Share

Bercyanda

last update Last Updated: 2023-11-07 09:35:42

Janda Lugu Tetanggaku 2

Bab 2

Bercyanda

Mas Azka seketika melotot padaku. Ahaha akupun tertawa melihatnya.

“Bercyanda!” Kataku menirukan yang lagi viral saat ini dengan mulut yang terus menebarkan tawa.

“Nggak lucu!”

Mas Azka merebahkan tubuh di kasur dan memejamkan mata, salah satu tangannya diletakkan menutupi wajah. Kesal rupanya. Ah! Gitu aja marah, batinku. Lagian kalau mirip kenapa? Mas Azka ganteng, Lova juga cantik menggemaskan. Salahku di mana coba?

Tak lama suamiku terlelap, aku menatap dua tubuh yang tergeletak di kasur, baby Lova dan Mas Azka. Memang agak-agak mirip kok wajahnya. Tuh hidungnya sama-sama bangir, rambutnya hitam lebat dan kulitnya putih. Alhamdulillah, aku juga nggak marah kok kalau misal ada yang bilang baby Lova mirip suamiku. Cuma mirip, itu hanya kebetulan saja. Ye, kan?

Pelan, aku ikut merebahkan diri di samping baby Lova. Tanganku memeluk bayi mungil itu. Bahagia rasanya, sudah seperti keluarga lengkap. Mama, Papa dan anak.

Aku terjaga ketika mendengar bunyi bel pintu yang dipencet berkali-kali. Sigap aku berdiri, ada tamu rupanya. Berjalan ke depan dan membuka pintu dengan segera. Oh, Mbak Dian yang datang.

“Maaf, Mbak, aku ketiduran,” ucapku sambil membuka pintu. Mbak Dian hanya tersenyum.

“Lova masih bobok,” kataku lagi.

“Biar aku ambil, belum makan, kan?” Mbak Dian memasuki rumahku.

“Ada di kamar.” aku berjalan masuk diikuti Mbak Dian. Membuka pintu kamar, aku mengajak Mbak Dian masuk pelan-pelan. Terlihat suamiku sedang tidur memeluk Lova. Mas Azka bertelanjang dada, tidur siang suka gerah, apa lagi AC-nya dimatikan.

“Itu, Mbak, Lova masih bobok.” berbicara dengan nada rendah, aku menunjuk kasur. Mbak Dian perlahan naik ke kasur untuk mengambil Lova.

Mendengar suara berisik membuat suamiku terbangun. Mas Azka kaget saat membuka mata ada Mbak Dian di dekatnya.

“Eits!” Ucapnya sambil bangun. Mbak Dian mematung menatap mas Azka. Lelakiku itu segera berdiri, menyambar kaos oblong di dekatnya dan langsung memakainya.

“Mbak Dian mau ngambil Lova,” bisikku pada Mas Azka. Terlihat wajah suamiku kesal, dia berjalan cepat masuk ke kamar mandi.

“Makasih, ya, Ras,” kata Mbak Dian sekalian berpamitan. Mata Mbak Dian bergerak liar melihat dalam rumahku. Mungkin mencari Mas Azka untuk berpamitan.

“Ya, Mbak, sama-sama,” sahutku sambil melambai pada Lova. Anak itu sudah bangun.

“Laras, kenapa kau ajak Dian masuk ke kamar? Kau tahu kan, aku sedang tidur?” Mas Azka menegur dengan nada marah.

“Mbak Dian kan mau ambil Lova,” keningku mengerut. Suamiku ini kenapa kok tiba-tiba kesal.

“Kamar itu privasi, jangan membawa orang lain masuk ke dalamnya!” Mas Azka gusar, dia menjatuhkan bobot di sofa ruang tamu dengan kasar. Wajahnya cemberut.

“Emangnya kenapa, Mas? Mbak Dian nggak ngapa ngapain, cuma mau ambil anaknya doang.” Heran aku kenapa suamiku uring-uringan.

Mas Azka berdiri dengan satu tangannya membawa bantal kursi, dia menatapku tak senang.

“Terserah kamu, Ras! Aku minta jangan diulangi lagi.” Mas Azka berkelebat pergi setelah sebelumnya membanting bantalan kursi ke lantai. Dih! Segitunya.

Huh! Aku membuang nafas kasar. Mengambil bantalan kursi dari lantai dan mengembalikan lagi ke tempatnya. Akupun duduk di sofa sembari memeluk bantalan kursi di perut.

Nggak mungkin lah kalau mbak Dian mau menggoda suamiku. Perasaan Mas Azka saja yang berlebihan. Atau jangan-jangan suamiku aja yang kegeeran? Mbak Dian itu baik, lugu, aku yakin dia bukanlah Janda ga-tel. Dari cara berpakaiannya yang sopan, dandanannya tidak mencolok, tutur katanya halus terpelajar. Mana mungkin dia menganggu suami orang? Kalau toh, Mbak Dian berniat menganggu suami orang, aku yakin pasti bukan suamiku mangsanya.

Aku kan baik sama dia, sering main ke tempatnya, bawain oleh-oleh, masak iya dia tega menggoda suamiku? Heh, aku tersenyum kecil. Astaghfirullah! Kenapa aku suudzon dengan Mbak Dian? Dosa ‘kali.

**

Mas Azka kekuar dari kamar dengan segar. Ia menyugar rambutnya yang basah. Suamiku habis mandi junub hehehe. Kebetulan ini hari Minggu jadi bangunnya santai.

“Mas, sini.” aku memanggil dengan melambaikan tangan. Mas Azka berjalan menghampiri aku yang duduk di ruang tamu.

“Ngeteh dulu,” kataku sambil menunjuk dua gelas teh manis dan sepiring pisang goreng wangi yang masih panas di meja. Mas Azka tersenyum lalu duduk di sofa seberangku. Dia mencomot satu pisang yang digoreng berbentuk kipas. Aku sudah duluan memegang pisang goreng.

Terlihat suamiku menikmati setiap gigitan pisang goreng. Mas Azka ini nggak begitu suka gorengan kecuali pisang goreng. Itupun pilih-pilih, harus pisang kepok jenis pipit yang digoreng. Pisang kepok pipit itu bentuknya pipih, pendek dan padat, paling enak kalau dibikin pisang goreng. Apa lagi dengan tepung instant yang wangi seperti ini, hm, doyan banget suamiku. Sayangnya cari pisang jenis kepok pipit susah, jarang ada di supermarket. Lebih sering dijumpai di pasar-pasar tradisional.

Mas Azka mencomot satu lagi pisang di piring, aku mengawasi.

“Enak, Mas?” Tanyaku menatap. Mas Azka mengangguk dengan mulut masih mengunyah.

“Tumben pagi-pagi dah goreng pisang, dapat dari mana pisangnya?”

“Aku nggak goreng, kok,” jawabku santai. Mas Azka berhenti mengunyah, dia menatapku dengan pandangan aneh.

“Itu tadi dikasih sama Mbak Dian, Mas. Hebat ya, dia bisa tahu kesukaan kamu, padahal aku nggak pernah cerita, lho.”

Huwekk

Huwekk

Eh! Lho, kenapa suamiku tiba-tiba muntah? Masuk angin?

Bersambung

Related chapters

  • Janda Lugu tapi Palsu   Perlu dibantu

    Janda Lugu Tetanggaku 3Bab 3Perlu dibantuSeperti biasa, kalau pulang kerja nggak bareng Mas Azka, aku mampir dulu ke rumah Mbak Dian yang letaknya persis di depan rumahku. “Halo?” Sapaku sambil melangkah memasuki halaman rumah Mbak Dian yang asri. Taman kecil di depan rumah Mbak Dian ditanami rumput menghijau. Ada satu pohon mangga di depan rumahnya yang lumayan besar. Bayangan pohon itu meneduhkan teras rumah Mbak Dian. “Itu, Tante Laras datang.” Mbak Dian yang sedang duduk di teras rumah sambil memangku Lova menunjuk padaku. Baby Lova seakan tau, dia berjingkat dan berteriak melihat dan mendengar suaraku.“Uluh … Uluh … sayangku Lova, sini sama Tante,” kataku sambil mengambil Lova dari pangku Mbak Dian. Aku menggendong Lova dan membawanya ke bawah pohon mangga. Di situ banyak tergantung tanaman hidroponik koleksi Mbak Dian. Berkali-kali aku mencium pipi chabi Lova karena gemes. “Gimana wawancara-nya waktu itu, Mbak? Sukses?” Tanyaku sambil berjalan menghampiri Mbak Dian. Aku l

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Iklasin aja

    Janda Lugu Tetanggaku 4Bab 4Iklasin aja“Lu aja ‘kali bantu, aku sih noway!” Sahut Mas Azka cuek. “Jangan begitu, dong, Mas. Kita ini wajib membantu orang yang susah, termasuk para Janda seperti Mbak Dian. Lihat dong, dia nggak kerja, punya anak, gimana makannya kalau dia nggak banting tulang?” Aku berusaha menjelaskan pada Mas Azka betapa susahnya Mbak Dian menjadi Janda yang membesarkan anak sendirian. “Banting tulang gimana?” Mata Mas Azka melotot, “orang Dian baik-baik saja. Nggak kerja bisa makan, kok?”“Ya ampun, Mas. Mbak Dian itu cerita kalau tabungannya tiap hari kian menipis buat beli keperluan. Kasihan dia itu.” aku melempar kapas bekas membersihkan wajah di tempat sampah. “Mana kau tahu tabungannya habis?”Mas Azka bertanya penuh selidik. “Ya dari cerita Mbak Dian,” jawabku mengangguk. “Bagaimana kalau kamu dibohongi?”“Nggak mungkin lah, Mas.” aku menggeleng cepat, “tampangnya Mbak dian aja baik, jujur, lugu, mana mungkin dia berbohong?”Haha, terdengar tawa kecil s

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Susunya Mbak Dian

    Janda Lugu Tetanggaku 5Bab 5Susunya Mbak DianHari Sabtu dan Minggu adalah hari weekend buat aku dan Mas Azka. Kami berdua libur bekerja. Setelah sarapan pagi berdua, aku dan suami duduk santai di rua g tamu sambil menunggu kedatangan Mama Mertua. Kemaren Mama sudah telepon mau datang. Seperti biasa kalau habis mengambil uang pensiun, Mama pasti berkunjung ke mari dengan membawa segudang oleh-oleh. Utamanya sembako sama berbagai makanan enak atau kudapan masakan tangan Mama sendiri. “Lihat apa, Mas?” Aku mengawasi Mas Azka yang matanya melihat ke luar jendela kaca. Akupun menoleh ke belakang punggungku. Menyibakkan sedikit korden putih tipis transparan, aku melihat Mbak Dian sedang berada di depan rumahnya. Tepatnya di bawah pohon mangga dengan tangan yang membawa botol semprotan. Rupanya, Mbak Dian sedang merawat tanaman hidroponik miliknya dengan menyemprotkan air. “Lihatin Mbak Dian, ya?” Tanyaku pada Mas Azka. Suamiku menggeleng cepat. “Nggak,” sahutnya ketus. “Terus, lihat

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Teman Lama

    Janda Lugu Tetanggaku 6Bab 6Teman lama“Mbak Dian, itu kancing bajunya yang atas lepas,” kataku menunjuk baju yang dikenakan Mbak Dian. Seketika Mbak Dian melihat padaku lalu menunduk melihat dadanya. “Oh, iya, maaf.” Perempuan itu lalu mengancingkan kemejanya dengan benar. Wajahnya agak gimana, gitu. Nah, kan, Mbak Dian itu nggak sengaja. Masak iya, dia mau pamer susu, kan nggak sopan. Mungkin, mbak Dian tadi tergesa-gesa mau jemput Lova jadi nggak sempat ngancingin baju dengan benar. Semoga suamiku nggak salah mengartikannya. Jangan sampai Mas Azka kebablasan menganggap Mbak Dian murahan. Mata Mama mengerjap melihat Mbak Dian mengancingkan kemejanya. Selanjutnya kami mengobrol hal yang ringan-ringan. Sesekali mataku melihat ke dalam, semenjak kejadian tadi, Mas Azka nggak keluar dari kamar. Malu aku sama Mbak Dian, Mas Azka emang kadang-kadang. Setelah Mbak Dian dan Lova pulang, aku bersama Mama Mertua dan Mas Azka berkumpul di ruang makan. Aku dan suami berebut es krim leza

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   PoV Diana alias Nana

    Janda Lugu Tetanggaku 7Bab 7 PoV Diana alias NanaIri“Setelah anak itu lahir, aku akan menceraikanmu.” Aku terdiam mendengar ucapan Mas Ammar, suamiku. Menghela nafas sembari menatap perut yang menggunung, aku hanya bisa pasrah. “Setelah itu, kau juga harus pergi dari sini beserta anakmu itu.” Mama Santi, Ibu Mertuaku ikut bersuara dengan mata yang melirik sinis.“Ini anak Ammar juga, Ma …”ucapku pelan. “Enak saja! Itu anak siapa? Hanya kau dan Tuhan yang tahu, Nana.” Mas Ammar tertawa mengejek. “Betul. Memalukan saja!” Mama Mertua melengos. “Tapi, memang benar kau pernah meniduri aku sebelum kita menikah, Ammar.” mataku melebar berusaha mengingatkan lelaki itu akan perbuatannya dulu. Dia adalah kekasihku terakhir. “Aku?” Hahaha, Ammar tertawa keras meski terdengar sumbang, karena memang tak ada yang sedang melawak di sini. “Aku hanya yang ketiban apes!” mata Ammar melotot padaku, “menjijikkan,” katanya lagi dengan meludah di lantai.Aku menelan ludah dengan memejamkan mata s

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Mencarikan Pekerjaan

    Janda Lugu Tetanggaku 8Bab 8 Mencarikan pekerjaan Ngapain juga Mas Azka harus ngomong pelan-pelan? Dahiku mengerut. Aku tuh nggak suka nguping. Beringsut, akupun memilih turun dari tempat tidur dan berjalan ke luar kamar. Mau ngapain, ya? Setelah minum air putih dari kulkas, aku pun mencari kesibukan dengan membuat bolu. Mengambil tepung terigu, telor, gula, susu, mixer, timbangan digital mini dan sebagainya, aku mulai sibuk dengan resep bolu yang sudah di luar kepala. “Hai, bikin apa, sayang?” Tanya suamiku yang tiba-tiba sudah berada di dapur dengan membawa nampan berisi gelas-gelas kosong dan toples cemilan di nampan. Aku yang barusan memasukkan loyang berisi adonan ke dalam oven, menoleh dan tersenyum lebar. “Bikin bolu,” jawabku sambil menutup oven sekaligus mengatur suhunya. “Fahri sama Pupung sudah pulang,” kata Mas Azka sambil menaruh gelas kosong ke dalam washtafel. “Wah, sayang dong, nggak ngerasain bolu buatan aku.” Bibirku menekuk ke bawah. Kecewa. “Kirain kamu

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Rekan satu tim

    Janda Lugu Tetanggaku 9Bab 9Satu team dengan Mbak Dian“Sudah selesai, Mbak?”Aku menyambut Mbak Dian yang keluar dari ruangan HRD. Hari ini adalah interview penentuan diterima atau tidaknya Mbak Dian bekerja di kantorku.“Sudah.” Mbak Dian tersenyum semringah. “Terus, hasilnya apa?” Aku menjejeri langkahnya. “Nanti dikabari,” jawab Mbak Dian mengangguk. “Jangan khawatir, Mbak, nanti aku bantu meyakinkan Pak Andre,” kataku ikut senang. Semoga saja Mbak Dian bisa bekerja di sini bersamaku satu divisi. Aku nggak masalah kok, semisal gaji Mbak Dian disamakan dengan aku yang lebih senior. Kasihan, Mbak Dian punya tanggungan anak. Kalau aku kan enggak. Gajiku utuh malah ditambahin sama Mas Azka. Rencana aku ingin membeli mobil impianku sendiri nanti kalau tabunganku sudah cukup.“Mbak Dian pulang naik apa?” Tanyaku. Kebetulan ini sudah jam makan siang.“Nggak tahu, nih. Naik gojek paling,” sahut Mbak Dian. “Aku mau ngajak makan siang, sih ….” ucapku ragu, takut Mbak Dian menolak. Se

    Last Updated : 2023-11-07
  • Janda Lugu tapi Palsu   Kejadian itu/ PoV Azka

    Janda Lugu Tetanggaku 10Bab 10PoV AzkaKejadian ituAku begitu kaget saat terbangun. Tatapanku membeku pada perempuan yang duduk di kursi sembari mengangkat sebelah kaki untuk dipakaikan stoking tipis warna hitam. Perempuan itu lalu berdiri dan meraih rok span berbahan kulit berwarna coklat mengkilap. Astaga! Segera aku memalingkan wajah, menyadari kalau sedari tadi perempuan itu tak mengenakan bawahan. Bentuk celana G-string terlihat jelas menampilkan bo-kong yang penuh dan meluber dari balik stoking hitam tipis menerawang. “Hai, sudah bangun?” Perempuan itu menoleh padaku, tawanya renyah dan ceria. Dia merebahkan badannya setengah tengkurap tepat di depanku. Bola kenyal di dadanya menyembul dipercantik dengan belahan dada yang mengundang. Dengan dada yang berdebar kencang, aku bergegas menyibakkan selimut dan melemparnya sembarang. Saat itulah aku kelincutan sendiri. Botolku menggelantung tanpa tutup! Bang-sat, apa yang terjadi sebenarnya, di mana pakaianku? Mataku bergerak lia

    Last Updated : 2023-11-07

Latest chapter

  • Janda Lugu tapi Palsu   Sudah tak Marah/END

    Janda Lugu Tetanggaku 38Bab 38Sudah Tak Marah“Tidak ada yang memaksa Anda, Dian. Jika tidak setuju, silakan menolak.” Pak Rudi menengahi. Mas Azka melihat padaku. Dari pertama, suamiku ini sudah sangsi dengan ideku. Mas Azka tak percaya Mbak Dian akan menyerahkan begitu saja anaknya. Aku meyakinkan Mas Azka, kalau uang dapat merubah pikiran Mbak Dian. Tunggu dulu … aku belum berbicara tentang uang. “Jadi Mbak Dian menolak?” Tanyaku setelah merasa lebih percaya diri. “Jelas lah, kau minta imbalan anakku, bikin sendiri, buktikan kalau kamu tidak mandul, Ras.” Mbak Dian tersenyum mengejek. Aku masih berusaha tersenyum, walau dalam hati, aku sangat ingin memaki mbak Dian. “Kalau tidak mau, ya sudah, aku tidak akan menolong Mbak Dian dan tidak akan mengurusi Lova. Kau tau, Mbak … tak ada yang gratis di dunia ini!” “Benar, Ras,” kata Mas Azka seraya melihat Mbak Dian, “tak ada yang memaksamu untuk setuju.” Mas Azka beranjak dan berdiri di belakang kursiku. Mbak Dian mengamati. “Sek

  • Janda Lugu tapi Palsu   Menolong dengan Syarat

    Janda Lugu Tetanggaku 37Bab 37Menolong dengan syarat“Angkat, Mas.” aku melihat suamiku, dia mengangguk lalu mengusap layar ponsel. Tak lupa, Mas Azka juga menyalakan loudspeaker agar percakapannya dengan Mbak Dian terdengar pula olehku. “Halo?” Sapa Mas Azka. “Azka, tolong gue, Ka.” terdengar suara panik Mbak Dian meminta pertolongan. Bola mata Mas Azka bergerak ke arahku. “Gue nggak mau urusan apapun sama elu,” sahut Mas Azka ketus.“Bodo amat, elu harus nolongin gue. Cariin pengacara, Ka. Lekas!” Ucap Mbak Dian main perintah aja. “Bawa sini.” bisikku sembari meminta ponsel Mas Azka. “Ada apa, Mbak?” Tanyaku sambil berjalan menjauh dari Lova. Mas Azka gantian menghibur gadis kecil itu sembari memasang antena telinga lebih tinggi. “Laras, elu kan baik hati dan tidak sombong. Elu harus tolongin gue!” Mbak Dian berteriak. Sok-sok an memujiku padahal Mbak Dian sering mengolokku o’on. Aku tau. “Tolongin apa?” Tanyaku datar. Sebenarnya aku tidak tertarik lagi dengan Mbak Dian. Ba

  • Janda Lugu tapi Palsu   Lalai

    Janda Lugu Tetanggaku 36Bab 36LalaiGaris polisi berwarna kuning bertuliskan dilarang melintas masih terpasang di depan pintu tempat tinggal Mbak Dian. Ada dua unit rumah yang terbakar, yaitu rumah Mbak Dian dan sebelahnya. Sayangnya, rumah Mbak Dian yang lebih parah. “Kita nggak boleh masuk, Ras,” kata Mas Azka yang terus merangkul pundakku. Aku menarik nafas yang tersendat. Tidak tau apa yang terjadi sebab aku tak mendapatkan informasi yang akurat. Dari bawah tadi, aku sempat melihat area luar jendela rumah Mbak Dian yang menghitam karena terbakar. Semalam aku tak dapat ke sini jadi pagi ini aku datang untuk melihat lokasi kejadian. “Mas, kita harus bertanya pada seseorang,” kataku sambil melihat situasi. Siapa tau ada yang melintas dan bisa kutanya. Para penghuni di sini pada cuek, mungkin karena hanya insiden kebakaran kecil yang tak merugikan mereka. Tapi buatku, ini sangat penting. Sampai sekarang, aku tak tau kabar mbak Dian maupun Lova. Ponsel Mbak Dian tidak aktif. “Seb

  • Janda Lugu tapi Palsu   Kebakaran

    Janda Lugu Tetanggaku 35Bab 35KebakaranAku terdiam menatap onggokan goodie bag dan paperbag di sudut ruangan. Menghela nafas panjang dan berusaha menepis rindu yang membuncah. Semua itu adalah baju-baju dan mainan milik Lova yang aku beli tempo hari. Semuanya masih baru dan belum terjamah. Kemaren aku tak sempat menyerahkan pada Mbak Dian saat ia mengambil Lova di jalan. “Sudahlah, biar aku masukkan gudang saja,” kata Mas Azka seraya mengangkat barang-barang itu. Suamiku tak suka melihatku bersedih. Beberapa hari yang lalu, Mas Azka sudah memperingatkan aku untuk tak terlalu larut dalam kesedihan memikirkan Lova. “Lova sudah bersama ibunya,” ucap Mas Azka saat itu. Aku mengangguk tapi, entah kenapa rindu ini tak juga lenyap. Senyum dan tawa Lova seakan menghantui benakku. “Mas, jangan diberesin, nanti kapan-kapan biar aku kirim ke rumah Mbak Dian,” kataku menahan Mas Azka yang sedang memberesi barang-barang Lova. Mas Azka menoleh padaku, “kau tau rumahnya?” Aku mengangguk, “ta

  • Janda Lugu tapi Palsu   Diminta di Jalan

    Janda Lugu Tetanggaku 34Bab 34Diminta di JalanSeminggu sudah berlalu semenjak Mbak Dian kabur meninggalkan rumahku karena misinya yang gagal. Anehnya, selama itu pula dia tidak meneleponku atau Mama untuk memberitahu keberadaannya. Minimal menanyakan Lova lah, kan bocah itu anaknya. Atau mungkin ia ibu durhaka yang melupakan anaknya?Aku tidak peduli. Hidupku kembali normal, adem dan bahagia bersama Mas Azka. Mbok Wati juga bergembira sebab mendapatkan pekerjaannya kembali. Ada yang berbeda, sekarang di rumahku bertambah ramai dan seru karena adanya Lova. Ya! Bocah itu sekarang tinggal bersamaku. Kalau pagi sampai sore, Lova di rumah bersama Mbok Wati karena kutinggal bekerja bersama suamiku. Malamnya aku dan Mas Azka yang mengasuh Lova. Anak itu cerdas dan lucu. Dia bahkan sekarang sudah pandai berceloteh lancar. Suasana rumah menjadi semakin hidup, ceria dan bersemangat dengan adanya Lova.Aku membelikan baby chair untuk Lova supaya dia dapat makan sendiri. Mas Azka membelikan

  • Janda Lugu tapi Palsu   Anaknya ditinggal

    Janda Lugu Tetanggaku 33Bab 33Anaknya ditinggal Aku jadi bingung antara membukakan pintu kamar untuk membebaskan Mama atau mengejar Mbak Dian. Ah, sial! Mbak Dian sudah kabur dengan mobilnya. Aku hanya bisa melihat ke jendela saat mendengar raungan mobilnya. Tanpa buang waktu, akupun mencari kunci cadangan untuk membuka pintu kamar. “Kurang ajar, Dian!” Begitu yang diteriakkan Mama setelah pintu berhasil aku buka. “Ke mana dia?” Mama setengah berlari menuju pintu keluar. “Mbak Dian melarikan diri, Ma. Tadi Laras melihat dia lari lewat pintu belakang dan kabur dengan mobilnya.” Ujarku dengan wajah kesal. “Mama didorong sampai terjungkal di kasur, habis itu dia berlari keluar dan menutup serta mengunci pintunya!” Omel Mama marah-marah. Astaga! Aku jadi teringat Mas Azka yang aku rendam di kamar mandi. Berlari aku memasuki kamar dan langsung membuka pintu kamar mandi. Tampak lelakiku sedang berdiri di depan cermin. Mas Azka sudah selesai mandi rupanya. Ah, lega rasanya, kupikir

  • Janda Lugu tapi Palsu   Kabur

    Janda Lugu Tetanggaku 32Bab 32Masih PoV DianKaburTok tokTerdengar pintu kamarku diketuk. Aku terkesiap, itu pasti Laras. Berjalan ke pintu, akupun membukanya. Memang benar, Laras yang sekarang berdiri di depan pintu kamarku. “Mbak, ajak Lova makan. Aku sudah masak nasi dan beli lauknya,” kata Laras. Aku mengangguk. Semenjak nggak ada mbok Wati, Laras dan Azka selalu membeli lauk untuk makan malam. Mereka tidak mau memakan masakanku, mungkin takut aku guna-guna atau racuni. Dasar O’on, kalau aku mau meracun mereka, sudah aku lakukan dari dulu. Sampai di meja makan, aku mem lihat Laras sedang menikmati makanannya. Melihat nasi yang masih mengepul di piring Laras, aku tersenyum dalam hati. Kena kau, Laras. Hahah. “Ambilkan Lova makan, Mbak,” kata Laras. Aku mengangguk. Sebenarnya Laras ini tidak peduli padaku, dia menawari aku makan karena Lova. Laras tak ingin membiarkan Lova tidur kelaparan. Aku tertegun sejenak saat akan mengambil nasi. Masak aku harus memakan nasi ini? Senj

  • Janda Lugu tapi Palsu   Rencana Pamungkas

    Janda Lugu Tetanggaku 31Bab 31Rencana Pamungkas DianNggak sampai setengah jam, mobil Mas Azka sudah sampai rumah. Aku turun duluan dan langsung masuk melalui pintu samping. Rumah sepi, meskipun baru sekitar jam delapan malam. Aku segera mencari Mbak Dian. Langkahku terhenti saat melihat perempuan itu bergulung di sofa panjang tuang tengah sembari cekikikan centil dengan ponselnya. Berasa tuan rumah saja, dasar nggak punya malu. Bertambah kesal rasa hatiku. “Mbak Dian!”Seketika Mbak Dian membelalakkan mata melihat kehadiranku. Saking asyiknya bercengkerama dengan ponsel, dia tak menyadari kepulanganku dan Mas Azka. “Laras? Ngagetin saja.” Mbak Dian segera mematikan ponsel ya dan berpindah posisi duduk. Suara langkah kaki Mas Azka terdengar mendekat. “Apa maksud Mbak Dian memecat Mbok Wati?” Tanyaku langsung ke inti. Kepala Mvak Dian bergerak ke atas sedikit dan melihatku yang berdiri tak jauh darinya. “Oh, sudah kuduga, pasti perempuan tua itu sudah mengadu macam-macam denganm

  • Janda Lugu tapi Palsu   Akal Bulus

    Janda Lugu Tetanggaku 30Bab 30Akal Bulus“Mbok, baju saya kemaren malam dipakai sama Mbak Dian, kok bisa?”tanyaku pada Mbok Wati siang itu di dekat kamar mandi belakang saat pembantuku habis mengangkat jemuran. Mbok Wati melirik pintu kamar yang dihuni oleh Mbak Dian. Pintu kamar itu tertutup, tadi aku sudah melongok ke dalamnya. Mbak Dian dan Lova sedang bobok siang. “Nggak usah takut, Mbak Dian sedang tidur sama Lova.” aku menepis kekhawatiran mbok Watik. Perempuan itu takut bila Mbak Dian nanti mendengar jawabannya. “Anu, Non, saya sudah bilang agar jangan ngambilin baju-baju Non Laras tetapi, Bu Dian tak menghiraukan,” jawab Mbok Watik kesal. Baju-baju katanya? Berarti nggak hanya satu dong? Bola mataku berputar. “Emang dia sering ngambilin baju saya?” Menatap Mbok Wati. Pembantuku mengangguk, “sering, Non, terutama kalau siang hari pas Non Laras nggak ada di rumah.”Jadi begitu? Jangan-jangan Mbak Dian juga yang mengambil peralatan make up ku? Secara ada beberapa yang men

DMCA.com Protection Status