsenio yang sedang memakan bakso. Sedangkan Garaga berdecak, kesabarannnya tidak banyak.Garaga menarik surai panjang milik Andhira, dan membuat gadis itu memekik. Tangan Andhira otomatis memukul bahu Garaga cukup keras, sedangkan Garaga mendesis.“Aku bilangin papih kalau Garaga nakal, gak usah diterima kalau ke rumah,” ucap Andhira, menatap tajam Garaga yang menatapnya dengan mata menyipit.“Kamu ini yaa, padahal yang bilang kaya gitu bukan aku doang. Reno, Zavian sama Kalvin kan ikut-ikutan,” balas Garaga, tidak i
“Ini mas Arsen yang nyiapin?”Andhira menatap Arsenio yang duduk di kursi sebrangnya, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu tersenyum manis, menggenggam erat kedua tangannya.“Kamu suka?” tanya Arsenio lembut, diangguki oleh Andhira. Jawaban dari Andhira sudah cukup membuatnya senang, berarti usahanya tidak sia-sia untuk membuat kekasihnya itu bahagia.“Kedua kalinya mas Arsen bikin kaya gini. Oh aku tau, jangan-jangan ada hal yang mau mas Arsen bicarakan?” tanya Andhira, menatap curiga Arsenio.Arsenio hanya tersenyum manis, “Sesuai janji aku, Sayang. Kamu kok curigaan gitu sih sama aku?”Andhira menggeleng, “Bukan gitu maksud aku. Mas Arsen itu tipe yang cuek, jadi kalau lagi kaya gini aku itu curiga. Contohnya pas mas Arsen menyatakan cinta ke aku, itu kan mas Arsen mempersiapkan segalanya menjadi romantis.”Arsenio yang mendengarnya tertawa, hal itu membuat Andhira mengerucutka
“Mas Arsen, ini tuh mau kemana sih? Masih jauh gak?”Andhira melangkah kakinya sesuai dengan intruksi yang diberikan oleh Arsenio, karena dia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan. Ya, kedua matanya ditutup oleh kain dari basement apartement.Arsenio memencet angka 12 pada lift, artinya dia dan Andhira akan ke lantai 12, tempat Andhira tinggal pada saat ini. Arsenio menampilkan wajah datar, walaupun di dalam lift hanya ada dirinya dan Andhira.“Sabar, Sayang. Aku gak bakal nyulik kamu kok,” ucap Arsenio saat melihat Andhira bersidekap dada dan bibir yang bergerak tanpa suara.“Takut kalau ketiduran nanti, terus mas Arsen gak bisa gendong aku karena aku berat,” balas Andhira, hanya mendapatkan respon gumamam dari Arsenio.TINGG!“Pelan-pelan, nanti kamu jatuh, Andhira,” bisik Arsenio karena Andhira melangkah dengan langkah kaki yang besar.Andhira berdecak, rasanya ingin menarik paks
“Kamu hari ini pulang ke rumah mamih kamu, kan?”Arsenio menatap Andhira yang duduk di kursi penumpang, dia melihat Andhira yang mengangguk sebagai jawabannya. Arsenio kembali menatap jalan lurus di depan sana, fokus menyetir agar tidak terjadi yang tidak diinginkan.“Kenapa, Mas?” tanya Andhira penasaran, sedangkan Arsenio menggeleng. Hal itu membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya karena tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. “Ada apa? Gak mau ngasih tau aku nih?”“Gak ada apa-apa, Sayang. Kamu ini ya, selalu curiga sama aku,” ucap Arsenio, menatap Andhira, lalu menggeleng tidak percaya.Andhira bergumam, “Bukan curiga, tapi aku mau memastikan kamu ini gak ada salah kalau lagi berhadapan sama mamih.”“Kamu tau gak sih? Kalau kamu kaya gini, malah nunjukin kalau mamih kamu itu galak banget-banget sampai gak boleh salah sedikitpun,” ucap Arsenio, memperhatikan And
“Nempel teruss. Awas awass, ngalangin jalann.” Andhira yang kesal kepada Garaga pun menendang tulang kering laki-laki dihadapannya saat ini, baru kemarin Garaga bersikap diluar nalarnya, kini kembali ke setelan pabrik. Arsenio yang berdiri di sisi kanan Andhira pun menepuk lengan tunangannya. “Aku tuh kemarin kaya bukan ketemu sama kamu. Jangan-jangan, kemarin itu kembaran kamu, kan?” tanya Andhira dengan penuh curiga, karena memang berbeda Garaga yang hadir di acara lamarannya dengan Garaga yang ada dihadapannya saat ini. “Enak aja, itu aku tau. Mode kalem, karena kamu mode kalem,” ucap Garaga, membuat Andhira menaikkan sebelah alisnya. Bingung dengan apa yang dikatakan oleh Garaga. “Aku daritadi kalem padahal, kok bisa-bisanya? Jangan salahin aku kalau jambul kamu longsor dalam waktu sekejap,” ancam Andhira, dan dia melihat Garaga melangkah mundur agar tidak terkena sasarannya. Arsenio hanya menggelengkan kepala melihat tingkah tunangannya yang memang berbeda dari hari kemarin
“Aku tidak menyangka, ternyata yang menjadi calon suaminya Andhira itu Arsenio. Pria yang pernah aku tidak restui karena memiliki anak.” Papih hanya mengabaikannya, melepaskan genggaman tangan Mamih dan menggantikannya dengan rangkulan di pinggang. Keduanya melangkahkan kaki keluar dari pagar rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Arsenio. Reno ditunjuk untuk menjadi MC di acara lamaran sahabatnya itu memakai pakaian batik, jujur saja jika bukan permintaan dari Andhira, dirinya tidak berdiri di sini, tetapii berdiri dibelakang bersama dengan Darwis,, Garaga, Kalvin dan Zavian. Dirinya saat ini berdiri di dekat di sisi kanan Papih. Arsenio berada di tengah, sisi kanannya terdapat Amanda dan Mommy, sedangkan di sisi kirinya terdapat Daddy. Nenek dan Kakek dari Amanda ikut hadir, bahkan sudah tiba di Nusantara dari satu minggu yang lalu. Saat Arsenio mengabarkan akan melamar seseorang perempuan. “Selamat datang, Tuan Daniel dan Nyonya Elizabeth,” sapa Papih kepada kedua oran
“Ini kamu sendiri yang desain?”Andhira menatap Arsenio, dan kekasihnya itu mengangguk. Sebuah foto menarik atensinya, sebuah maxi dress bersiluet A yang memiliki panjang hingga semata kaki dan lengan tranparan. Motif bunga, dan berwarna biru.“Kamu suka? Atau ada yang mau kamu tambahin?” tanya Arsenio, saat ini mereka sedang berada di butik milik Tante Kir, tanpa Amanda.Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama, hari ini adalah waktunya Arsenio dan Andhira menyiapkan acara untuk lamaran, tidak bukan seserahan, tetapi pakaian. Permintaan Andhira mengenakan dresscode couple pada saat acara lamaran nanti.“Mas Arsen desain juga buat pakaiannya?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Kekasihnya itu menggeser foto lain. Tante Kir hanya terdiam memperhatikan kedua pasangan yang sedang diskusi.Andhira menatap serius foto tersebut, lalu berkata, “Jelek. Gak usahh. Mas Arsen pake kemeja warna biru aja.”Arsenio mendelik, “Aku desain itu biar sama kaya punya kamu. Katanya mau c
“Aku belum ngeliat Amanda sebahagia itu.”Arsenio memperhatikan Amanda yang sedang bermain pasir di depan sana, hanya seorang diri. Sedangkan dirinya duduk tiga langkah dari posisi Amanda saat ini, bersama dengan Andhira yang memfokuskan atensi hanya kepada Amanda.“Oh iya? Dia juga tadi bahagia banget pas denger kalau aku sama kamu mau lamaran,” ucap Andhira, menoleh ke sisi kirinya dan tersenyum kepada Arsenio.Arsenio menoleh, tersenyum manis kepada kekasihnya dan kembali menatap Amanda yang sedang berusaha membangun istana dari pasir.“Keinginan dia dari pertama kali ketemu sama kamu, ya ngejadiin kamu sebagai mamihnya. Udah lama gak punya mamih, terus harapan dia cuma kamu.”Andhira bergumam, memfokuskan atensinya hanya kepada Amanda. Gadis cilik yang selalu mengganggu hari-harinya, sering datang ke kampus untuk bertemu dengannya, dan bahkan dia tidak tahu kalau Amanda itu anak dari Arsenio, dosen pembimbing akademiknya yang baru.“Aku sampe sekarang masih gak percaya sihh. Kaya
“Kamu jangan kaya gitu lain kali. Gak baik, apalagi ada ibunya, nanti beliau kesinggung, gimana?”Amanda hanya bergeming mendengarkan apa yang diucapkan oleh Andhira dari sejak mereka di sekolah dan saat ini dalam perjalanan menuju rumah.“Iya, maaf. Lagian aku kesel sama Angga, dia di dalam kelas aja ngisengin aku. Jadinya, mau ngehindar aja kalau keluar kelas,” ucap Amanda, lebih membela diri sendiri.Andhira menoleh sekilas, lalu kembali fokus menyetir. Dirinya mengerti, dan pernah melakukan hal yang sama seperti yang Amanda lakukan. Tahu akhirannya seperti apa? Orangtua sih pelaku pengganggu menyuruh Andhira untuk meminta maaf.“Aku pernah di posisi kamu, digangguin sama lawann jenis. Aku yang minta maaf, tapi aku dibilang gak sopan, orangtuanya gak terima malah minta aku buat ngebantu anak mereka dalam ngerjain tugas,” ujar Andhira, membuat Amanda menoleh dan memicingkan mata.Jujur saja, Amanda antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Andhira. Sedikit ke
“Kok baru keliatan lagi, Jeng?” Andhira tersenyum kepada Ibu Angga yang duduk di sisi kanannya. Mereka saat ini sedang duduk di kursi yang terletak dipinggir dekat dengan taman bermain yang ada di sekolah Amanda. “Iya, Bu. Kemarin-kemarin sibuk mengerjakan tugas yang dikasih dosen,” jawab Andhira, berusaha untuk sopan kepada Ibu Angga, dan berusaha untuk tidak menyinggung Ibu Angga. “Oh iya. Jeng Andhira kan sedang kuliah. Lancar yaa jeng kuliahnya? Harus dong, biar cepet dapet gelar. Terus fokus merawat Amanda,” balas Ibu Angga, ditanggapi dengan senyum manis dari Andhira. “Anaknya semakin lucu ya, Bu,” ucap Andhira diakhiri dengan terkekeh, dia kembali mengingat tingkah Angga tadi pagi sehingga membuat Amanda ngambek tidak ingin masuk kelas. Ibu Angga menyengir malu, dirinya merasa bersalah karena putranya, membuat Andhira harus membujuk Amanda untuk masuk kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Diluar prediksinya, dan membuatnya mengingat kembali sifat yang dimiliki oleh Angga
“Loh kok ada mamih Andhira?”Amanda menatap bingung Andhira yang saat ini duduk di ruang tamu, hanya seorang diri. Andhira mengangkat kepalanya, dan tersenyum kepada Amanda yang langsung duduk di sisi kanannya.“Gak suka kalau aku dateng ke sini?” tanya Andhira, raut wajahnya seolah sedih, dan memperhatikan Amanda yang mengangguk lalu menggeleng.“Maksud aku, kok di sini? Emangnya mamih gak kuliah?”Andhira terkekeh, lalu menggelengkan kepala. Dirinya memang sengaja datang ke sini untuk mengantar Amanda ke sekolah dan menunggunya hingga pulang sekolah. Sedangkan Arsenio sedang ada keperluan, dan sudah berangkat dari pukul tujuh.“Aku libur hari ini, udah siap?” tanya Andhira, diakhiri dengan senyum manis. Dia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, membuatnya menoleh dan mendapati Mbak Maya yang datang dengan membawa tas sekolah berwarna pink milik Amanda.“Kamu benerann gapapa nganterin Amanda ke sekolah?” tanya Mbak Maya setelah berdiri di dekat Amanda dan Andhira. Amanda
“Kamu sama sih Airina gak bisa akur emangnya ya?” Andhira menyeruput jus jambunya dengan santai, dihadapannya ada Arsenio. Keduanya saat ini berada di sebuah café yang tidak terlalu banyak di kunjungi oleh customer, menghabiskan waktu berdua setelah melewati hari yang cukup menguras tenaga. “Aku sih bisa aja akur, tapi kan mas Arsen liat sih kelakuan syaitonnya. Baru juga mas Arsen dateng, dia udah berulah,” ucap Andhira, mengambil satu stick kentang dan colek ke saos sambal. Kedua matanya hanya terfokus untuk Arsenio. “Oh iya?” Andhira mengangguk, membenarkan posisi duduknya. Dia berdeham, lalu berkata, “Kayanya dia emang sengaja deh cari perhatian. Soalnya ya, pas mas Arsen gak ada beberapa hari kemarin, di kampus itu dia gak ada berulah tau.” Arsenio menyeruput kopi hitam, matanya memperhatikan kekasihnya yang sedang bercerita. Hanya dengan melihat wajah Andhira saja membuatnya sedikit tenang, apalagi kekasihnya itu berceloteh seperti biasanya, tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Tadi aku ketemu sama perempuan, dia ini mukanya berseri-seri gitu. Mungkin karena ketemu sama mas pacar kali ya?”Garaga melirik ke sisi kanan, mendapati Andhira yang datang bersama dengan Reno. Perempuan yang dimaksud oleh Garaga ialah Andhira, sang empu menyadari dan ….“AKHH ANDHIRA,” teriak Garaga saat Andhira menarik jambulnya sekuat tenaga, Reno yang melihatnya pun menarik Andhira untuk menjauh dari Garaga. Sedangkan Garaga mengibas surainya sekalian, jambulnya sudah rusak akibat ulah dari Andhira.“Apa?” tanya Andhira dengan kedua matanya melotot kepada Garaga yang menatapnya.Reno yang tidak ingin adanya pertengkaran pada pagi hari ini, memberikan kode kepada Darwis untuk bertukar tempat duduk dengan Garaga. Darwis tanpa banyak bicara mengambil tas milik Garaga dan dipindahkan ke meja belakang.Di dalam ruangan hanya ada Darwis, Garaga, Zavian, Kalvin, Reno dan Andhira. Zavian dan Kalvin memang tipe yang jarang bicara, jadi hanya duduk tenang di kursi paling belakang sejajar