"Lit, kulihat kemarin ada buah, ya! Kamu taruh dimana? Aku mau dong!" Enak aja, kebiasaan. Maunya yang enak-enak, ngasih nggak."Nggak ada, Mas. Sudah aku habiskan. Kan kata Bu Raya harus dihabiskan oleh ibu hamil," sergahku."Oh jadi selama ini yang ngasih Bu Raya? Besok-besok mintalah yang banyak, pasti dia nggak bakal keberatan," katanya ngelunjak."Ah, Mas. Bikin malu aja! Oya, Mas. Kamu lihat uangku yang di dalam kaleng ini?""Lihat, aku ambil buat ganti bayar gas dan galon," katanya."Apa? Itu kan biasanya kamu yang bayar, Mas?" Aku kecewa Mas Arman mengambil uangku tanpa izin."Sesekali kamu yang bayar, Lit. Lagian uangmu banyak banget sekarang!" "Itu nggak banyak dibandingkan uang Mas Arman. Awas ya kalau berani-berani lagi ngambil uangku," ancamku."Ya sudah kalau gitu," tukasnya.Padahal aku nggak berani ngambil uangnya kemarin, walau halal diambil seperlunya. Mas Arman malah seenaknya mengambil uangku.Keesokan harinya, Mas Arman memberi uang 20 ribu. Katanya masak yang e
"Eh, suara ponsel emang? Bukan kayaknya deh!" ucapku.Mas Arman mencari asal suara. Ia melihat tasku, ia mendekatinya tapi suara sudah hilang.Ketika ia akan membuka tasku, yang berada di gantungan pakaian, aku memanggilnya."Mas, sini deh! Tolongin aku dong, bahuku terasa pegal. Mungkin efek kehamilan sepertinya," kataku.Dia mendekat, aku bersyukur dia tak menyentuh tas itu. Jangan sampai dia tau aku punya android. Bisa-bisa dia tak percaya kalau itu diberi Bu Raya. Atau bisa saja dia menyuruhku menjualnya lagi."Yang mana yang pegal?" katanya sembari membawakan minyak kayu putih."Disini, Mas." Aku menunjukkan kepadanya.Setelah ia memijat pundakku, ia langsung berbaring karena katanya besok mau berangkat bada subuh.***Pagi-pagi sekali Mas Arman sudah siap untuk berangkat setelah sarapan dengan nasi dan kecap. Janjinya ia tunaikan, diberinya uang sebesar 100 ribu untuk dua hari ini. "Jangan lupa ya, Mas. Belikan oleh-oleh untuk orang tuaku, ya!" ucapku."Iya, nanti kubelikan di
"Oh, iya, sudah, Bu. Tadi Pagi!" jawabku. "Alhamdulillah, terima kasih, Bu Raya. Semoga Allah membalas kebaikan ibu," ucapku terharu.Tak terasa mata ini terasa panas, air mata menetes. Bu Raya membuatku terharu."Jangan menangis, Lita. Aku tau tentangmu dari beberapa tetangga di sini. Katanya suamimu punya toko sembako, tapi kamu malah belanja seadanya. Mereka sering membicarakanmu. Katanya kalau mereka jadi kamu bakalan kabur karena tersiksa. Tapi kamu berbeda Lita, aku melihat ketulusan dari dirimu. Menurutku, kamu bukan bodoh, tapi justru kamu mau menjalankan takdirmu sebagai istri dengan berbuat baik pada suamimu. Kalau urusan suamimu yang pelit, anggap saja itu urusannya dengan Allah langsung," terang Bu Raya. Bu Raya sebegitu dalamnya tau tentang diriku. Ia perempuan yang baik juga pintar."Iya, Bu. Tapi saya pun tak diam saja. Saya akhir-akhir ini sering protes padanya. Lalu saya ikuti saran ibu dengan dia yang belanja, ternyata tetap yang diutamakan sifat pelitnya. Dia bawa
Pagi-pagi aku masih menghubungi ponselnya. Tapi nggak nyambung juga. Kemana perginya laki-laki itu?Ya sudah, biarlah. Kalau dia mengkhianatiku, aku fokus dengan keberhasilanku. 'Lihat saja nanti, Mas. Aku akan lepas dari laki-laki pelit dan pengkhianat sepertimu!' gumamku lirih.Jika ternyata kamu selingkuh, aku akan langsung pergi dari rumah ini. Enak saja kamu, sudah bakhil, kamu menduakanku.Pagi ini rencana akan ke bank untuk mengurus rekening. Kalau kata Bu Raya sekalian m-banking, untuk memudahkan transaksi dari rumah.Sebelumnya, aku sarapan dulu. Memakan makanan pemberian Bu Raya yang sangat nikmat. Rasanya tak membuatku mual.Lalu aku persiapkan keperluan untuk membuka rekening dan M-banking. Uang tabungan, aku tabungkan semua uangku saja. Lalu KTP dan materai.Setelah semua siap, segera kumasukkan dalam dompet, lalu dalam tas kecilku. Aku memilih menggunakan bank rakyat milik pemerintah, karena biasanya di tiap daerah sudah ada bank rakyat.Aku pergi sendiri, perjalanan me
Dengan uang, semua yang haram terlihat halal. Kadang segala cara digunakan untuk mendapatkannya.Aku akan mendapatkan uang dengan cara yang baik dan halal agar berkah. Kata Bu Raya, tak apa-apa merangkak terus, sehingga kita bisa mencapai penghasilan yang tinggi suatu saat.Sesampainya di rumah, aku langsung salat dan makan siang, karena setelah makan siang, aku harus menginput produk-produk yang belum kumasukkan di galeri penjualan aplikasi jual beli yang kupunya.Sekaligus memberikan testimoni dariku sendiri yang meminum minyak ikan yang katanya bagus untuk ibu hamil.Setelah beberapa saat, ada dua orderan beriringan, yaitu kacamata anti radiasi dan minuman kesehatan ditambah minyak ikan.Aku harus menghubungi admin yang bekerja di rumah Bu Raya hari ini, agar langsung di kirim. Tapi setelah ganti nomor rekeningku, uangnya tak langsung masuk rekening. Ternyata nanti ketika barang sudah diterima konsumen.Aku harus bilang dulu ke Bu Raya, agar ia menyetujui kalau aku mengirimkan bara
Aku bersikap biasa saja saat Mas Arman keluar dari kamar mandi. Ia menghampiriku, lalu tersenyum. Biasanya dia tak pernah sesemringah ini."Kenapa, Mas?" tanyaku."Aku cuma kangen aja sama kamu, Lita. Gimana kehamilanmu?" tanya Mas Arman."Alhamdulillah baik. Tumben, Mas nanya-nanya?" Aku berekspresi heran saat bicara."Kan aku Ayahnya. Masa nggak boleh nanya?" ucap Mas Arman.Aku langsung tidur kembali."Lita, kamu nggak mau makan bawaanku?" tanyanya."Nggak ah, udah kenyang!" jawabku sembari merebahkan diri ke arah tembok.'Mas Arman, kamu takkan menyangka kalau aku sudah tau semua perbuatanmu. Akan kubalas perlakuanmu ini, Mas!' batinku sebelum tidur.Ia kembali ke meja makan dan memainkan ponselnya. ***"Dek, hari ini aku harus memberimu uang belanja berapa? Karena aku sepertinya akan nginep di toko. Akhir-akhir ini sering terjadi pencurian, aku khawatir. Jadi mau ronda di sana." Mas Arman bercerita."Ya Allah, Mas. Kamu tau dari mana kalau di sekitar toko terjadi pencurian? Kan
"Ada, Bu. Masih banyak kok," jawabku, dan memang masih banyak."Ya, bagus. Kamu makan yang banyak dan bergizi ya, Lita. Agar kandunganmu juga sehat," katanya."Baik, Bu. Terima kasih, ya!" ucapku pada Bu Raya. "Saya yang terima kasih, kamu udah berbaik hati berikan ini. Semoga rezekimu semakin berkah ya, Lita. Tetap semangat!" Bu Raya berterima kasih."Sama-sama, Bu. Saya meneruskan kerjaan saya, ya, Bu!""Baik, Lita. Semangat, ya!" Bu Raya mengepalkan tangan, dan menghentakkannya.Baik, Bu. Terima kasih."Aku kembali bekerja dengan karyawan yang lain. Mereka adalah para karyawan yang telaten, kerjaannya cepat selesai.***Saat jam istirahat, biasanya kami diberi makan siang oleh Bu Raya. Kami mengambil sendiri di dapur Bu Raya."Lita, makan yang banyak ya!" pinta Bu Raya."Iya, Bu. Terima kasih. Ini juga udah ngambil banyak," kataku sembari memperlihatkan isi piringku."Oke. Saya ke dalam dulu, ya!" "Baik, Bu."Aku makan bersama karyawan yang lain. Senang sekali bekerja di sini, se
Di dalam mobil, aku tak mau berkata-kata. Aku merasa canggung berada diantara keluarga ini. Keluarga bahagia, ada suaminya Bu Raya--Pak Fadhil, Alma dan Bu Raya. Mereka hanya punya satu anak semata wayang saja, yaitu Alma."Tante Lita habis dari mana? Kok tadi kayak ketakutan?" tanya Alma saat di tengah perjalanan."Habis dari rumah teman. Kebetulan takut kemaleman ini," ucapku."Tenang saja Lita, di restoran yang kita tuju nanti, ada tempat salatnya. Kita tunaikan salat magrib dulu di sana." Bu Raya memenangkan."Iya, Bu. Terima kasih sudah membantuku terus. Ibu dan keluarga benar-benar orang baik." Aku terharu mendengarnya."Nggak Lita, kamulah orang baik itu. Aku sangat iri denganmu. Kamu benar-benar wanita calon penghuni syurga, kalau menurut saya," katanya yang membuatku bertanya-tanya tentang perkataan Bu Raya."Ah, nggak Bu. Memang tujuan saya masuk syurga. Tapi saya tak sepede itu, kesalahan saya sangat banyak sama Allah," ucapku sembari berkaca-kaca."Orang lai yang menilai,