Share

85

Author: Dentik
last update Last Updated: 2025-04-25 21:38:24

Taman menjadi hening seketika. Kenzo menatapku dengan serius, entah apa yang dipirkannya. Namun hatiku merasa tak nyaman. Kulirik Sinta memohon untuk mencairkan suasana.

"Ekhem... Sudah sore, nih. Mas Axel pasti sudah jemput aku. Ayo pulang." Sinta bangkit dari tempat duduknya. "Come on Bimo..."

Aku pun beranjak dari tempat dudukku, tetapi indera pendengaranku menangkap sebuah kalimat.

"Menikahlah denganku, May."

Mataku terbelalak, begitu pula Sinta. Kibasan angin membelai kepalaku dengan lembut. Kerudungku mengibar kecil mengikuti hembusan angin.

"Jangan bercanda, Zo," sahutku berusaha mengalihkan obrolan.

Kenzo tidak tertawa. Dia tetap berdiri di tempatnya, menatapku lurus-lurus. Wajahnya tak menunjukkan sedikit pun tanda bahwa itu lelucon. Justru sebaliknya, matanya dipenuhi kesungguhan yang menusuk.

“Aku nggak bercanda, May,” ucapnya pelan. “Aku serius.”

Sinta yang hendak menggandeng tangan Bimo, terhenti. Wajahnya berubah kaku, seperti tak percaya dengan apa yang baru saja diden
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   86

    Sebelum pria itu benar-benar bersimpuh, aku segera menghadangnya. Ekspresinya yang tak berdaya membuatku iba. "Silakan masuk, Pak." Putusku sebelum mempertimbangkan lebih jauh. Aku tak bisa membiarkan Pak Kusuma bersimpuh di hadapanku. Pria paruh baya itu mengikutiku dengan langkah lunglai. Dia seperti mayat berjalan, entah apa yang terjadi. Aku tak tahan melihat pemandangan yang menyedihkan ini.Bu Yati yang masih berdiri di depan kamarnya, sontak mematung saat aku mempersilakan Pak Kusuma bertamu."Tolong, teh," kodeku padanya. Aku kemudian berbalik dan menatap tamuku seramah mungkin. "Silakan duduk, Pak."Dia segera duduk dan menunduk. Aku menunggu untuknya bicara, tetapi keadaannya terlihat belum siap untuk mengobrol. Sampai-sampai Bu Yati menyeduhkan minuman dan snack, pria itu masih saja tertunduk dengan tangan mengepal. Bu Yati melihatku seakan bertanya, 'Kenapa?'Aku hanya mengendikkan bahu, karena tak tau apa yang membuat Pak Kusuma seperti itu. Bu Yati segera undur diri d

    Last Updated : 2025-04-26
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   87

    Rentangan tangan pria itu perlahan mengendur. Sorot matanya seakan kehilangan cahayanya. Bibirnya yang semula melengkung ke atas, kini berangsung datar. Aku tak tahan melihat ekspresinya yang seperti itu. Apa yang dipikirkannya saat ini?Kulangkahkan kakiku mendekat ke arahnya. Aku semakin sedih karena membuat Tristan sedih."Pulanglah. Besok malam jemput aku," ujarku merengkuh tubuh kekasihku yang sangat kucintai. Tristan membeku dalam pelukanku. Napasnya tertahan sejenak, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa semua ini nyata, bukan hanya imajinasinya yang kesepian.Perlahan-lahan, aku merasakan kedua lengannya melingkari tubuhku. Ragu-ragu di awal, tapi kemudian semakin erat, seolah takut aku akan menghilang lagi."May..." bisiknya parau di dekat telingaku. "Kamu serius?"Aku mengangguk di dadanya, membiarkannya merasakan jawaban itu lewat detak jantungku yang berdebar cepat. "Pulanglah dengan Papamu, besok jemput aku. Kita meminta restu ke mamamu."Pak Kusuma terlihat mendekat k

    Last Updated : 2025-04-27
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   88

    "Ma, kami di sini untuk memberitahu kalau akan menikah. Tidak peduli mama merestui hubungan kami atau tidak, aku tetap menikahi Maya." Tristan menjadi garda terdepat sebelum Bu Ayu menyerangku.Napas wanita paruh baya itu tampak memburu. "Lebih baik kamu menikah dengan Rosa, Tristan. Dia lebih baik dari wanita itu!" seru Bu Ayu sembari menunjuk ke arahku."Tidak, Ma. Tidak ada yang lebih baik dari Maya.""Jangan cela pilihan Mama, Tristan. Mama mencegah penyesalanmu di kemudian hari." Bu Ayu menoleh ke arah mantan rekan kerjaku. "Benarkan, Rosa?""Benar, Ma." Rosa menjawabnya penuh percaya diri.Tristan menghela napas. "Ternyata kamu munafik banget, Ros." Kulontarkan sarkasme untuk menembak kemunafikan wanita itu.Mata Rosa melotot ke arahku. "Justru kamu yang munafik, May!" Napasnya memburu bak banteng. "Benar! Kamu menggoda anakku, kan?! Menjijikkan!" Bu Ayu meludah ke lantai. "Maya tidak menggodaku, justru aku yang mengejar-ngejar Maya, Ma!" Tristan meledak."Mama tidak percaya.

    Last Updated : 2025-04-29
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   1

    “Dasar wanita murahan!”Plak... tangan perempuan itu menampar pipiku dengan keras. Rasanya sangat panas, kulihat beberapa orang yang ada di lobi tekejut sekaligus senang melihat tontonan gratis.“Wanita tak tau diri! Jelas-jelas ini nomor kamu, masih saja mengelak! Janda gatel tak tau diuntung! Sini kamu!” Perempuan itu mencoba merengkuhku kembali. Tangannya sudah melayang ke udara, sedangkan aku hanya terpaku mendapat serangan yang bertubi-tubi darinya.Dadaku bergemuruh hebat, rasanya ingin menampar balik perempuan itu. Namun, tak berselang lama security sudah menyeretnya keluar.Kini tinggal diriku yang terpaku merasakan nyerinya pipi bekas tangan istri atasanku.“Maya, bibirmu...” ucap seseorang yang mendekat. Dia adalah Rosa, teman satu devisi. Sebelumnya aku menganggap dia seperti malaikat di neraka jahanam ini. Namun, sekarang sudah tidak. Aku tidak mempercayai perempuan itu lagi.Tak menggubrisnya, aku memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi. Menenangkan diri yang dibuat shock

    Last Updated : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   2

    Tubuh manusia itu terlihat sangat pucat, dadaku berdesir hebat. Bulu kudukku meremang melihatnya. Aku ingin berteriak dengan keras, tapi tenggorokanku tercekat kuat. Dengan tangan bergetar, kucoba untuk berdiri.“Emh!” desah manusia itu.“Apakah kamu masih hidup?” tanyaku, mencoba memastikan keadaan orang itu. Dengan pelan kaki ini melangkah mendekatinya. Lelaki berbibir tipis itu enggan menyahut pertanyaanku. Keadaannya sangat mengenaskan.“Are you okay?” kali ini aku benar-benar khawatir melihatnya. Dia terlihat ingin menjawab pertanyaanku, tapi mulutnya sulit digerakkan. Kupindai keadaan sekitar, tak ada seorangpun di sini.“Okay. Permisi, aku akan membawamu ke rumah sakit. Kau terlihat sangat mengkhawatirkan, sebelum ajal menjemput tak ada salahnya jika aku berusaha membawamu ke tempat berobat. Setidaknya jika nanti benar-benar meninggal, aku tidak memiliki penyesalan telah menelantarkanmu di sini,” cerocosku padanya.Entah lelaki itu mendengar perkataanku atau tidak, setidaknya a

    Last Updated : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   3

    Lelaki yang membuangku demi kehormatan keluarganya kini berani menunjukkan batang hidungnya. Dua tahun lalu dimana aku yang menyandang sebagai istri direktur di salah satu perusahaan pangan terbesar negara ini, tapi semua runtuh ketika aku bercerai dengan suamiku. Dari awal memang aku tak direstui menikah dengan David, mantan suamiku. Namun, karena kegigihan lelaki itu membuat keluarganya tunduk dan menerimaku dengan terpaksa. Sangat disayangkan, saat pernikahan berjalan di tahun ketiga tiba-tiba aku dipermalukan dengan keji. Bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal itu karena kehadiran Bimo. Buah hati hasil hubungan cintaku dengan David mengidap autism, dan keluarganya menganggap itu sebagai aib. Masih teringat dengan jelas bagaimana mereka mencaciku dengan kasar bahkan David tak berkutik dan memilih keluarganya.“Maya, detik ini juga aku menceraikanmu!” seru David menggelegar di ruangan pertemuan keluarga. Aku hanya terpaku mendengar perkataan itu.“Astaghfirullahaladzim! Ada apa Nak

    Last Updated : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   4

    Ketika sudah memeriksakan diri, aku pun kembali menghampiri Bu Yati.“Gimana Bu?”“Tadi dijemput mobil hitam.” Dia memperlihatkan hasil jepretannya padaku.‘Sudah kuduga, dia menunggu Kenzo.’ Mobil civic berwarna hitam itu adalah milik atasanku. Meskipun wajah lelaki itu tak terekspos dalam foto ini, tapi kode plat mobil itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan bahwa itu lelaki jahanam.“Kirim ke ponselku ya Bu. Aku ingin menjenguk seseorang dulu.”Kami berjalan beriringan menuju kamar inap Tristan. Dahiku berkerut saat seorang pria baru saja keluar dari sana. Namun, wajah orang itu tak terlihat jelas karena tertutup oleh masker dan topi. Cara jalannya nampak tergesa-gesa seperti mengejar sesuatu.“Tunggu di sini sebentar ya Bu,” pintaku. Wanita itu hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Kubuka daun pintu, terlihat Tristan yang menatap datar kehadiranku.“Hai, masih hidup ternyata,” sapaku. Terdengar nyeleneh, tapi aku tipe orang yang kurang beramah-tamah dengan orang lain.“Sud

    Last Updated : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   5

    “Maya, kita bicara sebentar.”“Aku sibuk, kita bicara lain kali saja.” Kakiku melangkah meninggalkan orang itu.“Kapan? Katakan yang jelas kapan kita bisa bicara,” protesnya.“Pulang kerja.”Helaan napas terdengar dari orang itu. Aku sudah bertekad untuk tak terlalu dekat dengannya. Ini hanya merugikanku saja.Warga kantor memberiku tatapan mengintimidasi, ini sangat wajar mengingat kejadian kemarin lusa. Gosip itu pasti sudah menyebar.“Dasar tidak tau malu. Padahal sudah mencoreng nama baik perusahaan,dengan percaya dirinya masih kerja di sini.”“Kalau aku sih sudah resign.”“Padahal berhijab, bagaimana dia bisa setega itu merebut laki orang.”“Oh jadi ini pelakor rumah tangga manajer marketing.”Perlahan telingaku terasa panas mendengar makian mereka. Ku percepat langkah kaki saat pint lift akan tertutup. ”Tunggu!” teriakku pada orang yang ada di dalam.“Ah! Terima kasih Pak,” ucapku seraya menundukkan kepala. Berkat dirinya aku tidak ketinggalan lift. Ku tekan tombol ke lantai e

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   88

    "Ma, kami di sini untuk memberitahu kalau akan menikah. Tidak peduli mama merestui hubungan kami atau tidak, aku tetap menikahi Maya." Tristan menjadi garda terdepat sebelum Bu Ayu menyerangku.Napas wanita paruh baya itu tampak memburu. "Lebih baik kamu menikah dengan Rosa, Tristan. Dia lebih baik dari wanita itu!" seru Bu Ayu sembari menunjuk ke arahku."Tidak, Ma. Tidak ada yang lebih baik dari Maya.""Jangan cela pilihan Mama, Tristan. Mama mencegah penyesalanmu di kemudian hari." Bu Ayu menoleh ke arah mantan rekan kerjaku. "Benarkan, Rosa?""Benar, Ma." Rosa menjawabnya penuh percaya diri.Tristan menghela napas. "Ternyata kamu munafik banget, Ros." Kulontarkan sarkasme untuk menembak kemunafikan wanita itu.Mata Rosa melotot ke arahku. "Justru kamu yang munafik, May!" Napasnya memburu bak banteng. "Benar! Kamu menggoda anakku, kan?! Menjijikkan!" Bu Ayu meludah ke lantai. "Maya tidak menggodaku, justru aku yang mengejar-ngejar Maya, Ma!" Tristan meledak."Mama tidak percaya.

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   87

    Rentangan tangan pria itu perlahan mengendur. Sorot matanya seakan kehilangan cahayanya. Bibirnya yang semula melengkung ke atas, kini berangsung datar. Aku tak tahan melihat ekspresinya yang seperti itu. Apa yang dipikirkannya saat ini?Kulangkahkan kakiku mendekat ke arahnya. Aku semakin sedih karena membuat Tristan sedih."Pulanglah. Besok malam jemput aku," ujarku merengkuh tubuh kekasihku yang sangat kucintai. Tristan membeku dalam pelukanku. Napasnya tertahan sejenak, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa semua ini nyata, bukan hanya imajinasinya yang kesepian.Perlahan-lahan, aku merasakan kedua lengannya melingkari tubuhku. Ragu-ragu di awal, tapi kemudian semakin erat, seolah takut aku akan menghilang lagi."May..." bisiknya parau di dekat telingaku. "Kamu serius?"Aku mengangguk di dadanya, membiarkannya merasakan jawaban itu lewat detak jantungku yang berdebar cepat. "Pulanglah dengan Papamu, besok jemput aku. Kita meminta restu ke mamamu."Pak Kusuma terlihat mendekat k

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   86

    Sebelum pria itu benar-benar bersimpuh, aku segera menghadangnya. Ekspresinya yang tak berdaya membuatku iba. "Silakan masuk, Pak." Putusku sebelum mempertimbangkan lebih jauh. Aku tak bisa membiarkan Pak Kusuma bersimpuh di hadapanku. Pria paruh baya itu mengikutiku dengan langkah lunglai. Dia seperti mayat berjalan, entah apa yang terjadi. Aku tak tahan melihat pemandangan yang menyedihkan ini.Bu Yati yang masih berdiri di depan kamarnya, sontak mematung saat aku mempersilakan Pak Kusuma bertamu."Tolong, teh," kodeku padanya. Aku kemudian berbalik dan menatap tamuku seramah mungkin. "Silakan duduk, Pak."Dia segera duduk dan menunduk. Aku menunggu untuknya bicara, tetapi keadaannya terlihat belum siap untuk mengobrol. Sampai-sampai Bu Yati menyeduhkan minuman dan snack, pria itu masih saja tertunduk dengan tangan mengepal. Bu Yati melihatku seakan bertanya, 'Kenapa?'Aku hanya mengendikkan bahu, karena tak tau apa yang membuat Pak Kusuma seperti itu. Bu Yati segera undur diri d

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   85

    Taman menjadi hening seketika. Kenzo menatapku dengan serius, entah apa yang dipirkannya. Namun hatiku merasa tak nyaman. Kulirik Sinta memohon untuk mencairkan suasana."Ekhem... Sudah sore, nih. Mas Axel pasti sudah jemput aku. Ayo pulang." Sinta bangkit dari tempat duduknya. "Come on Bimo..."Aku pun beranjak dari tempat dudukku, tetapi indera pendengaranku menangkap sebuah kalimat."Menikahlah denganku, May." Mataku terbelalak, begitu pula Sinta. Kibasan angin membelai kepalaku dengan lembut. Kerudungku mengibar kecil mengikuti hembusan angin."Jangan bercanda, Zo," sahutku berusaha mengalihkan obrolan.Kenzo tidak tertawa. Dia tetap berdiri di tempatnya, menatapku lurus-lurus. Wajahnya tak menunjukkan sedikit pun tanda bahwa itu lelucon. Justru sebaliknya, matanya dipenuhi kesungguhan yang menusuk.“Aku nggak bercanda, May,” ucapnya pelan. “Aku serius.”Sinta yang hendak menggandeng tangan Bimo, terhenti. Wajahnya berubah kaku, seperti tak percaya dengan apa yang baru saja diden

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   84

    Hari ini suasana terasa tenang. Aku sedang menyisir rambut Bimo setelah mandi, mencoba membiasakan diri dengan rutinitas baru tanpa pekerjaan kantoran. Meski hati masih sesak, aku mulai belajar untuk mencintai kesunyian ini, sunyi yang tak lagi dipenuhi tekanan dan penghakiman.Namun, suara mobil berhenti di halaman depan membuat langkahku terhenti. Dari balik jendela, kulihat Kenzo turun dari mobilnya sambil membawa map cokelat di tangan. Wajahnya terlihat serius. Ada sesuatu yang tidak biasa dari raut wajahnya hari ini.Aku segera membuka pintu sebelum Bu Yati sempat bergerak dari dapur."Zo?" tanyaku pelan.Kenzo mengangguk, menyerahkan map itu ke tanganku. “Ini dari kantor. Akhirnya, HRD sudah ACC surat resign kamu, May. Ternyata sebelumnya CEO menganggapmu cuti.”Tanganku gemetar saat menerima map itu. Segalanya mendadak terasa nyata. Aku benar-benar sudah bukan siapa-siapa lagi di tempat itu. “Cepet banget, ya…” gumamku pelan.Kenzo diam sejenak, lalu menatapku dalam. “Ada satu

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   83

    Keesokan paginya, cahaya matahari mengintip pelan lewat celah tirai. Namun, aku tetap bergeming di ranjang, meringkuk membelakangi dunia. Selimut tebal menutupi tubuhku, tapi tak mampu menghangatkan luka di hati yang masih terasa segar, seperti baru saja dicabik.Aku tak keluar kamar sejak semalam. Hanya Sinta yang sesekali masuk membawakan makanan atau sekadar menyisir rambutku yang mulai kusut. Bu Yati juga tak pernah jauh dari pintu kamarku, menunggu kalau-kalau aku butuh sesuatu. Akan tetapi aku tetap diam. Aku belum sanggup.Di luar kamar, kudengar suara Bimo bermain dengan Bu Yati. Tawa kecilnya sesekali menyusup ke dalam, dan setiap kali itu terjadi, hatiku kembali teriris.Aku ibu kandungnya, tapi malah dipertanyakan kelayakanku. Dianggap tak mampu, dianggap tak waras. Bu Ayu tak hanya menginjak harga diriku sebagai perempuan, tapi juga sebagai seorang ibu.Sinta masuk dengan langkah pelan, membawa nampan kecil berisi bubur dan segelas susu hangat.“May… kamu belum makan dari

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   82

    Sesampainya di rumah, Bu Yati membukakan pintu utama dengan semringah. Namun, saat melihat keadaanku yang menggendong Bimo, lengkungan di bibirnya langsung musnah. Matanya melebar."Ya allah, Mbak," pekiknya mengambil alih Bimo. Sedangkan aku masuk ke rumah dan langsung ambruk di tengah ruangan. Air mataku tak bisa tertahan. Hatiku masih tertusuk seribu pisau. Bu yati segera membaringkan Bimo ke kamar, dan mendekatiku."Mbak..." panggilnya pelan sembari mengusap sedikit lenganku. Aku mendongak, tanpa banyak bicara ia mendekapku."Bu Ayu nggak restuin aku, Bu. Dia hanya mau Bimo." Aku terisak tak karuan. "Bu Ayu mau ngerampas Bimo darii aku Bu. Katanya aku ibu yang egois!"Tangisku meledak di pelukan Bu Yati. Tubuhku bergetar hebat, seperti baru saja dihantam badai yang tak kasat mata. Suara isakanku memenuhi ruang tamu kecil yang biasanya hangat dan penuh tawa Bimo. Kini, semua terasa hampa.Bu Yati mengelus kepalaku lembut, seakan mencoba meredakan gemuruh dalam dadaku. “Astaghfirul

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   81

    "Ya! Aku ingin mengadopsi Bimo, Maya! Aku hanya membutuhkan Bimo, bukan kamu!” suara Bu Ayu menggema di ruang makan yang mewah tapi terasa sempit seketika.Dunia seakan berhenti. Mataku terbelalak, tak percaya kata-kata itu benar-benar keluar dari mulut seorang ibu yang tadinya tampak lembut saat menyambut kami. Tanganku refleks memeluk Bimo yang masih duduk di sampingku, tak mengerti apa yang sedang terjadi. Ia hanya melirik ke arahku dengan ekspresi datar, lalu kembali menunduk memainkan ujung sendok.“Ma, cukup!” Tristan berdiri, suaranya keras. “Mama nggak bisa ngomong gitu sama Maya!”Tapi Bu Ayu tetap berdiri dengan tegak, tatapannya menusuk ke arahku. “Aku bicara berdasarkan kenyataan. Maya, kamu ibu tunggal. Hidupmu berat. Kamu harus kerja, harus menghadapi dunia yang nggak pernah adil, dan di saat yang sama kamu mengurus anak autis sendirian. Kamu pikir kamu akan kuat terus sampai Bimo dewasa nanti?”Tubuhku gemetar. Ujung jariku mencengkeram kuat lengan Bimo, seolah aku haru

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   80

    Sesampainya di rumah Tristan yang sudah sering kukunjungi. Beberapa pelayan sudah berjaga di depan. Seperti biasa, mereka menyambut tuan rumah dengan sangat hangat."Selamat datang, Tuan Muda. Nyonya dan Tuan sudah menunggu di meja makan," ucap salah satu pelayan, saat kami berdua sudah menapakkan kaki ke lantai.Tristan menoleh ke arahku, sembari tersenyum manis. "Ayo." Dia melirik lengannya yang siap menjadi penompangku. Tengan gemetar, aku menuruti kodenya. Kekasihku ini sangat manis. Dia bahkan rela menyejajarkan langkahnya, agar aku tidak tergesa-gesa saat melangkah."Relaks, Sayang. Percaya sama aku. Semua akan baik-baik saja. Oke?"Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.Kami melangkah masuk ke ruang makan, dan aroma sedap dari hidangan rumahan segera menyambut. Meja makan panjang itu sudah tertata rapi dengan beberapa lauk khas yang tampaknya dimasak sendiri oleh juru masak pribadi keluarga Kusuma. Di ujung meja, Bu Ayu duduk dengan anggun, mengenakan kebaya modern warna

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status