Aku belum memberikan nomor baruku ke siapapun. Takkan kuangkat karena nomor asing yang menghubungiku.Tak terdengar suara Mas Arman di depan. Mungkin benar, ia sedang mencariku di luaran sana. Atau mungkin dia tak mencariku, malah bertemu dengan Bu Via mungkin.Ah, pikiranku jadi dipenuhi oleh pikiran kotor tentangnya.Dari tadi siang, aku belum memasak ayam yang telah dibeli. Jadilah sekarang ku masak sebelum nantinya bau.Tak lama ada yang mengetuk pintu lagi, tak kubuka lagi, karena hatiku sudah terlalu sakit. Biar dia rasakan dinginnya udara malam di luar.Tapi yang mengetuk Mengeluarkan suaranya."Assalamualaikum. Dek Lita!" panggilan dari seseorang yang kukenal. Dia adalah Bu Raya.Ada apa Bu Raya datang malam-malam?Segera kubuka pintu, karena tak mau membuatnya lama menunggu."Bu Raya ada apa? Silahkan masuk!" ajakku. Ia mengekorku sampai ruang tamu. Aku dan Bu Raya sama-sama duduk di tikar yang sudah disediakan."Saya khawatir sama kamu, Lita. Kamu sudah makan? Hasilnya giman
Aku senang Bu Raya mengajakku berbisnis, walau aku sangat awam tentang bisnis ini."Beneran, Bu?""Iya. Kamu juga bisa punya toko seperti suamimu nanti, dengan online, semua lebih mudah," katanya. "Enaknya, kita bisa menjualkan barang yang ada di pusat tanpa menyetok barang di rumah. Keuntungannya pun banyak, ada keuntungan langsung, ada keuntungan dari sistemnya." ucap Bu Raya."Nanti ibu tolong ajarkan saya, ya, Bu!" sahutku."Siap, Lita. Aku akan jadikan kamu pengusaha muda yang sukses agar tak diremehkan suamimu," timpal Bu Raya."Lalu, saat ini saya harus bagaimana?""Bertahan dulu saja, tapi tetap minta hakmu agar mendapat uang belanja yang layak. Kalau tidak diberi, ancam kamu akan memberitahukan keluarga besar kalian. Kalau tidak bisa juga, perpisahan mungkin jalan terbaik. Memang perceraian itu jalan yang dibenci Allah, tapi apabila sudah tidak ada kebaikan dalam suatu pernikahan, bercerai akan lebih baik," terang Bu Raya."Mmm ... Benar juga. Baiklah, Bu. Semoga aku bisa mel
"Nanti ... Mbak diskusikan dulu dengan Mas Arman, ya, Zul!" "Oh ya sudah. Ditunggu, Mbak," katanya.Keluargaku di kampung sudah kangen padaku. Akupun demikian, mereka selalu ada di hatiku.Akupun mulai bekerja di rumah Bu Raya. Benar saja, di sudut lain, banyak barang herbal. Ada banyak admin yang mengecek pesanan yang masuk, ada yang bagian pengemasan, ada yang bagian input data.Khusus aku, Bu Raya memberikan aku kesempatan melihat dulu semua bagian. Aku dijadikan resellernya yang bisa menduplikasi bisnis yang Bu Raya jalankan.Hari pertama aku belajar sebagai pengecek pesanan yang masuk. Sehari bisa puluhan, bahkan katanya sampai ratusan alamat kirim.Aku baru tau ada bisnis seperti ini dari rumah. Tapi mungkin aku pelajari aplikasi jual beli yang digunakan Bu Raya."Lita, untuk pemula, kamu bisa gunakan aplikasi jual beli juga. Untuk barang bisa ambil di saya, karena saya termasuk distributor," katanya.Betapa beruntungnya aku, bertemu dengan perempuan baik seperti Bu Raya. Darin
"Lit, kulihat kemarin ada buah, ya! Kamu taruh dimana? Aku mau dong!" Enak aja, kebiasaan. Maunya yang enak-enak, ngasih nggak."Nggak ada, Mas. Sudah aku habiskan. Kan kata Bu Raya harus dihabiskan oleh ibu hamil," sergahku."Oh jadi selama ini yang ngasih Bu Raya? Besok-besok mintalah yang banyak, pasti dia nggak bakal keberatan," katanya ngelunjak."Ah, Mas. Bikin malu aja! Oya, Mas. Kamu lihat uangku yang di dalam kaleng ini?""Lihat, aku ambil buat ganti bayar gas dan galon," katanya."Apa? Itu kan biasanya kamu yang bayar, Mas?" Aku kecewa Mas Arman mengambil uangku tanpa izin."Sesekali kamu yang bayar, Lit. Lagian uangmu banyak banget sekarang!" "Itu nggak banyak dibandingkan uang Mas Arman. Awas ya kalau berani-berani lagi ngambil uangku," ancamku."Ya sudah kalau gitu," tukasnya.Padahal aku nggak berani ngambil uangnya kemarin, walau halal diambil seperlunya. Mas Arman malah seenaknya mengambil uangku.Keesokan harinya, Mas Arman memberi uang 20 ribu. Katanya masak yang e
"Eh, suara ponsel emang? Bukan kayaknya deh!" ucapku.Mas Arman mencari asal suara. Ia melihat tasku, ia mendekatinya tapi suara sudah hilang.Ketika ia akan membuka tasku, yang berada di gantungan pakaian, aku memanggilnya."Mas, sini deh! Tolongin aku dong, bahuku terasa pegal. Mungkin efek kehamilan sepertinya," kataku.Dia mendekat, aku bersyukur dia tak menyentuh tas itu. Jangan sampai dia tau aku punya android. Bisa-bisa dia tak percaya kalau itu diberi Bu Raya. Atau bisa saja dia menyuruhku menjualnya lagi."Yang mana yang pegal?" katanya sembari membawakan minyak kayu putih."Disini, Mas." Aku menunjukkan kepadanya.Setelah ia memijat pundakku, ia langsung berbaring karena katanya besok mau berangkat bada subuh.***Pagi-pagi sekali Mas Arman sudah siap untuk berangkat setelah sarapan dengan nasi dan kecap. Janjinya ia tunaikan, diberinya uang sebesar 100 ribu untuk dua hari ini. "Jangan lupa ya, Mas. Belikan oleh-oleh untuk orang tuaku, ya!" ucapku."Iya, nanti kubelikan di
"Oh, iya, sudah, Bu. Tadi Pagi!" jawabku. "Alhamdulillah, terima kasih, Bu Raya. Semoga Allah membalas kebaikan ibu," ucapku terharu.Tak terasa mata ini terasa panas, air mata menetes. Bu Raya membuatku terharu."Jangan menangis, Lita. Aku tau tentangmu dari beberapa tetangga di sini. Katanya suamimu punya toko sembako, tapi kamu malah belanja seadanya. Mereka sering membicarakanmu. Katanya kalau mereka jadi kamu bakalan kabur karena tersiksa. Tapi kamu berbeda Lita, aku melihat ketulusan dari dirimu. Menurutku, kamu bukan bodoh, tapi justru kamu mau menjalankan takdirmu sebagai istri dengan berbuat baik pada suamimu. Kalau urusan suamimu yang pelit, anggap saja itu urusannya dengan Allah langsung," terang Bu Raya. Bu Raya sebegitu dalamnya tau tentang diriku. Ia perempuan yang baik juga pintar."Iya, Bu. Tapi saya pun tak diam saja. Saya akhir-akhir ini sering protes padanya. Lalu saya ikuti saran ibu dengan dia yang belanja, ternyata tetap yang diutamakan sifat pelitnya. Dia bawa
Pagi-pagi aku masih menghubungi ponselnya. Tapi nggak nyambung juga. Kemana perginya laki-laki itu?Ya sudah, biarlah. Kalau dia mengkhianatiku, aku fokus dengan keberhasilanku. 'Lihat saja nanti, Mas. Aku akan lepas dari laki-laki pelit dan pengkhianat sepertimu!' gumamku lirih.Jika ternyata kamu selingkuh, aku akan langsung pergi dari rumah ini. Enak saja kamu, sudah bakhil, kamu menduakanku.Pagi ini rencana akan ke bank untuk mengurus rekening. Kalau kata Bu Raya sekalian m-banking, untuk memudahkan transaksi dari rumah.Sebelumnya, aku sarapan dulu. Memakan makanan pemberian Bu Raya yang sangat nikmat. Rasanya tak membuatku mual.Lalu aku persiapkan keperluan untuk membuka rekening dan M-banking. Uang tabungan, aku tabungkan semua uangku saja. Lalu KTP dan materai.Setelah semua siap, segera kumasukkan dalam dompet, lalu dalam tas kecilku. Aku memilih menggunakan bank rakyat milik pemerintah, karena biasanya di tiap daerah sudah ada bank rakyat.Aku pergi sendiri, perjalanan me
Dengan uang, semua yang haram terlihat halal. Kadang segala cara digunakan untuk mendapatkannya.Aku akan mendapatkan uang dengan cara yang baik dan halal agar berkah. Kata Bu Raya, tak apa-apa merangkak terus, sehingga kita bisa mencapai penghasilan yang tinggi suatu saat.Sesampainya di rumah, aku langsung salat dan makan siang, karena setelah makan siang, aku harus menginput produk-produk yang belum kumasukkan di galeri penjualan aplikasi jual beli yang kupunya.Sekaligus memberikan testimoni dariku sendiri yang meminum minyak ikan yang katanya bagus untuk ibu hamil.Setelah beberapa saat, ada dua orderan beriringan, yaitu kacamata anti radiasi dan minuman kesehatan ditambah minyak ikan.Aku harus menghubungi admin yang bekerja di rumah Bu Raya hari ini, agar langsung di kirim. Tapi setelah ganti nomor rekeningku, uangnya tak langsung masuk rekening. Ternyata nanti ketika barang sudah diterima konsumen.Aku harus bilang dulu ke Bu Raya, agar ia menyetujui kalau aku mengirimkan bara