"Apa kau ingin langsung pulang?" tanya Jeremy.
Anna mengangguk, "Ya lihatlah Gerald sudah mengantuk." Mata hitam milik Gerald menatap Anna, "Ayo mommy gendong. Tampaknya kau kelelahan ya Sayang."
Anna berdiri merentangkan tangannya hendak mengendong Gerald. Tetapi Jeremy menghalanginya, "Biar aku saja!" ucapnya. "Mommy," mata Gerald yang tadinya mengantuk berubah berkaca-kaca. "Tidak usah Jer. Gerald takut kepadamu!" "Oh ayolah, kau anak laki-laki jangan manja!" ujar Jeremy sedikit keras kepada Gerald. "Jer!" sentak Anna. "Berapa kali ku bilang, pelankan suaramu!" Anna menarik Gerald lalu menggendongnya. Anna berjalan mendahului Jeremy, ia geram dengan tingkahnya. Tidak bisakah dia berbuat untuk lebih halus dalam berucap, terlebih mereka sedang berada di tempat umum. Anna kasian melihat Gerald yang ketakutan. Bukan salah Gerald ia takut pada Jeremy, karena memang Jeremy yang melakukan hal-hal yang membuat anak laki-laki tersebut takut. Anna mendekap tubuh Gerald, rupanya dia sudah tertidur di gendongan Anna. Jeremy yang melihat Anna menggendong Gerald terenyuh hatinya. Bahkan Mauren dulu benar-benar tidak peduli dengan Gerald entah dia sudah makan atau belum, Mauren tak mau tau sedangkan Anna yang hanya ibu sambung anak laki-laki itu, tampak selalu mendahulukan Gerald dalam apapun. Saat tadi ia juga melihat Anna memisahkan tulang-tulang ayam sebelum Gerald makan, ia menyuapi Gerald padahal makanannya sudah tersaji di meja. Tidak hanya di rumah, di luar pun Anna tidak malu melakukan itu. Jeremy sedikit takjub dengan wanita yang kini berjalan di depannya, higheels yang ia gunakan tidak sedikit pun membuatnya mengeluh. Ah sial! Sekuat apa tenaga Anna?***
Tak terasa, akhir pekan tiba.Perdebatan Jeremy dan Anna masih terus berlanjut.
Tapi, khusus hari ini dia akan menahannya karena harus pergi ke undangan pesta Gisela dan Rafael.
Tentunya ia akan mengajak Gerald.
Jeremy? Entah terserah dia, Anna tidak memikirkannya.
Mereka kini berada di satu meja makan sedang menikmati sarapan. Seperti biasanya ia akan mengambilkan makanan untuk Gerald terlebih dulu setelah Gerald selesai makan, barulah Anna. "Gerald mau ayam?" tanya Anna. Gerald mengangguk, "Jangan pakai sayur Mom. Gerald tidak suka." ujarnya menolak saat Anna hendak memberikan sayur di piringnya. Tidak heran melihat anak seusia Gerald tidak suka dengan sayur, namun Anna tak kehilangan akal untuk membuat anaknya tetap makan sayur."Memangnya sayur tidak enak?"
Gerald mengangkat kedua tangan menggerak-gerakkan di depan dadanya seolah berkata "tidak" "Tapi Gerald tidak suka Mom." keukeuhnya. "Gerald ingin sehat dan cepat besar tidak?" Gerald mengangguk antusias, "Mau Mom!" "Nah makanya biar sehat dan cepat besar Gerald harus makan sayur." "Apa harus Mom?" Anna mengangguk, "Gerald mau mencobanya?" Gerald terlihat bimbang, namun kemudian ia mau. Anna tersenyum lalu mengambilkan sedikit sayur ke piring Gerald, "Sedikit dulu kalau Gerald tidak suka tidak apa-apa." "Baik Mom," Kalau memang Gerald tidak suka, Anna akan memikirkan cara lain mengingat diumurnya yang sekarang ia butuh banyak konsumsi sayur apalagi tubuh Gerald yang kurus seperti itu. "Gerald tau binatang kelinci?" "Tau Mom." "Kelinci suka makan apa?" "Wortel," jawab Gerald sambil menunggu Anna melanjutkan bicaranya. "Nah Gerald pernah melihat kelinci memakai kacamata tidak?""Tidak pernah," sahut Gerald.
"Makanya Sayang, sayur itu penting 'kan?"
Gerald meringis, "Iya Mom. Mulai sekarang Gerald harus suka sayur biar sehat dan cepat besar. Gerald ingin melindungi mommy!" serunya.
"Sayang!" Anna memeluk tubuh Gerald terharu. Tampak Gerald juga sangat menyayangi Anna.
Dia tak suka dengan interaksi keduanya yang seolah menganggap pria itu tak ada!
"Ini meja makan! Bukan tempat menye-menye!" sewotnya. Anna lantas melirik tajam Jeremy, "Kau iri?" sinisnya. Jeremy tersenyum miring, "Untuk apa?!" "Dasar gila!" lirih Anna yang masih bisa di dengar Jeremy. "Apa katamu?" bentak laki-laki tersebut. "Apa?" tantang Anna. "Ini meja makan, kalau kau masih ingin marah-marah lebih baik pergilah!" Anna benar-benar tidak takut, bahkan ia berani mengusir Jeremy. Wajah Jeremy merah padam, ia menahan amarahnya. Nafsunya untuk makan sudah hilang, tanpa bicara ia beranjak pergi dari sana. Gerald menatap Anna takut, "Tidak apa-apa Sayang. Daddy hanya sedang banyak fikiran." Sayangnya, Anna tak tahu saja bahwa tindakannya itu sangat mempengaruhi Jeremy!Dengan menggulung kemejanya sampai lengan, ia mendobrak pintu ruangannya dengan cukup tenaga.
Frans sendiri hanya menggelengkan kepalanya, sudah tau apa yang membuat sahabatnya uring-uringan seperti itu. "Anna lagi?"
"Diamlah!" Jeremy berlalu duduk di kursinya lalu mengusap wajahnya kasar. "Sialan!" Ia terus mengumpat. "Aneh, kalian itu suami istri. Jangan seperti bocah, sebentar lagi papa kau pulang Jer. Pasti dia akan menanyakan soal cucu." Ya, Robert sedang berada di US dari seminggu yang lalu, ada beberapa pekerjaan yang memang harus diurusnya.Pasti, pria tua itu akan merecoki Jeremy, kan?
"Diamlah bajingan! Lebih baik kau tutup mulut baumu itu!" ketus Jeremy."Sialan!" gerutu Frans.Namun, Jeremy tak membalasnya.Kepalanya kini semakin pusing.Apa yang dikatakan Frans itu benar. Sebentar lagi Robert pulang dan pasti menanyakan soal anak. "Argh! Brengsek!" teriaknya. Anna yang keras kepala ditambah Jeremy yang seenaknya, tidak ada yang saling mengalah. Membuat darah Jeremy selalu mendidih bila berinteraksi dengan Anna. Jeremy menarik nafas panjang kemudian menghembuskan pelan, mencoba fokus untuk kembali bekerja. "Katakan apa jadwalku sampai minggu depan!" "Nanti dan besok kau ada jadwal meeting siang. Lusa kau harus terbang ke Singapore selama 3 hari. Dan di hari Sabtu kau ada undangan dari Mr Rafael untuk menghadiri perayaan lamarannya." Frans menerangkan semua kegiatan Jeremy. Setidaknya Jeremy merasa puas untuk tidak bertemu Anna selama 3 hari, ia bisa merefreshingkan kepalanya meskipun tidak akan bisa. Baru kali ini ada sosok asing yang membuat Jeremy
"Papa tidak peduli penolakanmu Jer! Apa kau mau cuti satu bulan saja hah!" Tegas Robert yang membuat Jeremy murka. Anna hanya membatin, ternyata sama saja. Sifat Robert yang tidak menerima bantahan menurun pada Jeremy, namun Robert masih memiliki sisi baik sedangkan Jeremy tidak ada. Robert beralih menatap Anna, "An suruh anak itu berkemas, siang nanti kalian berangkat!" titahnya. Anna mengangguk, ia tidak berani menyanggah Robert. "Apa mommy dan daddy akan pergi kek?" tanya Gerald membuka suara. Robert mengangguk, "Hanya 3 hari. Gerald mau bersama Kakek?" Bocah laki-laki itu mengangguk, "Gerald mau Kek!" serunya. "Tapi nanti Gerald tidak bisa bertemu Mommy." Ia memasang wajah melasnya. "Rupanya kau sayang sekali kepada mommy ya?" tanya Robert. Robert tau perlakuan Jeremy terhadap cucunya seperti apa. Itu sebabnya Gerald tidak ingin pisah dari Anna. Dari pelayan yang bekerja, Robert sering mendapat kabar bahwa Anna memperlakukan Gerald dengan sangat baik. Robert lega
Senyum iblis di wajahnya membuat Anna ingin mencakar wajah Jeremy! "Tidak! Kau mau memanfaatkanku hah!" Emosi Anna sudah tidak terbendung lagi. Sejak tadi ia mencoba menahan, namun rupanya Jeremy semakin membuatnya naik darah. Mendengar penolakan Anna, Jeremy tersenyum puas karena Jeremy pun sebenarnya tau jawaban apa yang akan keluar dari mulut wanita itu. Jeremy merebahkan dirinya di atas kasur menatap Anna yang masih berdiri dengan wajah sinisnya. "Ya sudah sekarang pergilah!" Anna mengacak rambutnya asal, ia terus mengumpat meski dalam hati. "Baik aku mau!" ketus Anna. Ia terpaksa melakukan ini demi Jeremy agar mau pergi berlibur. Anna heran, kenapa ada manusia seperti laki-laki itu? Padahal manusia lainnya, sangat ingin pergi berlibur sedangkan Jeremy? Sialan memang laki-laki itu! Jeremy mengulum senyum, ia akan bermain-main dengan Anna. Lihat aja, Jeremy akan membawa Anna ke dalam permainannya. Ia langsung bangkit dari tidurnya, "Kita berangkat!" seru Jeremy dengan sen
"Apanya? Kenapa kau cerewet sekali!" Oh Tuhan, dosa apa yang pernah Anna perbuat hingga memiliki suami seperti Jeremy. "Kau akan terus menggunakan pakaian itu saja hah!" Bentak Anna sudah tidak bisa mengontrol emosinya. "Beli di sana apa susahnya? Sudahlah cepat!" Sudah tidak mau membantu, malah menyuruh-nyuruh dengan keji. Anna ingin sekali menusuknya dari belakang. "Mom." Ujar Gerald saat berpapasan dengan Anna di pintu masuk mansion. Ia baru saja datang bersama Robert. "Sayang." Anna memeluk tubuh Gerald. Sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Gerald selama beberapa hari, meskipun Anna yakin Gerald tidak akan kesepian karena ada Robert dan para pelayan yang menemani. Tetapi karena jiwa keibuannya yang begitu besar, membuatnya tidak ingin berpisah dengan bocah tersebut. "Selamat bersenang-senang Mom." Anna mengangguk, "Mommy akan cepat pulang. Gerald di sini tidak boleh nakal, harus nurut sama kakek." "Baik Mom." Robert menyaksikan langsung rasa cinta Anna yang terp
Anna bangun pagi-pagi sekali, tidurnya sangat tidak nyenyak. Ia merenggangkan badannya sebentar lalu Anna beranjak turun. Di lihatnya Jeremy yang masih memejamkan mata, jambang yang tumbuh tipis-tipis di sekitar rahangnya membuat Jeremy terlihat seperti laki-laki perkasa. Apalagi hidung yang mancung, juga proporsi bibirnya yang pas dengan sistematik wajahnya. Tanpa sadar Anna menarik kedua ujung sudut bibirnya melengkung ke atas. Dan baru ia sadari ternyata Jeremy setampan itu. "Apa yang kau lakukan di sana?" Tiba-tiba Jeremy membuka matanya dan melihat sosok yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan senyum mengembang. Sontak membuat Anna berjingkat kaget, "Kau yang apa-apa Jer! Kau membuat jantungku hampir copot!" Anna mengelus dadanya kaget karena suara bass milik Jeremy. Anna berlalu pergi ke kamar mandi begitu saja dan saat ia ingat bahwa di kamar mandi itu tidak ada pintu, Anna menghentikan langkahnya kemudian berbalik. "Jer.." pangilnya pelan. "Hmm." sahutnya tanpa mi
"Cepatlah! Sebelum aku berubah pikiran!" Baru saja Anna tersanjung dengan kebaikan Jeremy dan sekarang ia sudah kembali menjadi Jeremy dengan tingkah menyebalkan. "Ya aku mau!" jawab Anna dengan sedikit ketus. Malam ini ia tidak ada tenaga untuk mendebat Jeremy, lebih baik dia menjawab seperlunya saja. Mereka berdua berjalan beriringan, jangan berharap mereka berjalan dengan bergandengan tangan satu sama lain, tidak. Mustahil! Mereka hanya berjalan beriringan dengan jarak yang cukup jauh. Bahkan sama sekali tidak terlihat sebagai pasangan suami istri. Sepertinya tempat romantis ini tidak cocok dengan Anna dan juga Jeremy. Setidaknya malam ini Anna bisa memanjakan matanya, ia melihat banyaknya penjual makanan di sepanjang jalan. Pandangan Anna tertuju pada sebuah tempat yang sangat ramai di kunjungi banyak orang, kebanyakan yang datang membawa pasangannya. Anna jadi semakin penasaran, "Tempat apa itu Jer ramai sekali pengunjung yang datang?" tanyanya kepada Jeremy. "Itu tempa
Tidak ada jawaban. Anna menghela nafas pasrah. "Ayolah Jer aku sudah meminta maaf kepadamu. Apa kau tak mau memaafkanku?" Anna memasang wajah melasnya, berharap Jeremy mau berbicara kepadanya. "Ya aku sudah melupakannya." Senyum Anna tercetak di wajahnya, lega mendengar jawaban Jeremy. Tetapi setelah itu mereka kembali diam. Mereka membuka suara bila hanya beradu pendapat saja, maka dari itu mendengar pernyataan peramal yang menyebutkan mereka pasangan cinta sejati terdengar sangat lucu. Anna mengedarkan pandangannya ke segala arah bibir pantai. Tepat saat ia menoleh ke kanan ia melihat seorang wanita dilamar oleh kekasihnya, sangat romantis. Apalagi sang kekasih bertekuk lutut sambil menyodorkan sebuah kotak beludru berisi sebuah cincin. Sorak dan tepuk tangan dari teman-teman mereka menambah meriah acara wedding proposal pasangan kekasih tersebut. Ditambah sebuah tulisan 'will you marry me' yang sengaja dibuat di pasir tepi pantai membuat Anna iri. Anna yakin bukan hanya dir
Jeremy melepaskan pelukannya lalu kembali menatap manik mata Anna. "Apa katakanlah?" "Cobalah untuk merubah sikapmu kepada Gerald." pinta Anna. Jeremy tidak langsung menjawab, tampaknya ia masih bimbang. Ia takut malah semakin mengecewakan bocah tersebut. Anna mengenggam sebelah tangan Jeremy memberikan sisa energi untuknya. "Aku akan membantumu sebisaku." kata Anna. Kali ini tanpa ragu Jeremy mengangguk. Sekarang tidak ada kata gengsi lagi di antara keduanya. Jeremy membawa Anna ke dalam pelukannya. "Terima kasih." Kemudian Anna mengangguk di dekapan Jeremy. Malam ini sempurna dan begitu luar biasa. Akhirnya Anna merasakan momen romatis di tempat yang memang cocok untuk melakukan hal-hal berbau romance. Semua mengalir begitu saja tanpa ada satu pun yang sebelumnya Anna pikirkan. Padahal tadi ia berniat pergi keluar mencari udara segar karena kesal kepada Jeremy. "Apa kau tidak lapar?" tanya Jeremy mengingat memang mereka gagal makan malam akibat insiden kecil itu. Anna