“Jadi gimana menurut papih? Aku kembali lagi ke rumahnya Manuel atau pakai cara lain?”Saat ini Andhira sedang berdiskusi dengan Papih, dia butuh saran dari Papih yang lebih berpengalaman darinya dan lebih tahu dunia luar itu seperti apa. Sesuai dengan apa yang Andhira katakana kepada Darwis, tidak bisa sembarangan memutuskan.“Kamu ada rekaman suaranya? Kalau ada, papih mau denger, kalau kuat buat jadi bukti, papih kasih itu ke temen papih.”Andhira mengangguk, dan segera mencari rekaman suara yang sempat dia rekam saat tinggal di rumah Manuel. Setelah menemukan file yang dicari, Andhira memberikan kepada Papih. Papih mendengarkan dengan fokus rekaman tersebut.Andhira menatap Papih, dirinya tidak yakin sebenarnya kalau rekaman yang dipunya bisa menjadi bukti, karena rekaman tersebut hanya seperti orang yang sedang marah-marah biasa.“Gimana, Pih?” tanya Andhira saat Papih selesai mendengarkan rekaman yang dimiliki. Papih membalas tatapan Andhira, lalu tersenyum manis.“Kamu kirim k
“Andhira, bisa ke ruangan saya?”Andhira mengabaikan Arsenio, tidak perduli dengann kehadiran Arsenio saat ini. Bahkan, Andhira mengenakan kacamata hitam supaya tidak melihat Arsenio.“Andhira.”Andhira menghentikan aktivitasnya yang sedang bermain ponsel, tanpa menatap Arsenio, dia berkata, “Gak bisa. Saya gak mau ketemu sama pak Arsen.”“Kamu marah banget sama saya?” tanya Arsenio, tidak menyerah untuk berbicara dengan Andhira, walaupun sudah diabaikan oleh kekasihnya itu.Andhira beranjak, melenggang pergi tanpa mengatakan apapun kepada Arsenio. Hal itu membuat Arsenio memperhatikan punggung Andhira yang menjauh, bertepatan dengan Darwis yang memasuki ruang kelas.Darwis menatap Arsenio dengan menaikkan sebelah alisnya, “Kenapa?” tanyanya saat berdiri dihadapan Arsenio.Arsenio menghela nafas beratnya, “Dia gak mau bicara sama saya,” jawabnya dengan pelan. Membuat Darwis bergumam.“Pak Arsen mending balik ke kelas, dan jangan ketemu sama Andhira, dia butuh waktu, Pak.”Arsenio mena
“Maaf, aku kemaren gak ada ngabarin kamu soalnya buru-buru ke rumah mantan istri. Bagaimanapun juga dia di sana gak ada siapa-siapa.”Andhira hanya bergeming tanpa menatap Arsenio yang duduk di sisi kanannnya, hatinya memanas saat mendengan ‘mantan istri’, otaknya langsung berfikir bahwa kekasihnya itu masih mencintai mantan istri.“Aku cuma kasian, benerann cuma kasian. Perasaan aku ke dia udah hilang dari lama, jadi aku harap kamu mengerti,” lanjut Arsenio, membuat Andhira tersenyum miris. Tidak mengerti dengan apa yang ada difikiran Arsenio.“Lucu yaa, aku disuruh ngertiin orang yang gak perduli sama perasaan aku,” ucap Andhira, menarik nafas dan menghela nafasnya secara perlahan. Dia menatap langit-langit yang cerah pada siang hari ini, tersenyum tipis.“Gak ada kabar, terus aku disuruh ngertiin mantan istrinya pak Arsen? Sedikit gila ya, Pak,” imbuh Andhira, dirinya tidak ingin melihat Arsenio sama sekali. Sedangkan Arsenio meraih tangan Andhira, tetapi ditepis oleh Andhira.“G
“Aww, ini mau kemana?”Andhira memperhatikan jalanan yang dilewati, dan menatap Arsenio yang fokus menyetir dengan terus melirik spion kanan. Andhira yang penasaran pun melirik spion kirinya, sebelah alisnya terangkat.“Kamu minum dulu, ada minum di pintu,” ujar Arsenio, menoleh sekilas ke sisi kirinya dan kembali fokus menyetir.“Itu mobilnya Manuel, kan?” tanya Andhira, diangguki oleh Arsenio. Jawaban dari kekasihnya itu membuatnya menoleh dan mendapati Reno yang bersebelahan dengan Darwis.“Andhira,” panggil Arsenio penuh penekanan, karena Andhira tidak mengindahkan apa yang dia perintahkan. Andhira mendelik, tangan kirinya terulur untuk mengambil satu botol air mineral dan membukanya.Andhira meneguk hingga setengah botol, lalu kembali menutupnya. Dia menoleh, “Ini ada apa sih?” tanyanya, terakhir yang diingat adalah menangis dalam pelukan Arsenio, setelahnya dia tidak sadarkan diri.“Manuel ngikutin dari kampus tadi, terus ternyata temen-temen kamu ngikutin. Tadi Reno bilang, mau
“Kamu beneran pingsan?”Andhira yang baru saja tiba, dan langusng diberikann pertanyaan seperti itu membuatnya mendelik tidak suka. Bayangkan saja, dirinya disangka bohong oleh Caca.“Aku pura-pura pingsan aja sih tadi,” jawab Andhira dengan tidak santai, ditanggapi terkekeh.“Halo, pak Arsen,” sapa Caca saat Arsenio berdiri dihadapannya saat ini, sedangkan Andhira menggeser tubuhnya. Caca menaikkan sebelah alisnya, menatap Andhira yang mengerjapkan kedua mata.“Halo, Ca. Maaf yaa kalau mengganggu waktu istirahatnya,” ucap Arsenio penuh dengan rasa bersalah, ditanggapi dengan senyum manis dan sopan.“Gapapa, Pak. Darwis udah kasih tau tadi. Ini gak ada yang ngikutin kalian, kan?” tanya Caca, menatap Arsenio dan Andhira silih berganti.“Tidak ada,” jawab Arsenio, sedangkan Andhira hanya bergumam.Caca mempersilahkan Andhira dan Arsenio untuk masuk ke dalam, dia tidak ingin orang suruhan dari Manuel mengetahui obrolan mereka. Dirinya menutup pintu rapat, dan tersenyum kepada Arsenio.“P
“Andhira harus tetap dalam pengawasan, karena Manuel belum ditangkap dan bisa aja dia nekat nyulik Andhira terus dibawa ke tempat yang terpencil.”Andhira yang mendengarnya otomatis melempar bantal sofa kearah Garaga, laki-laki satu itu memang sering berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. Garaga mendelik, dia mendapati tatapan tajam dari Andhira.“Kamu berisik banget, Ga. Jangan sampe aku sentil ubun-ubun kamu,” ucap Andhira dengan tidak santai. Garaga yang duduk di dekat pintu hanya terkekeh.“Kenapa marah-marah mulu sih, Andhira? Cepet tua nanti,” balas Garaga, dan Andhira hanya menyipitkan kedua mata.“Jadi, kalian bisa lepas dari Manuel itu karena polisi dateng?” tanya Arsenio, diangguki oleh Reno.“Di sini aku ngerasa bersalah, kalau aku gak upload foto yang ada Andhira, pasti Manuel gak tau keberadaan Andhira, bahkan Manuel gak datang ke sini,” ujar Reno penuh penyesalan, membuat Andhira bergumam.“Kamu ataupun pak Arsen sama aja, males sama kalian berdua,” ucap Andhira
“Papih dapet kabar tentang Manuel atau gak? Dia udah balik ke luar negri atau masih tetap di sini?”Andhira menatap Papih yang sedang fokus menatap layar laptop, dirinya sudah balik lagi ke rumah Papih, diantar oleh Darwis karena Arsenio tiba-tiba harus menghadiri rapat penting untuk membahas konsep iklan.Papih menggeleng, “Gak. Tapi polisi udah bergerak buat nyari bukti lainnya, kan?” tanyanya menatap Andhira, diangguki oleh putrinya.“Katanya gitu sih, Pih. Tapi aku gak tau juga sih. Aku cuma mau dia menghilang dari hidup aku dan gak ada bikin ulah lain-lain,” ucap Andhira, mengutarakan keinginannya yang mungkin tidak terjadi dalam waktu singkat.“Kamu salah berharap kaya gitu,” ucap Papih, membuat Andhira bingung.“Maksudnya?”Papih tersenyum, “Papih punya perasaan yang aneh, dan papih udah pesan tiket buat kamu ke rumah kakek. Di sana kamu lebih aman.”“Pihh, gak usah bercanda. Aku baru aja baikan sama mas Arsen, terus harus pisah lagi?” oceh Andhira dengan tidak santai, dirinya
“Hari ini pak Arsen gak ada di kampus, kan? Soalnya aku gak buka pesan dia dari semalem.”Andhira menatap Reno yang duduk dihadapannnya saat ini, diangguki oleh Reno. Jawaban dari Reno sudah cukup membuat Andhira sedikit bernafas lega, karena tidak perlu harus menghindar dari Arsenio.“Kamu lagi gak mau ketemu sama pak Arsen? Masih belum baikan?” tanya Reno dengan serius, Andhira bergumam.“Iya.”Reno memicingkan mata, setahu dirinya hubungan Andhira dan Arsenio sudah membaik, terlihat pada saat di rumah Caca kemarin. Memang Arsenio pulang duluan karena ada meeting, jadi Andhira diantar pulang oleh Darwis.Reno menarik kursinya agar lebih mendekat kepada Andhira yang sedang membaca sebuah buku novel. Dia memperhatikan Andhira, “Bukan karena pak Arsen pulang duluan, kan?” tanyanya, dijawab dengan gelengan kepala dari Andhira.“Ada sesuatu, sampai sesuatu itu selesai, baru kami baikan.”Reno bingung, sangat terlihat pada wajahnya. Keterdiamannya membuat Andhira menoleh dengan sebelah